Kuroo sedikit terdiam di tempat ketika Hyun menyelesaikan kalimatnya. Ia mengerjap tak percaya dengan tawaran yang entah mengapa datang begitu mendadak. Lelaki kucing itu bahkan tidak pernah berpikir sejauh ini.
Ketika dirinya memutuskan untuk membantu Hyun, maka yang ia harapkan adalah kesenangan dan juga kepuasan. Tak pernah sekalipun ia memikirkan hal lain yang jauh dari ekspektasi kecilnya itu. Ia hanya senang menekuni musik karena ini adalah hobinya. Tidak lebih.
Namun ketika hobi tersebut menghasilkan sesuatu selain kepuasan pribadi, siapa yang akan menolaknya? Bahkan Kuroo pun tergoda untuk terus menekuninya jika imbalannya sebesar ini.
Hyun yang minggu kemarin merampungkan proyeknya–dibantu oleh Kuroo, pergi beberapa hari menuju kota besar. Barulah hari ini ia kembali ke studio dan mengajak Kuroo bertemu. Tak disangka Hyun memberikan sejumlah uang dengan nominal yang tidak kecil. Lalu kebahagiaan Kuroo bertambah ketika Hyun menawarkan untuk berkerja dengannya di studio musik pribadinya di kota besar.
"Kau juga berasal darisana 'kan? Jadi kupikir kau tidak akan menolak," Hyun menggaruk tengkuknya kikuk. "Kau akan banyak belajar disana, aku bersedia menjadi mentormu. Tentu kau bebas memilih siapa mentormu."
Hyun dibuat salah tingkah. selama hampir tiga bulan bekerja bersama Kuroo, ia tidak pernah berpikir bahwa lelaki ini ternyata pembelajar yang benar-benar cepat. Terima kasih padanya karena proyek yang diperkirakan akan selesai dalam waktu empat bulan, terpangkas sampai satu bulan lamanya.
"Aku–sungguh bersyukur kau mau mengajakku," jawab Kuroo dengan suara pelan, "tapi, aku perlu memikirkannya baik-baik, bukankah begitu?"
Hyun mengangguk-angguk mantap. Jelas ia tidak menuntut jawaban Kuroo secepatnya. Ia tahu bahwa ada seseorang yang mungkin membuat dirinya sedikit enggan untuk meninggalkan kota kecil ini.
"Kapan kau akan kembali ke sini?" tanya Kuroo. Ia ingin memastikan berapa banyak waktu yang ia miliki untuk berpikir dan menimbang-nimbang tawaran yang mungkin akan muncul sekali seumur hidupnya.
"Mungkin bulan depan," meskipun ragu Hyun akhirnya menjawab. Ia sendiri sebenarnya memiliki waktu lenggang lebih banyak setelah proyeknya rampung cepat.
"Kalau begitu, bulan depan aku akan kabari," Kuroo membuat janji pada Hyun.
"Sebelum itu pun lebih baik, kau bisa menghubungiku."
Kuroo tertawa kikuk. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah lelaki berkacamata yang entah sejak kapan menghuni pikirannya. Ada rasa yang memberatkan hatinya ketika mendengar ajakan Hyun.
Bahkan setelah sampai ke rumahnya di malam hari, dan mendapati Tsukishima yang tengah duduk diatas kasur sembari menonton acara komedi di televisi, rasa ragu Kuroo semakin menjadi. Mendengar tawa Tsukishima yang entah mengapa terasa begitu nyaman ditelinga.
Kuroo berjalan gontai mendekati Tsukishima, dan dibalas dengan lambaian tangan Tsukishima. Lelaki bersurai pirang itu bergeser sedikit, memberi ruang untuk Kuroo duduk disampingnya.
Ranjang baru itu mereka beli dua hari yang lalu dari pak Kenta. Ranjang yang lebih besar sehingga Tsukishima dapat mengembalikan futon yang ia pinjam–curi–ke rumah kosong di atas bukit itu.
"Aku lelah," Kuroo menyenderkan badannya ke tembok. Matanya tertutup merasakan rasa yang semakin memenuhi tubuhnya.
"Kau sudah bekerja keras," puji Tsukishima singkat.
"Aku ingin menyender," Kuroo berkata sembari menatap Tsukishima penuh pinta.
"Kau sudah menyender," Tsukishima malah menjawab dengan raut wajah herannya. Ia berkata sebenarnya, tubuh Kuroo sudah bersender ke tembok, lalu apa maksudnya dengan bersender barusan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)
FanfictionAku menyukai musik. Seluruh hidupku aku habiskan untuk mendengarkan, mengapresiasi, mendalami, dan memahami musik. Aku dapat memahami musik lebih baik daripada siapapun, itulah yang kukira. Namun hidupku tidak bisa berdampingan dengannya. Sekeras ap...