Peraturan lapak Fey:
•Vote sebelum membaca
•Tinggalkan komen yang banyak
•Follow akun author buat yg blm follow
•Jangan lupa vote part lain juga yaaSiap baca part ini? Komen lop lop dulu yok di sini💖
Note: mohon koreksi ya kalau ada typo/kalimat rancu. makaciii!
***
Iren menatap sendu Loli yang sudah siap meninggalkan rumah tersebut dengan membawa koper besar dan ransel cokelat. Loli menjabat tangan mereka satu per satu.
"Serius, Li, kamu bakal dijodohin?" Iren masih tak percaya Loli akan berhenti menjaga Una.
Mbak Loli mengangguk pelan. "Maaf ya, Bu. Loli harus pulang. Sebenarnya, udah lama aku disuruh pulang, cuma waktu itu kan Bu Iren sama Pak Dikta bulan madu, jadi Loli tunda dulu ngasih tahunya dan baru kemarin Loli berani bicara ke ibu. Sebenarnya Loli agak nggak enak ngundurin diri pas Bu Iren lagi dalam masalah, cuma ayah Loli udah maksa-maksa pulang. Maaf ya, Bu."
Iren menghela napas. "Ya udahlah, semoga lancar ya nikahannya," ujarnya mengusap bahu Loli.
"Una, sini dulu dong, Nak." Dikta mendekati Una yang malah asyik bermain sendiri di atas karpet berbulu yang dipenuhi banyak mainan. Dikta menggendongnya paksa walau Una sedikit merontak. "Mbak Loli mau pulang tuh, awas ya entar nangis." Dikta menjawil gemas hidung putrinya.
"Papaaa, nooo!" kata Una sambil mendorong muka papanya.
"Makasih ya, Li, udah jagain Una selama ini. Bonusnya udah masuk, kan?" Bonus yang Dikta maksud adalah bonus gaji untuk Loli karena sudah berjasa membantunya merawat Una sejak anaknya masih usia dua bulanan.
"Pak, itu serius?" Loli beralih pada Iren. "Bu, banyak banget loh itu." Loli sungguh tidak menyangka mendapatkan bonus sebanyak itu.
"Ya nggak apa-apa, diterima aja, Li. Hitung-hitung sebagai balas jasa udah gantiin aku ngerawat Una selama aku nggak ada." Iren tersenyum sendu. Ya, Loli menemani putrinya ketika Iren sendiri terlalu egois dan memilih untuk menjauh. "Makasih ya udah baik banget." Sekali lagi Iren memeluk Loli.
Setelah pelukan itu terlepas, Loli berbalik menatap Una yang masih digendong oleh Dikta. "Mbak Loli boleh peluk Una untuk yang terakhir kali?" Tangannya terulur pada Una dan disambut begitu saja oleh balita itu. "Izin cium Una ya, Bu, Pak?"
Tentu saja Iren dan Dikta mengangguk mengiakan.
Air mata Loli tak sanggup terbendung kala Una berada di dekapannya. Una hanya tersenyum-senyum, tangannya meraba-raba muka Loli, seperti biasa.
Mereka menyempatkan diri berfoto bersama untuk dijadikan tanda kenangan bahwa Loli pernah menjadi bagian di rumah tersebut. Bu Inem tidak kalah sedih dari Iren, wajahnya dipernuhi air mata.
Saat Una tak lagi bersamanya, Loli membuka bagian luar tasnya, ternyata ia mengambil sebuah buku kecil.
"Bu Iren, aku udah nulis semua keperluan Una di buku ini. Mulai dari jam-jam kebiasaan Una, resep makanan Una, video kesukaan Una, mainan, semuanya udah Loli tulis di sini."
Iren menerima buku itu dengan mulut menganga. "Oh, astaga." Senyumnya otomatis terulas. Diperiksanya isi buku itu, tulisan Loli terbubuh rapi di sana. "Makasih ya, Li, udah repot-repot nulis ini."
Mereka mengantar kepergian Loli ke depan, Loli diantar oleh supir Dikta hingga ke kampung halamannya.
"Dadah, Una!" teriak Loli dari balik mobil yang kaca sampingnya sudah diturunkan.
Una ikut melambaikan tangan dengan riang hingga mobil yang membawa Loli hilang dari hadapan mereka.
"Wah hebat, anak Mami nggak nangis loh ditinggalin Mbak Loli," kata Iren sedikit takjub.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah (Tamat)
Romance(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) "𝑩𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒔𝒂𝒉?" Celaka dua belas karena Dikta dan Iren harus terjebak dalam pernikahan yang tak mereka inginkan. Cinta tak...