4. Rumput Kelima: Harsa Abhisar

42 4 0
                                    

"Mama itu belahan jiwa Harsa yang berharga, Harsa gak mau kehilangan mama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mama itu belahan jiwa Harsa yang berharga, Harsa gak mau kehilangan mama."

Happy reading

Hidup Harsa itu naik turun, tentu kehidupan semua orang juga begitu. Namun Harsa berbeda, naik turunnya seolah sering, begitu rumit seperti roller coaster.

Tahun demi tahun tentu Harsa lalui, ia selalu rindu saat dahulu di mana mamanya masih sehat, sebelum kanker mematikan menyerang.
Ia ingat ketika dulu masih bisa bercanda gurau dengan mama, bapak yang ikut melontarkan lawakan receh, juga dirinya sendiri yang hobi menjahili kakak perempuannya dengan mengambil makanan jatah sang kakak.

"Sa, kok pisang goreng di meja berkurang ya?" Mama Harsa baru saja keluar dari dapur dan menghampiri Harsa yang sedang berada di ruang tengah menonton televisi.

"Harsa gatau mak," jawab Harsa dengan tatapan tetap pada televisi. Keringat muncul di pelipisnya, ia takut rahasia terbongkar.

"Sa, kalo ada yang ngomong itu tatap dong, jangan gak natap, gak sopan." Mamanya semakin menghampiri Harsa yang tak kunjung menatap. "Kamu kok keringetan? Kamu gak lagi bo—"

"Tadi si cigem masuk mak, Harsa liat ke arah dapur," Harsa segera menatap mamanya dan mengelap keringat di pelipisnya. "Harsa habis main juga, makanya keringetan."

"Cigem? Siapa?"

"Itu..., ucing gembrot. Kucing gang yang hidup liar nan makmur, badannya gendut hampir sama kayak betis bapak."

"Omonganmu itu loh Sa."

"Kenapa?"

"Kadang suka bener."

Tawa cekikikan terdengar di ruangan itu. Harsa itu memang suka bercanda, tidak jauh berbeda dengan bapak. Candaan yang ada di dalam rumah itu sudah mereka maklumi dan biasa, tidak ada yang dimasukkan ke dalam hati hingga menjadi sakit.

"Yaudah atuh kalo gitu, mama mau bikin lagi pisang gorengnya. Itu punya teteh kamu."

Mamanya langsung bergegas pergi ke dapur, mengambil beberapa buah pisang dan terigu juga bahan lainnya. Harsa sendiri menarik nafas lega setelah mamanya pergi ke dapur, untung saja sesi interogasi hanya singkat.

"Untung gak ketahuan."

Harsa mengelus dadanya dengan lega. Usut punya usut, Harsa sendiri yang mengambil jatah pisang goreng milik sang kakak perempuannya. Ia tahu ia sudah mendapat jatah tadi pagi, tetapi setelah ia pulang bermain di siang hari ia merasa lapar dan mengambil pisang goreng milik kakaknya yang begitu menggiurkan. Jika ketahuan mengambilnya, bisa-bisa mamanya menjewer telinga Harsa, dan parahnya jika sang kakak yang mengetahui maka bisa saja terjadi peperangan antar saudara.

Tetapi memang nasib Harsa yang sedang beruntung, kakaknya tidak mengetahui. Sedari pagi sang kakak berdiam di dalam kamar, bukan nolep juga bukan kaum rebahan, kakaknya itu sibuk mengerjakan tugas sekolah.
Kakak Harsa itu perempuan yang rajin juga tekun dalam belajar, mirip seperti mama dan jauh dari Harsa juga bapak. Kakaknya selalu mengutamakan tugas sekolah daripada yang lain, tetapi dia masih manusiawi, berkumpul dengan keluarga tetaplah paling utama.

7 ProblematicsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang