Ini adalah akhir bagi kisah ini. Kisah dua orang yang kehilangan arah dan hampir saja mati ditekan oleh beratnya kehidupan modern yang terlalu cepat untuk mereka tapaki.
Dituntut oleh satu pihak yang beralasan demi kebaikanmu, meskipun itu artinya ia harus rela kehilangan kesenangan. Atau tersiksa karena menemukan dirinya terjebak dalam kehidupan sosial yang terlalu menakutkan.
Kini mereka menjalani kehidupan kedua mereka di tempat yang sama. Tempat yang pernah membuat mereka ketakutan setengah mati. Namun kini, mereka menemukan satu sama lain. Mengandalkan satu sama lain. Menguatkan satu sama lain.
Bukan kisah yang romantis dan penuh dengan bualan atau buaian. Namun kisah yang terlambat disadari dan dikalahkan oleh ego diri. Setelah mereka tersadar, masing-masing diantara mereka kembali mencari.
Disinilah mereka. Berdiri menghadap sebuah figura besar yang membingkai sebuah foto yang benar-benar dibenci oleh satu pihak. Sedangkan pihak lain malah mengangguk-angguk dan tersenyum bangga.
"Aku tidak mau memasangnya."
"Ini bagus kok."
"Aku terlihat menyeramkan."
"Kau terlihat... Indah."
"Sialan."
***
Kenma kembali duduk di kursi seharga ribuan yen itu dengan kaki yang diangkat. Earphone sudah terpasang di telinganya. Begitupun dengan rambut yang ia ikat asal-asalan.
Jika saja ia keluar rumah sekarang, maka semua orang akan mengira bahwa ia adalah seorang gelandangan. Memakai celana olahraga merah yang sudah bolong disana-sini dan hoodie belel yang sama bolongnya dengan celana olahraga itu.
Sedangkan di lemarinya tertumpuk beberapa pakaian bermerk, Kenma lebih memilih untuk memakai pakaian lusuh yang seharusnya sudah dibuang sejak lama. Beralasan karena nyaman.
Kesehariannya tak pernah berubah. Bangun siang hari, makan siang merangkap sarapan, berjalan ke minimarket hanya untuk menggerakkan kakinya agar tidak kaku, dan kembali duduk seharian di depan empat monitor.
Dua bulan lalu, ia menyewa seorang pegawai yang akan datang dua hari sekali. Mencuci pakaiannya, menyapu dan mengepel lantainya, atau bahkan memotong rumput di halaman rumahnya.
Sesekali mereka mengobrol santai–itupun yang mengawali adalah pria muda yang disewa oleh Kenma. Tertawa dan saling bertukar pikiran, sebodoh apapun pikiran itu.
"Selamat siang Kenma-san," sapa pria berambut terang itu.
Masuk ke dalam rumah orang lain seolah rumah itu adalah miliknya. Tak menunggu jawaban dari pemilik rumah, ia segera membereskan beberapa pakaian yang tercecer di lantai, memasukkannya ke dalam mesin cuci yang mulai bergetar pelan.
Beralih pada kamar si pemilik rumah. Membuka jendela demi mengeluarkan udara pengap dari dalam kamar. Mengganti seprai dan menumpuknya di depan mesin cuci yang masih bergetar pelan.
Tak mau menunggu, pria itu segera mengambil vacuum cleaner dan menyalakannya sembari sesekali bersenandung pelan. Mengelilingi rumah demi membersihkan lantai yang padahal masih terlihat mengkilap. Mengepelnya tanpa mau menghiraukan keberadaan sang pemilik rumah yang duduk bersila diatas kursi mahal dan menatap monitor lamat-lamat.
Hari semakin sore ketika pria muda itu selesai dengan semua cuciannya. Menjemurnya sebentar dan duduk seolah menunggu jemuran itu, tepat di bawah pakaian yang berkibar karena angin musim panas menerpa mereka. Berjongkok dan menengadah. Bersenandung dan memejamkan mata.
Menikmati pekerjaan mudah dengan bayaran lumayan.
Meski waktu sudah menunjukkan pukul lima, namun sorot matahari masih terik. Matanya semakin terpejam rapat. Masih enggan beranjak dari posisinya yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangled (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)
FanficAku menyukai musik. Seluruh hidupku aku habiskan untuk mendengarkan, mengapresiasi, mendalami, dan memahami musik. Aku dapat memahami musik lebih baik daripada siapapun, itulah yang kukira. Namun hidupku tidak bisa berdampingan dengannya. Sekeras ap...