"A Kian bangke!"
Kian yang mencoba untuk terlelap—setelah Rintik pamit keluar sebentar—kini membelalak saat seseorang sengaja menabrakan tubuhnya.
"Gue pikir lo mau mati!" teriak Dinda seraya memeluk erat tubuh Kian.
"Hush, kalau ngomong." Nia menegur ucapan Dinda.
Sementara itu, Kian berusaha melepaskan diri dari pelukan Dinda yang terlalu erat.
"Din, nggak bisa napas gue," ujar Kian susah payah. Kemudian dia menoleh menemukan Jian sedang terkekeh-kekeh. "Lepasin nih adek lo, alay banget!"
"Adek lo juga kali, A." Jian memutar bola matanya malas. Tetapi tetap saja dia tidak tega melihat Kian yang dipeluk Dinda sedemikian erat. Jadi, cowok itu menarik rambut Dinda.
"AW, LEPASIN BEGO! NANTI RAMBUT GUE RONTOK."
"Dinda! Kamu jadi cewek nggak ada ayu-ayunya!"
"Namaku 'kan Adinda Indah Permata, emang nggak ada ayu-nya, Bu." Dinda merengut seraya mengusap belakang kepalanya, ke tempat di mana Jian menarik rambutnya dengan tidak berperasaan.
Ibu geleng-geleng kepala melihat kelakuan Dinda. Kadang sebagai ibu, Nia merasa salah memberi nama pada Dinda. Namun, persoalan tingkah Dinda yang semakin hari semakin tomboy dan bar-bar tak begitu dia pedulikan karena anak sulungnya yang tidak sadar 3 hari itu sudah bangun dan perhatiannya kini tertuju pada Kian.
"Kian, kamu baik-baik aja? Ada yang sakit? Pusing?" tanya Nia lembut. Sementara Dinda mengerucutkan bibirnya karena diabaikan. Cewek itu bergabung dengan Jian yang lebih dulu menguasai sofa.
"Nggak, Bu. Kian baik-baik aja."
Nia mengusap pucuk rambut Kian dengan penuh sayang. "Kamu sibuk apa akhir-akhir ini? Dokter bilang kamu kecapekan dan ... sedikit stres?" Nia menggelengkan kepalanya, tak bermaksud mendesak Kian. "Bilang sama ibu kalau kamu ada masalah, apapun."
Kian mengangguk saja. Bingung juga harus menjelaskan bagaimana karena sejujurnya, dia kira dia hanya terlelap sebentar. Kian tak mungkin menceritakan kalau dia pergi ke masa depan, melihat dirinya meninggal dalam kecelakaan yang sepertinya disengaja, dan bertemu orang aneh—siapa namanya?
Mr. Time?
"Kian?" Nia mencari mata Kian, menatapnya dengan khawatir karena Kian seolah tak mendengarkannya, sibuk dengan pikirannya, bersikap seolah ada banyak hal yang putra sulungnya itu sembunyikan.
Kian mengerjap. "Hm? Kenapa bu?"
Nia menghela napas. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin Nia ajukan pada Kian tetapi dia memilih bungkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANCER
Teen FictionOneDream_id : CANCER Story by : @saskiafadillaaa . . Bermula dari acara reuni sekolah, keinginan Rintik Hujan untuk kembali ke masa lalu semakin membuncah. Dia ingin menelusuri kembali jejak yang bisa mencegah kematian kedua orang tuanya. Maka denga...