Inception

155 22 0
                                    

Hari itu langit terlalu cerah untuk dinikmati hanya dengan duduk di kursi panjang sembari melemparkan tatapan kosong yang tertuju pada ombak yang bergulung-gulung. Entah apa yang lelaki muda itu pikirkan. Tidak ada sedikit pun rasa dalam dirinya, namun ia jauh dari kata sedih ataupun kesepian.

Kuroo yang sekarang sudah sah menjadi penduduk di kota kecil itu memiliki kebiasaan baru, pagi sampai siang ia akan diam dan tidak bergerak seperti patung. Barulah siang hari sampai malam hari ia bekerja di sebuah toko kelontong terbesar di kota tersebut. Ia memiliki kemampuan komunikasi yang diatas rata-rata, tidak sulit baginya untuk mendapatkan kehidupan baru dikota ini.

Beberapa lansia yang tinggal diatas bukit selalu meminta bantuannya untuk membawakan barang belanjaan mereka. Sepulang dari rumah mereka, Kuroo selalu membawa sekantong permen atau makanan manis lainnya. Terkadang mereka menggoda pemuda itu, terkadang sebaliknya.

Seorang juragan yang entah sejak kapan menjadi teman dekat Kuroo memberinya pekerjaan di toko tersebut. Meskipun pekerjaan Kuroo bukan hanya sebagai pramuniaga, namun juga sebagai kurir, Kuroo merasa senang dengan semua ini. Rasanya, ia bisa menghabiskan harinya hanya dengan melakukan ini.

Sepulang sekolah, beberapa anak-anak yang memakai celana pendek, menggendong tas mereka, dan menggunakan topi yang menutupi setengah wajah mereka selalu datang dan berkerumun di toko kelontong tersebut. Itu merupakan hal baru yang terjadi di kota tersebut. Beberapa orang tua dari anak-anak tersebut selalu bertanya, apa yang membuat mereka berkerumun dan diam di toko kelontong tersebut. Mereka selalu menjawab,

"tuan penjaga toko memberi permen dan selalu bermain gitar."

Kuroo yang kewalahan dengan tip dari para lansia selalu membagikannya kepada anak-anak yang pulang dengan pipi yang kemerahan mereka. Karena ia selalu membawa gitar akustik miliknya, anak-anak yang pada dasarnya memang selalu penasaran, memintanya untuk memainkan beberapa lagu khas anak-anak.

Setiap harinya mereka meminta dinyanyikan lagu yang judulnya selalu berawalan "Kodok". Kuroo tidak mengerti apa itu, namun setelah belajar dari beberapa pelanggan ia mulai mahir menyanyikan lagu anak dengan berbagai jenis judul "Kodok" tersebut.

Seperti yang dikatakan sebelumnya. Hari itu terlalu indah untuk dihabiskan dengan hanya duduk diatas kursi panjang kesayangannya. Ia memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan meregangkan tubuhnya ogah-ogahan.

Beberapa perahu nelayan sudah bertambat. Suara para nelayan pun terdengar saling bersahutan. Beberapa orang mulai mendekati perahu tersebut dan mulai terjadi perdebatan kecil. Kuroo tidak terlalu mengerti apa yang mereka perdebatkan, namun melihat mereka berinteraksi tak pernah gagal membuat Kuroo tersenyum.

Saat ini ia menghuni rumah yang bertempat di lantai dua sebuah kedai makanan. Harga sewanya cukup terjangkau dengan penghasilan yang Kuroo dapatkan dari pekerjaannya menjaga toko. Namun, tentu saja tidak pernah sebanding dengan kediamannya di kota besar sana.

Kedai makanan ini buka selama 24 jam. Menyediakan dari mulai sarapan sampai makan malam. Tak pernah sepi oleh para pelancong yang mungkin sama-sama hilang seperti Kuroo. Meskipun ada hari-hari tertentu Kuroo merasa terganggu dengan suara berisik dari lantai bawah, namun Kuroo menikmati hal tersebut. 

Jauh lebih nikmat dibandingkan keributan di kota sana.

Saat ia berjalan melewati jendela besar yang berada di kedai tersebut. Ujung matanya menangkap siluet seseorang yang tidak aneh baginya. Ia memiliki jaringan yang luas, namun bukan berarti ia kesulitan mengingat seseorang. Social butterfly. Itulah julukannya.

Senyumnya sumringah ketika sekelibat nama seseorang melintas di pikirannya. Dan ia yakin bahwa nama lelaki berkacamata itu adalah Tsukishima Kei. Lelaki paling kikuk yang pernah ia kenal.

Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang