Peraturan lapak Fey:
•Tekan vote sebelum membaca✅
•Wajib komen yang banyak✅Terima kasih & tetap patuhi aturan bestiiiiee hahaha! Happy reading!❤️
***
Sejak tiga hari yang lalu, Iren membiarkan begitu saja deretan pesan dan panggilan telepon yang masuk dari nomor Dewa. Entahlah, ia hanya muak dengan situasi yang ada, menjauh adalah pilihannya saat ini.
Pintu ruangan Iren diketuk beberapa kali.
"Masuk aja."
Jeje, karyawan Iren di Alunarx melongokkan kepala dari celah pintu tanpa masuk ke dalam. "Ada yang nyari Bu Iren di luar,"
"Siapa?"
"Yang biasa ngantar Bu Iren itu loh, si Cogan Perkasa." Jeje terkekeh.
Iren mengerutkan dahi, hanya Dewa yang Jeje beri panggilan Cogan Perkasa semacam itu. Ah, Iren tidak kaget dengan kedatangan Dewa, beberapa menit lalu pria itu memang sempat menelepon berkali-kali, tetapi Iren abaikan. Nada dering teleponnya juga sengaja Iren senyapkan agar pekerjaannya tidak terganggu.
"Bilang sama dia, aku lagi sibuk."
"Oh baik, Bu. Aku keluar ya, Bu."
Iren mengangguk. Dia tidak bohong soal kesibukannya, ada beberapa email yang harus Iren periksa sehubungan dengan bisnis kecantikan yang Iren mulai, Iren akan membuat sebuah brand skincare dan kosmetik setelah sebelumnya hanya mengelola bisnis fashion, mulai dari baju hingga sendal.
"Bu Iren." Jeje muncul lagi. "Cogan Perkasa bilang dia pengin ngomong sesuatu sama Ibu. Penting sih katanya."
Iren meringis kecil, sebisa mungkin tak mengeluarkan umpatan di depan karyawannya itu.
"Hm, nanti aku temuin dia."
"Okey, Bu. Permisi."
Alih-alih mengajak Dewa masuk, Iren memilih mendatangi pria itu keluar. Dewa duduk di teras ruko kantor Alunarx. Ponsel pria itu terpasang di telinga saat Iren datang.
"Oh, udah keluar." Dewa menatap Iren dengan pandangan menilai. "Kok handphone kamu nggak bunyi?"
"Kenapa?"
Dewa mendengkus. "Pake nanya segala lagi."
"Ayo, nggak usah ngobrol di sini. Nanti yang lain mikir macem-macem."
"Kenapa? Kita emang sering macem-macem, kan?"
Iren menatap tajam Dewa yang baru saja mencuri kecupan di bibir Iren. Dewa cuma tersenyum simpul.
"Biar yang lain tahu kita memang punya hubungan spesial, bukan cuma temen apalagi sahabat yang suka ngantar jemput kamu, kayak yang sering karyawanmu bilang."
"Ada CCTV, Dewa." Iren melirik ke belakang.
"Justru itu makin bagus."
Iren menarik napas berat. Entah ke mana Dewa akan membawanya, Iren pusing. Mudah-mudahan karyawannya tidak mengecek CCTV dalam waktu dekat, jika tidak, habislah Iren.
"Kita mau ke mana?"
"Ke hotel, pengin lepas kangen bentar. Mau, kan?" Dewa melirik Iren dengan senyum merekah.
"Aku masih ada kerjaan, Wa. Kamu kenapa sih aneh gini?"
"Kalau kamu nggak cuekin aku, aku nggak akan kayak gini."
Iren memejamkan mata setelah menyenderkan kepala di sandaran kursi.
"Aku bingung, Wa."
"Bingung apa, Sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah (Tamat)
Romance(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) "𝑩𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒔𝒂𝒉?" Celaka dua belas karena Dikta dan Iren harus terjebak dalam pernikahan yang tak mereka inginkan. Cinta tak...