6. Rumput Ketiga: Reyhan Rahardian

32 4 0
                                    

" Jikalau kelahiran saya gak pernah diinginkan, lantas mengapa saya harus terlahir ke dunia?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Jikalau kelahiran saya gak pernah diinginkan, lantas mengapa saya harus terlahir ke dunia?"

•Happy reading•

"Reyhannn," panggil seorang nenek dari arah dapur. "Ambilin buah mangga kayak biasa nak."

"Di mana nek?"

"Kok nanya di mana? Ya biasalah di Pak Janu, kembarannya Pak Jepriyadi."

"Ohh di si om tu–"

Reyhan tak berani melanjutkan ucapannya tepat ketika neneknya mengangkat pisau juga cabai. "Ngomong sekali lagi nenek cabein mulut kamu."

"Iya nek Reyhan pergi. Assalamu'alaikum." Reyhan langsung pergi meninggalkan neneknya.

Ia menuju ke pasar tempat Pak Janu berjualan. Neneknya itu berjualan rujak juga buah yang sudah dipotong, sumber buah sendiri dibeli dari Pak Janu—orang yang Reyhan sebut sebagai 'om tua'. Bukan tanpa alasan Reyhan memanggilnya seperti itu, katanya karena memang sudah tua dan ketidaksukaan Reyhan terhadap Pak Janu.

Pak Janu itu licik, terutama kepada ia dan neneknya yang merupakan orang miskin. Reyhan tidak suka karena setiap kali neneknya membeli buah pasti diberikan kualitas yang buruk, padahal neneknya sudah memesan lebih awal beserta uang yang pas. Pak Janu memanfaatkan ketidakberdayaan nenek Reyhan yang sudah tua.

Reyhan yang bermulut pedas sangat ingin melawan, tetapi neneknya selalu melarang.

"Jangan gitu sama orang yang lebih tua."

"Kita cuma rakyat jelata yang terkadang harus rela menerima ketidakadilan."

Dua kalimat itu sering neneknya ucapkan kepada Reyhan. Reyhan mendengarkan ucapan neneknya tetapi ada sedikit rasa tidak setuju dalam hatinya. Memang tidak boleh berlaku sembarangan terhadap yang lebih tua, tetapi setiap manusia mempunyai harga diri. Orang-orang di pasar yang kaya seperti Pak Janu suka mencurangi orang miskin karena dianggap lebih rendah. Reyhan pernah belajar di sekolah bahwa setiap manusia sederajat, mau kaya ataupun miskin. Tetapi sepertinya orang-orang di pasar itu tidak menyerap ilmu di sekolah dengan baik.

Dengan langkah kesal Reyhan berhenti, ia melihat kebun Pak Janu di mana pohon mangga yang ada telah panen. Terlintas ide di kepalanya. Ambil saja buah yang di kebun, sama-sama buah dan jauh lebih segar. Reyhan merogoh saku celananya dan mengeluarkan kantung plastik, ia akan memanjat pohon dan mengambil buahnya. Tak masalah, nanti ia akan beritahukan Pak Janu dan nenek.

"Hiji tambah hiji, dua. Dua tambah hiji, tilu." Reyhan menghitung dan memasukkan satu persatu buah mangga.

Disaat ia tengah mengambil buah, ada 3 orang anak yang memperhatikannya sembari memakan es krim.

"Kok asik ya dia di atas sana," Sinta si anak perempuan mengomentari.

"Ya gapapa, silaturahmi sama tempat lahirnya," Boni si anak lelaki menimpali.

7 ProblematicsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang