A Ghost?

103 19 6
                                    

Lima menit berubah menjadi satu jam. Tsukishima membuka matanya malu-malu ketika mendengar suara dari televisi. Tubuhnya masih menghadap penghangat, itu artinya ia tidak bergerak dalam tidurnya. Bagaimana bisa? Ia selalu berpikir ia akan menggulingkan badannya sekali atau dua kali selama tidur.

Dilihatnya Kuroo dengan rambut hitamnya yang turun. Memunggunginya, menatap televisi yang menunjukkan acara ragam. Saat hendak bangun dari posisinya, kepalanya terasa sangat berat dan hampir seluruh tubuhnya menjerit sakit.

Ekor mata Kuroo yang menangkap gerakan halus Tsukishima, segera ia memalingkan pandangannya. Melihat ke arah Tsukishima yang saat ini menutup matanya rapat, menyalurkan rasa sakitnya. 

"Apa aku membangunkanmu?" tanya Kuroo dengan suara pelannya, "apa suara televisinya terlalu kencang?"

"Tidak," jawab Tsukishima. Ia sudah menyerah untuk bangun dan memilih untuk tetap dalam posisinya beberapa saat. "Maafkan aku yang lancang."

"Apa maksudmu? Karena kau berbaring di ranjangku? Aku sendiri yang mengajakmu, kau tidak usah meminta maaf," Kuroo mengibaskan tangannya. "Aku yang harusnya berterima kasih karena kau sudah menyiapkan sarapan untukku."

Tsukishima mengangguk. Kemudian ia mengubah arah pandangnya. Berguling dan akhirnya seluruh tubuhnya menghadap langit-langit yang berwarna putih.

"Kau sedikit demam, mau kuambilkan obat atau semacamnya?" Kuroo mengatakan hal tersebut sembari mengalihkan pandangannya dari Tsukishima. Harus ia akui, ia dengan lancang menyentuh dahi Tsukishima ketika lelaki itu tertidur.

Sedikit khawatir karena kedua alis milih Tsukishima hampir bertaut. Dengan hati-hati –agar tidak membangunkan Tsukishima, ia menyentuh dahi Tsukishima. Merasakan suhu badan lelaki berambut pirang itu lebih tinggi dibanding miliknya. Lalu mengusap dahi si kepala batu itu agar alisnya tidak terus bertaut, membuat air wajah Tsukishima menjadi lebih rileks. 

"Aku baik-baik saja," jawab Tsukishima singkat. Ia tidak ingin mengakui bahwa sekarang seluruh tubuhnya terasa patah dan kepalanya yang seperti di timpa sesuatu yang sangat berat.

Mereka diam untuk beberapa saat. Kuroo yang asyik menonton televisinya, dan Tsukishima yang mencoba mendistraksi dirinya sendiri dari rasa linu. Mau tidak mau harus ia sembunyikan rasa sakitnya, karena rencana yang ia buat hari ini adalah pindah dari rumah ini menuju rumah sewaannya sendiri.

"Kupikir kau harus mengundur jadwal pindahanmu."

Tsukishima, si kepala batu. Egonya lebih tinggi dibanding jejeran gedung pencakar langit, meskipun Kuroo sudah berkata untuk menunda kepindahannya, tapi Tsukishima memaksakan dirinya sendiri untuk segera bergerak dan mengambil seluruh barangnya dari rumah Kuroo.

Hari hampir malam ketika ia selesai membereskan barang-barangnya yang tidak seberapa. Suara musik yang disetel kencang setia menemaninya membereskan rumah sewaannya ini. Dan beberapa lansia yang kelewat penasaran duduk di teras dan berbicara dengan sesekali tertawa keras. Entah apa yang mereka bicarakan.

Kuroo sudah pergi dari siang, mengatakan bahwa ia harus bekerja. Meninggalkan Tsukishima yang terlihat sedikit merajuk mendengar alasan Kuroo. Namun mengingat harga diri Tsukishima yang tak terhingga nilainya, ia membiarkan Kuroo pergi dengan gerakan tangan yang seolah mengusir.

Ketukan di pintunya membuat Tsukishima yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya berhenti sesaat. Meskipun suhu disini sangat ekstrem ditambah dengan kondisi tubuhnya yang bisa dikatakan kurang baik, Tsukishima memaksakan dirinya untuk mandi setelah selesai beres-beres. Ia merasa seluruh debu yang tadi ia bersihkan menempel di tubuhnya, membayangkannya saja membuat ia bergidik.

Tsukishima mengambil kacamatanya dan membuka pintu tersebut. Pak Kenta berdiri di depan pintu dengan tangan yang memegangi panci –entah apa isinya. Senyumnya tidak luntur meskipun beberapa detik mereka hanya saling berhadapan tanpa suara. 

Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang