Peraturan lapak Fey:
•Vote sebelum membaca
•Tinggalkan komen yang banyak
•Follow akun author buat yg blm follow
•Jangan lupa vote part lain juga yaaSiap baca part ini? Komen dulu yok di sini💖
Note: mohon koreksi ya kalau ada typo/kalimat rancu. makaciii!
***
"Mbak Loli, Tolong ambil Una dulu," pinta Dikta pada Loli yang berjalan cepat ke ruang tamu setelah mendengar panggilan Dikta.
Dengan tangan gemetar, Iren memberikan Una kepada Loli. "Sama Mbak Loli dulu ya, Nak." Sebisa mungkin dia menyembunyikan perasaan panik. Kedua tangannya tertaut di antara sela-sela jarinya. Dikta membawa tangan Iren ke dalam genggamannya dan merasakan keringat dingin istrinya.
"Tenang dulu, Sayang," ujar Dikta lembut, lalu dikecupnya tangan Iren yang kemudian terlepas saat beberapa orang berseragam formal mendekat ke rumah mereka.
"Mau saya bukain pintunya, Pak?" tanya Bu Inem ikutan ngeri melihat orang-orang di luar.
Dikta menggeleng. "Biar saya yang buka." Tatapannya beralih pada Iren. "Kamu ke dalam aja, biar aku yang temuin mereka dulu."
Iren memejamkan mata berharap itu bisa meredam ketakutannya. Nyatanya, segala bisikan negatif di telinganya terdengar sangat nyaring. "Mereka mau nangkap aku, kan?"
Dikta menghela napas. "Tenangin diri kamu dulu, ya? Yang jelas ... kamu nggak salah."
Setelah semua yang terjadi, sangat mungkin rumah mereka didatangi polisi atau pihak lain yang penasaran terhadap kasus yang menimpa istrinya.
"Mamiii!" Una memberontak saat dibawa masuk oleh Loli, tangannya melambai-lambai tak terima, apalagi melihat maminya masih bertahan di ruang tamu.
"Ren, kok masih di sini?" tanya Dikta tenang.
Iren menggeleng. "Nggak apa-apa. Aku cuma mau dengar langsung aja mereka sebenarnya mau apa."
"Ya udah." Dikta membuka pintu dengan pelan. Sebelum mempersilahkan orang-oramg di luar masuk ke rumahnya, lebih dulu pria itu mengajukan pertanyaan, "Ada apa ya, Pak?"
"Apa benar ini rumah Ibu Iren Yasmin?"
Dikta tak langsung menjawab pertanyaan itu. "Maaf, sebelumnya saya mau nanya dulu, kalian ini dari mana dan maksud kedatangannya kemari untuk apa?"
Di antara lima orang pria yang datang itu, hanya satu yang mengenakan seragam polisi, sisanya mengenakan pakaian non-formal. "Kami tim penyidik dari Polda Metro Jaya. Intinya kami ingin bertemu Ibu Iren atas video yang beredar kemarin. Ini rumahnya bukan?"
"Bapak dapat alamat rumah ini dari mana?" tanya Dikta yang langsung dibalas senyum oleh orang di depannya.
"Itu rahasia kami." Pria berpakaian kaus hitam berkerah putih cokelat dan bawahan jins tersebut menatap Dikta dari atas hingga bawah. "Memangnya Anda ini siapanya Iren Yasmin? Suaminya?"
"Ya, saya suaminya."
"Bu Iren ada di dalam, kan? Kami mau ketemu," kata pria berseragam cokelat khas polisi.
"Itu bukan orangnya?" Nyatanya, dua orang di antara mereka tengah mengintip ke ruang tamu melalui jendela yang yang dilapisi gorden tipis putih yang masih bisa memperlihatkan keberadaan Iren. Dikta mendesah panjang, dipersilakannya masuk tamu-tamu tersebut.
Baru duduk sesaat, salah satu polisi itu menodongkan berkas yang dipegangnya sambil menatap Iren . "Iren Yasmin?"
Dengan kaku Iren mengangguk. "I—iya, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah (Tamat)
Romance(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) "𝑩𝒂𝒈𝒂𝒊𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒂𝒌 𝒃𝒊𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒔𝒂𝒉?" Celaka dua belas karena Dikta dan Iren harus terjebak dalam pernikahan yang tak mereka inginkan. Cinta tak...