30 | selamat tinggal rbc

22.2K 2.9K 2.1K
                                    

Peraturan lapak Fey:
•Vote sebelum membaca
•Tinggalkan komen yang banyak
•Follow akun author buat yg blm follow
•Jangan lupa vote part lain juga yaa

Kangen Una nggak?💖

***

"Dikta, temenin pipis dong." Iren berusaha melepas tautan lengan suaminya dari perutnya. Dikta hanya berdehem sebelum kembali memeluk Iren.

"Ck, bangun, Diktaaa!"

Dengan sebal Iren mencubit punggung tangan Dikta.

"Panggil pakai sayang dulu, baru aku temenin."

Iren berdecih.

"Lebay deh."

"'Sayang, temenin aku pipis dulu dong', bilang gitu kali." Dikta bergumam tepat di belakang leher Iren, deru napas pria itu terasa hangat. Entahlah, Iren akhir-akhir ini mendadak manja. Apa-apa minta ditemani. Seperti hari ini, Iren minta ditemani ke toilet walau masih sore hari.

"Banyak mau deh."

"Cepet, Sayang," jawab Dikta, tanpa membuka mata. Senyumnya terukir bahagia menanti panggilan manis dari istrinya.

Pertama-tama, Iren menarik dan membuang napas secara perlahan.

Panggil sayang aja apa susahnya? Cuma enam huruf kok.

"Dikta sayang, temenin aku pipis yuk? Kalau kamu nggak mau, yang entar malam batalin aja."

"Lah kok gitu?"

Dikta langsung bangun dengan cepat. Hal tersebut membuat Iren memutar bola mata.

"Giliran yang enak-enak langsung gercep."

"Ya masa ancamannya kayak gitu, Sayang."

"Ancaman kayak gitu emang cocok buat kamu yang otaknya ngeres mulu." Iren bersedekap dada dan menatap Dikta tajam.

"Oke, maafin aku Sayang. Aku salah." Buru-buru Dikta bangun dari tempat tidur, mendahului Iren yang masih memasang wajah jutek.

Dikta mengulurkan tangan "Ayo, jangan ngambek. Kamu jadi mirip Una kalau bibir bebek gitu."

"Kenapa kalau mirip Una? Anakku cantik dong, cantik banget malah. Kamu nggak usah julid."

"Iya iya. Kalian berdua memang manusia paling cantik dalam hidup aku."

"Bohong. Paling entar sama Luna juga kamu bilang 'Kamu manusia paling cantik di hidup aku, Lun'. Ngaku deh?!"

Benang kembali kusut. Tangannya yang tadi terulur untuk sang istri kini beralih menggaruk kepala.

"Overthinking mulu nggak capek, Sayang?"

Iren menggeleng. "Kamu sih, bandel jadi cowok, jadi bikin anak orang overthinking mulu."

Dikta menghela napas berat.

"Maaf, Ren."

Iren tak bisa menahan tawa.

"Huahahahah! Candaaa! Jangan serius-serius amat deh kamu!" Giliran Iren yang mengulurkan tangan, sebuah isyarat meminta ingin ditarik oleh Dikta.

Dikta menyambutnya dengan cepat. Mereka pun berjalan beriringan keluar rumah. Sebelum lepas dari batas pintu, Dikta meraih pergelangan tangan istrinya, ia menatap Iren serius.

"Maaf ya udah bikin kamu berpikir yang nggak-nggak terus."

Iren seketika mengerutkan kening, lalu mengibas tangan. "Ah, nggak kok. Emang sih kadang kepikiran, tapi udah nggak yang gimana-gimana kok. Santai."

Berpisah Itu Mudah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang