Unreal

121 21 1
                                    

Tsukishima mengira tawaran Kuroo hanyalah bentuk basa-basi yang selalu dilayangkan agar obrolan berlanjut. Selesai ia membayar untuk sarapannya, Tsukishima membungkuk kepada penjaga kasir sekaligus kepada Kuroo. Ia pikir orang seterkenal Kuroo mengerti kode bahwa ia tidak ingin menerima tawarannya itu, namun ia salah.

Langkah kaki Tsukishima seolah memiliki bayangan. Kuroo mengekor sembari bersenandung konyol. Koper yang Tsuksihima awalnya ia gerek, sudah beralih kepada Kuroo yang merebutnya tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Kali ini si pemilik sendal dengan gambar kucing besar menuntun Tsukishima menaiki tangga yang tepat disamping kedai tersebut.

"Rumahku ada diatas, dekat, kan?" Kuroo tersipu dengan ucapannya sendiri. Membuat Tsukishima harus menelan pil bernama 'ikhlas' bahwasanya dia menemukan orang aneh.

Mata yang sudah lelah milik Tsukishima menangkap pemandangan indah yang terhampar di depannya. Lautan luas yang seolah tak berujung. Ombak yang menyapu pantai menghasilkan suara deburan yang keras namun lembut menyapa telinga.

Beberapa perahu nelayan yang dikerumuni oleh orang-orang tak luput dari sepasang mata berwarna coklat keemasan itu. Semuanya terasa istimewa, mungkin karena ia baru pertama kali melihat interaksi semacam itu. Semuanya terasa menyayat hati tanpa alasan yang jelas. 

"Kau menyukai pemandangannya?" suara Kuroo ringan, berdiri di samping Tsukishima yang masih menatap kerumunan itu. "Nelayan? Kau menyukai ikan?"

Tsukishima menatap Kuroo dengan tatapan yang seolah berkata 'bagaimana-bisa-kau-mengartikannya-dengan-sekonyol-itu?' 

"Tidak juga," jawab Tsukishima singkat, "hanya saja rasanya," Tsukishima memberi jeda, "sulit dijelaskan."

"Aku mengerti!" Kuroo berseru sebagai jawaban, "rasanya seperti hatimu disakiti, ingin menangis tapi tidak kau tidak memiliki alasan untuk melakukannya."

Terkejut. Kuroo ternyata bisa mengartikan semua hal yang saat ini dirasakan Tsukishima. Tentu saja rasanya semakin tidak nyata dengan semua hal yang terjadi selama 24 jam kebelakang di kehidupan Tsukishima Kei yang entah kenapa terasa lebih cepat namun lebih indah dibanding hari-hari sebelumnya.

"Akan kutunjukan semua hal yang menarik di kota kecil ini," Kuroo berkata dengan semangat, "namun kurasa kau perlu tidur beberapa jam."

Ia menuntun tamunya menuju rumah petaknya. Luar biasa berantakan. Namun anehnya terasa baik-baik saja. Beberapa barang ditumpuk di pojok ruangan yang mungkin sebentar lagi akan menjadi sarang serangga. Memang -mungkin- tidak ada tumpukan sampah atau hal menjijkan lainnya, namun tetap saja jauh dari kata bersih.

"Kau tidak keberatan, kan?" tanya Kuroo yang setengah panik menendang dan melempar barang yang sekiranya dianggap menghalangi jalannya.

Kurasa yang seharusnya kau katakan adalah 'maaf'. Ketus Tsukishima dalam hati.

"Tentu tidak, aku hanya akan istirahat beberapa jam saja," jawab Tsukishima pelan dan ragu.

"Kau bisa menginap jika kau mau," ujar lelaki yang sekarang sibuk merapikan seprai kasur. Matanya menatap bangga kepada Tsukishima yang masih berdiri di ambang pintu. "Masuklah, tenang saja, kau bisa istirahat dengan tenang. Aku tidak akan ada disini untuk hari ini, jika saja kau membutuhkan privasi. Kau tahu semacam itulah."

Merasa bersalah dengan Kuroo, Tsukishima cepat-cepat masuk ke dalam rumah tersebut dan berjalan dengan langkah hati-hati. Takut menginjak sesuatu yang berharga atau mungkin takut mengotori kakinya.

"Kau bebas menggunakan apapun, toilet, kamar mandi, dapur -meski aku hanya memiliki mie instan saja, atau kau bisa melakukan apapun yang ada disini-" Kuroo menunjuk ke televisi tabung yang baru saja ia beli beberapa hari yang lalu.

Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang