His Ego

92 19 1
                                    

Berkali-kali Tsukishima memutar matanya malas. Entah berapa kali ia katakan pada Kuroo untuk tidak memainkan gitarnya ketika ia sedang bekerja. Suaranya memang indah, terkadang senandungan Kuroo juga sama indahnya, namun konsentrasinya mudah terdikstraksi. Sehingga suara sekecil apapun atau seindah apapun akan membuatnya kalut.

"Bisa kau bermain gitar diluar saja?" suara Tsukishima setengah memelas. Ia sudah menyerah dengan kelakuan Kuroo yang keras kepala ini, padahal jika ia mengaca terlebih dahulu maka obrolan mereka terlihat seperti mengadukan dua buah batu keras.

Kuroo tidak menjawab. Dia masih asyik memetik gitarnya dan sesekali bersenandung. Menutup kedua matanya seolah menghayati. Padahal Tsukishima yakin kelakuaan minus Kuroo ini bertujuan untuk membuat dirinya kesal dan akhirnya berhenti bekerja.

Kuroo sudah lelah mengatakan untuk jangan bekerja sampai larut malam pada lelaki jangkung ini. Menimang kondisi Tsukishima sendiri yang dari pagi sampai malam berdiam diri di depan layar laptop. Memang kondisi fisiknya tidak akan terlalu lelah, namun apakah harus menunggu sampai matanya merah barulah Tsukishima berhenti bekerja?

"Kalau begitu aku saja yang keluar," Tsukishima berdiri dan membawa laptopnya, hendak berjalan keluar. Namun dengan secepat kilat Kuroo ikut berlari keluar rumah, masih memeluk gitar akustik kesayangannya.

Helaan nafas kesal keluar dari mulut Tsukishima. Saat ini dia berdiri di hadapan Kuroo yang kali ini menyanyi dengan nada sumbang dan jemarinya memetik gitar. Mereka saling adu tatap, bedanya mata yang satu menunjukkan kebencian tanpa dasar dan yang satu menunjukkan penghinaan tak berdasar.

Tsukishima berjalan kembali masuk ke rumah. Tepat sebelum Kuroo mengekorinya kembali, pintu tersebut ditutup keras-keras sehingga menimbulkan suara bedebam, dan langsung ia kunci.

Kali ini suara gitar tak terdengar lagi. Digantikan suara teriakan memohon Kuroo dan puluhan-ratusan kata maaf yang keluar. Pintu di ketuknya berkali-kali, namun tak ada respon dari lelaki dengan netra emas itu. 

"Ayolah Tsukki! Aku hanya bercanda tadi," Kuroo kembali memelas. "Aku peduli padamu, makanya aku ganggu kau terus agar kau berhenti bekerja," lanjutnya.

Pintu tetap tak terbuka. 

"Tsukki kau tega mengusirku?" tanya Kuroo setengah tidak percaya dengan kelakuan Tsukishima yang semakin hari semakin kasar saja padanya.

Lama waktu yang mereka habiskan bersama. Dan semakin banyak pula tingkah laku yang mereka tunjukkan pada masing-masing tanpa ragu. Tsukishima yang semakin ketus dan semakin kasar, dan Kuroo yang semakin menjengkelkan ditambah merepotkan. 

Kuroo masih bekerja di toko kelontong, dan Tsukishima semakin sibuk dengan kerjaannya sebagai pekerja harian lepas. Tidak banyak yang berubah dari keseharian mereka. Hanya saja terkadang Kuroo –yang biasanya keluar rumah pada siang hari– pergi lebih awal.

Ia berkata bahwa ada kerabat dari teman Rei yang memiliki studio musik tertarik dengannya. Tsukishima bisa membedakan hari dimana Kuroo akan pergi ke studio musik atau tidak. Jika hari biasa ia akan bangun siang dan setelah bangun pun ia akan berguling-guling diatas kasurnya sampai waktu kerjanya tiba. Namun jika ia akan pergi ke studio, malam sebelumnya Kuroo akan mengelap gitar akustiknya selama dua jam penuh sebelum akhirnya menciuminya seperti orang gila.

Bahkan orang bodoh pun bisa melihat rasa senang yang terpancar dari diri Kuroo. Jika Tsukishima sedang tidak ada kerjaan, ia akan membayangkan Kuroo yang mengelap gitarnya itu dikelilingi bunga-bunga yang bermekaran dan mengeluarkan warna merah muda yang menyilaukan.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi, aku janji," kali ini Kuroo setengah panik karena pintu tak kunjung terbuka dan malam semakin larut, "Tsukki, dengarkan aku, aku minta maaf. Sungguh aku meminta maaf, dan aku janji tidak akan mengulangi kelakuanku lagi."

Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang