twenty five

147 26 1
                                    

Disela-sela kebisingan debur ombak malam itu, Lea terduduk ditepi dermaga seorang diri, menunggu Mama yang tengah pergi untuk membeli makanan disebuah kedai kecil diseberang jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disela-sela kebisingan debur ombak malam itu, Lea terduduk ditepi dermaga seorang diri, menunggu Mama yang tengah pergi untuk membeli makanan disebuah kedai kecil diseberang jalan.

Pada satu titik dimana ingatannya bangkit, Lea tak dapat menampik bahwa kini ia tengah merindukan seseorang.

Lea sadar bahwasanya rasa rindu itu salah, tapi kala semilir angin menerpa wajah dan berhasil memejamkan matanya, bayangan Sajune tiba-tiba memenuhi pikirannya. Jika saja Mama tahu apa yang kali ini tengah ia rasakan, maka entah berapa lama wanita berkepala empat itu akan marah padanya.

Dari sekian banyak lawan jenis didunia ini, entah kenapa sosok itu yang harus hadir dan tanpa sadar menciptakan banyak kerinduan pada Lea.

Mulut memang dapat berbicara bohong, tapi jauh dilubuk hati, Lea membatin jujur, bahwasanya perasaan cinta itu nyata adanya.

Bukan keinginan Lea untuk menjauh seperti ini, jika saja Sajune jujur dari awal, kejadian seperti ini mungkin tak akan ada dalam hidupnya. Lea yakin sepenuhnya, ia pasti akan menerima rasa Sajune, kalau saja pemuda itu tidak memiliki tambatan hati yang lain.

"Lea!" Suara teriakan Mama cukup menggema walau teriakan itu saling bertubrukan dengan deburan ombak.

Lea lantas membalikan badan. "Loh makanannya enggak dibawa kesini?"

"Mending kita makan disana aja ya, disini anginnya kencang banget nanti kamu sakit."

Kecewa, Lea bergegas menghampiri Mama dan menarik-narik baju Mama beberapa kali. "Yah, disini aja ya Ma. Disana berisik banget."

"Enggak, nanti kamu sakit. Apalagi ini kamu gak pakai baju hangat sama sekali." Marah Mama seraya menarik tangan Lea untuk dibawanya pergi keseberang jalan.

"Ini Lea beneran gak bisa nolak?"

"Ya gak bisa dong sayang, Mama gak mau ya liat kamu besok malah jatuh sakit."

"Berisik tahu Ma disana tuh, gak ada rasa tenangnya sama sekali." Lea masih berusaha membujuk Mama, meski ia tahu semua usahanya akan berujung sia-sia.

Mama berdecak kecil. "Kamu ini, katanya mau makan dikedai itu, ini udah Mama turutin. Tapi kamu masih ngeyel."

"Iya deh iya Lea minta maaf." cemberut Lea ketika ia bersama Mama berhasil menyeberangi jalan.

"Udah duduk duluan, Mama mau liat dulu pesanan kita!" titah Mama, kala mereka berdua sudah sampai dikedai tersebut.

Lea mengangguk dan mengedarkan pandangan pada sekitar. fokusnya tertuju pada kursi paling tengah, salah satu dari dua meja lain yang keliatan strategis dari luar.

Sembari menunggu Mama, Lea duduk bertumpu dagu, memperhatikan sekeliling yang cukup ramai dimalam ini.

Matanya lambat laun mengedar pada objek sekitar yang terlihat. Semuanya nampak baik-baik saja sebelum netra belonya menangkap sosok seseorang di ujung ruangan. Lea membeku sejenak, seolah tak begitu percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

Fokusnya masih tertuju disana, sampai beberapa saat setelah itu, kehadiran Mama mampu menyadarkan Lea sepenuhnya.

"Mau balik aja ke mobil?"

Lea mengerutkan dahi. "Kok balik lagi?"

"Kamu keliatan gak nyaman. Ayo! pesanannya biar mereka anterin kesana." Ajak Mama hendak menarik tangan Lea.

Lea spontan menghindari sentuhan Mama. Bukan, bukan maksud ia bertindak tak sopan pada Mama, Lea hanya mencoba menjelaskan bahwa ia baik-baik aja.

"Udah terlanjur kita disini, pesanannya bukan buat dibawa pulang kerumahkan?"

"Kamu beneran gapapa?"

"Iya Mama, udah dong duduk." ucap Lea tak lupa membubuhkan senyum disana.

Tak sampai lima menit, pesanan mereka sudah sampai semua. Aroma wangi dari masakan kedai ini memenuhi indera penciuman Lea.

Walau mulut terus dipenuhi oleh remahan-remahan makanan yang telah hancur, Mama terus memancing Lea untuk bicara, tak peduli bahwa topik obrolan mereka tak begitu penting untuk dibicarakan, yang pasti Mama punya tujuan tertentu untuk membuat Lea sebisa mungkin melupakan kehadiran Sajune yang terus mengganggu isi kepalanya.

"Makan dulu Ma, nanti takut keselek." peringat Lea begitu melihat Mama mengusap-usap tenggorokannya menahan geli.

Mama tak langsung menuruti Lea begitu saja, wanita itu masih terus berusaha melanjutkan ceritanya yang mulai merambat kemana-mana.

"Ngeliat kamu yang nasehatin Mama kayak gini, ngingetin Mama sama Papa kamu dulu yang suka kesel kalau Mama udah ngoceh gak berhenti-henti." Ada jeda sejenak, Mama merasakan kembali tenggorokannya terasa lebih gatal daripada sebelumnya.

"Ini minum dulu, jangan ngomong dulu kalau lagi makan!" Lea kembali memperingati.

Bukan Mama namanya kalau tidak keras kepala, ibaratnya Lea dan Mama itu sebelas duabelas, disituasi tertentu keduanya sama-sama tak ingin merasa kalah.

"Kamu suka kesel gak sih kalau mama udah ngoceh kayak gini?" tanya Mama sembari mengangkat kedua alisnya sejajar.

Lea mengusap dahinya pelan. "Ya kadang sih ma, tapi kan mama sebagai orang tua tau mana yang terbaik buat aku."

"Tiap kali Mama merhatiin kamu tuh, mama suka tiba-tiba kangen sama Papa."

"Aku juga, kadang suka kepikiran Papa kok gak pulang tiap bulan."

"Kalau aja bukan karena alasan cari uang, mungkin Papa lebih memilih untuk mencari kerjaan yang lain. Tapi jika dipikir-pikir kehidupan kita dikota ini jauh lebih banyak."

Pembicaraan antara anak dan ibu itu terus berlanjut hingga makanan dipiring Lea habis tak bersisa, meski gerak-geriknya terlihat fokus untuk menanggapi cerita Mama, namun mata Lea berulang kali melirik kecil pada objek yang selalu mengganggunya sedari tadi.

Hatinya terus bertanya tentang siapa sosok perempuan didepan Sajune saat ini, Lea sesekali menggertakan giginya tak nyaman kala dua orang dimeja paling ujung itu tampak asyik bercengkrama bak dunia milik berdua.

Terhitung sudah lima kali Lea memejamkan mata, berusaha untuk mendoktrin pikiran dan hatinya sendiri agar tetap netral.

Seolah tengah ditimpa bongkahan batu es dari atas langit, tubuh Lea membeku seketika saat ia tak sengaja membaca pesan masuk dari aplikasi instagram di gawainya.

apa kabar, lea?
senang bertemu kembali

apa kabar, lea?senang bertemu kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
How Can I Love The Heartbreak (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang