Peraturan lapak Fey:
•Tekan vote sebelum membaca✅
•Wajib komen yang banyak✅Terima kasih & selamat membaca!
***
"Iren, bangun."
Iren merasakan guncangan di bahunya, itu sangat mengganggunya. Tanpa membuka mata ia berdecak malas, lalu mengubah posisi tidur yang sebelumnya terlentang jadi meringkuk miring ke kanan.
"Ren, handphone kamu bunyi."
Guncangan itu tak lagi terasa. Iren justru tersentak kala merasakan tetesan air di pipinya, ah manusia jahat mana yang tega membangunkannya dengan cara seperti ini? Kenapa tidak menyiramnya sekalian?
"Dewa nelepon tuh."
Astaga, itu suara Dikta. Iren sontak membuka mata, yang pertama kali dilihatnya adalah bagian pinggang Dikta yang hanya terlilit handuk putih. Iren melirik ke atas, badan atletis Dikta membuat Iren melongo.
Iren segera mengenyahkan pikiran tidak warasnya dan segera bangun.
Nggak salah kan kalau terpesona sama suami sendiri?
Una sudah tidak ada di sebelahnya.
"Una mana?"
"Di luar sama Mbak Loli."
Dikta menjauh ke arah lemari untuk mengambil setelan kerjanya, di belakang sana ada Iren yang diam-diam mencuri pandangan ke arah Dikta sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya.
Iren:
Aku baru bangun nih.
Alih-alih membalas pesannya, Iren malah mendapat panggilan video dari Dewa.
"Halo? Aku baru bangun, Dewa," jawabnya pelan, beberapa detik kemudian, Iren dibuat melongo oleh Dikta yang terang-terangan memasang underwear bermodel bokser di depannya.
"Dikta—"
Untung saja handuk di pinggang pria itu masih terlilit sempurna walau sedikit tersingkap di beberapa bagian, jadi Iren tak perlu melihat sesuatu yang tidak-tidak, wanita itu segera memalingkan muka.
"Dikta? Kamu lagi sama dia?"
Pertanyaan Dewa begitu sarat akan makna, Dikta sampai menatap Iren bertanya.
"Kenapa?" Dikta menoleh saat tengah menaikkan celana.
Iren menggeleng dan berusaha terlihat sebiasa mungkin.
"Sayang?"
Iren menahan diri untuk tak mengeluarkan dumelan kesal. Wajah Dewa di layar ponselnya sudah terlihat kecut. Tentu saja, di pesan teks tadi Iren bilang ia baru bangun tidur, lalu saat mereka video call malah terdengar sahutan Dikta, ditambah Iren masih memakai piyama tidur yang latar belakang badannya jelas-jelas menunjukkan dirinya masih di tempat tidur.
"Iya, Dikta lagi nyari sesuatu di kamar aku."
Terdengar oh panjang dari Dewa, kekasih Iren itu menghela napas. "Nanti aku jemput kamu, ya."
"Emang nggak apa-apa? Hm, maksudku nggak ngerepotin kamu gitu?"
"Dikta masih di situ?"
Iren mengangguk kaku. "Kaus kakinya belum ketemu kayaknya."
"Kaus kakinya cuma satu gitu? Kok bisa kaus kakin Dikta ada di kamar kamu?"
"Bu Inem suka salah nyimpan barang. Udah ya, nanti aja nanyanya. Kamu bilang pengin jemput aku kan? Ya udah, aku tunggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah (Tamat)
عاطفية(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) "𝑩𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒔𝒂𝒉?" Celaka dua belas karena Dikta dan Iren harus terjebak dalam pernikahan yang tak mereka inginkan. Cinta tak...