"Lo yakin mau langsung sekolah hari ini?" tanya Rintik entah untuk ke-berapa kalinya. Dan Kian tidak pernah bosan mendengar perhatian kecil itu.
"Di rumah juga gue gabut," ujar Kian kemudian memasangkan helm untuk Rintik.
Rintik mendengkus. "Harusnya lo istirahat sehari lagi sesuai anjuran dokter. Bandel banget, sih."
"Nanti gue ketinggalan pelajaran, Olap." Kian menyalakan mesin motornya. Ketika deru mesin menandakan bahwa motor itu sudah siap melaju, Kian menunjuk jok belakang dengan dagunya. "Yuk!"
Rintik naik ke boncengan Kian. Setelah Kian bertanya sudah siap atau tidak dan Rintik mengatakan sudah, mereka berdua berangkat menuju sekolah.
Baik Rintik maupun Kian, keduanya tidak berbicara selama lima menit pertama perjalanan. Rintik merenung, menatap kosong pada bangunan-bangunan yang seakan bergerak mundur sementara Kian sibuk berkendara meski dengan pikiran yang sesekali melayang pada apa yang baru saja dia ketahui tadi malam.
Kian menghentikan laju kendaraannya di bawah lampu lalu lintas yang berubah merah. Cowok itu melihat sekilas ke arah spion tetapi saat itu juga tatapnya bertemu dengan Rintik yang ternyata sedang memperhatikannya juga.
"Kian?" panggil Rintik.
"Hm?"
"Lo ... marahan sama Ilham?"
Kian tidak yakin kalau menyebut ini 'marahan'. Tapi, Kian juga bingung dengan situasinya dengan Ilham saat ini. Jadi, cowok itu mengangguk singkat.
"Tau dari siapa?"
"Citra," jawab Rintik. Melihat kerutan bingung di dahi Kian, Rintik buru-buru menambahkan. "Citra juga tau dari Liam."
Kian mengangguk-angguk. Mulut Liam memang tidak bisa diam. Tapi, Kian tidak berpikir kalau cowok itu akan bercerita tentang masalah 'antar cowok' ini ke cewek-cewek.
Mungkin karena ini ada hubungannya dengan Rintik?
"Kenapa kalian bisa marahan? Kalau ini—"
"Semuanya bakalan baik-baik aja," ujar Kian buru-buru memotong ucapan Rintik.
Rintik sempat terkejut karena Kian yang memotong ucapannya. Biasanya cowok itu menjadi pendengar yang baik dan akan menyahut saat Rintik selesai bicara. Namun, Rintik berpikir itu hanya perasaannya saja.
"Lo nggak usah khawatir ya," tukas Kian sebelum kembali melajukan motornya karena lampu merah sudah berubah menjadi hijau.
Sepanjang sisa perjalanan keduanya diselimuti hening, kecuali suara kendaraan bermotor dan klakson diabaikan.
Batin Kian berdebat dengan sengit. Apakah dia akan memberitahukan isi flashdisk itu pada Rintik? Ataukah dia akan mengurusnya sendiri?
Tapi Rintik juga berhak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANCER
Novela JuvenilOneDream_id : CANCER Story by : @saskiafadillaaa . . Bermula dari acara reuni sekolah, keinginan Rintik Hujan untuk kembali ke masa lalu semakin membuncah. Dia ingin menelusuri kembali jejak yang bisa mencegah kematian kedua orang tuanya. Maka denga...