Tsukishima duduk setelah mengambil pesanannya. Menunggu seseorang dengan tenang. Sesekali mengecek ponselnya, memeriksa apakah Kuroo mengiriminya pesan.
Tidak aneh bagi Tsukishima menghabiskan akhir minggunya sendiri. Pekerjaan Kuroo tidak mengenal batas waktu. Bahkan hari libur pun biasanya Kuroo gunakan untuk rapat dengan beberapa pihak.
Kei tidak keberatan, jika memang itu pekerjaan Kuroo. Namun, terkadang ia berharap Kuroo bertanya padanya. Sekedar basa basi menanyakan apakah dirinya ingin melakukan sesuatu atau ingin pergi ke suatu tempat, bersama.
Orang yang ditunggu Kei sudah datang. Wajahnya terlihat lebih lelah dari biasanya. Sangat tidak cocok dengan wajah dewasa dari Akiteru.
Pria itu menghela nafas beratnya, menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis. Tak menyangka setelah lama tak bertemu dengan sang adik, akhirnya dua saudara ini kembali bertemu. Dengan kondisi yang banyak berubah.
"Kau mau memesan apa?" tawar Kei.
"Apa saja," jawab Akiteru. Membiarkan adiknya tersebut berlalu menuju konter pelayan.
Matanya tak lepas dari pria jangkung itu. Memikirkan bagaimana bisa sang adik dengan mudahnya menghilang dari pengawasannya–dan juga ibunya, beralasan berkuliah di luar kota, bekerja dengan tekun–terkadang mengirim sejumlah uang. Lalu menghilang.
Tidak terdengar lagi kabar tentangnya. Semakin panik karena tiba-tiba saja Yamaguchi menelponnya dan menanyakan apakah Kei ada di rumah. Lalu, kekhawatiran itu perlahan menghilang. Sampai akhirnya benar-benar sirna.
Ia mengenal sang adik lebih baik dari siapapun. Menghilangnya Kei bukan kali pertama. Ia yakin jika adiknya tersebut sedang melakukan sebuah perjalanan demi menghapuskan rasa penasarannya, lalu akhirnya ia akan kembali. Seolah tak pernah terjadi apapun.
Dan benar saja.
Setelah satu tahun lebih Kei tak memberi kabar. Sebuah surat muncul di kotak surat rumah Akiteru. Mengatakan, menceritakan, memohon maaf dan mengabari seluruh cerita yang Kei alami selama satu tahun kebelakang.
Dan mengenai rencana pernikahannya.
"Apa dia tak datang?" tanya Akiteru. Menyesap minuman panas yang diberikan Kei.
"Tidak, dia sibuk," Kei menggeleng.
"Bagaimana kabarmu?" kali ini suara ceria Akiteru terdengar. Berusaha mencairkan suasana canggung diantara mereka.
Kei tersenyum tipis, sampai Akiteru pun tidak menyadarinya. "Aku, lebih baik dari sebelumnya," jawab Kei.
Akiteru tersenyum sembari mengangguk-angguk kecil. "Lain kali pulang kalau ada waktu, ibu sangat merindukanmu."
Kei mengeratkan pegangannya pada cangkir di hadapannya. Tidak tahu kenapa, tetapi rasa sesak mulai menghimpit dadanya.
"Ibu tidak akan marah dengan semua keputusanmu," ujar Akiteru. "Dia hanya ingin bertemu denganmu. Ajak juga dia."
"Dia–punya nama," Kei berujar cepat. "Tetsurou, namanya Tetsurou."
Akiteru menyesap minumannya sebelum menjawab, "Tetsurou? Aku akan mengingatnya."
Lalu hening.
Meskipun Akiteru datang kesini dengan tekad yang kuat, tetapi ketika melihat kondisi Kei saat ini, membuat dirinya sedikit melemah. Ada rasa tak suka ketika melihat sebuah cincin melingkar di jemari sang adik.
Bukan, bukan karena dirinya iri atau bahkan tidak setuju dengan keputusan sang adik. Hanya saja, selama ini Akiteru melihat Kei sebagai sosok adik kecilnya. Ingatannya tentang Kei yang berumur lima tahun tak dapat hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)
FanfictionAku menyukai musik. Seluruh hidupku aku habiskan untuk mendengarkan, mengapresiasi, mendalami, dan memahami musik. Aku dapat memahami musik lebih baik daripada siapapun, itulah yang kukira. Namun hidupku tidak bisa berdampingan dengannya. Sekeras ap...