"Pak, saya bukan pembunuh."
•Happy reading•
"Nan," panggil ibu kantin.
"Ya, bu?"
Ibu kantin merogoh uang dari sakunya beserta mengembalikan wadah kosong bekas gorengan Nanda.
"Gorengan kamu emang selalu laku, wajar sih soalnya pake resep Nek Ayu," jelas ibu kantin. "Tapi, Nan. Agaknya sekarang ini pembeli agak bosen, kamu gak ada niatan jual yang lain?"
Nanda berpikir sejenak. Ya, sudah cukup lama ia hanya menitipkan gorengan itu-itu saja di kantin, bisa saja pembeli bosan. Buktinya sekarang gorengannya masih ada sisa.
"Hmm mungkin nanti Nanda pikirin bu."
Setelahnya Nanda pun keluar. Ya, begitulah sebelum pulang. Nanda selalu mengambil uang hasil dagangan yang ia titipkan di kantin sekolah. Semenjak neneknya tiada, Nanda yang meneruskan berjualan gorengan, caranya ia titipkan di kantin sekolah.
Di depan gerbang, Nanda bertemu keempat temannya. Mereka asik bercanda ria, kecuali Harsa yang menatap dirinya serius.
"Yuk pulang!" ajak Aji.
Sepersekian detik kemudian datanglah Pak Shaidan. "Ayo, Nan," ucapnya.
"Loh? Ke mana Pak?" tanya Fano.
"Diajar khusus," jawab Pak Shaidan.
Semuanya mengangguk paham.
"Semangat, Nanda!" ucap Cakra.
Ucapan Cakra itu membuat semuanya terkejut. Baru kali ini Cakra seperti itu, biasanya ia tidak peduli. Cakra hanya akan berbicara ketika merespon perkataan dari mereka yang membuat emosi.
"Hehhe, makasih," jawab Nanda. Ia senang jika Cakra mendukungnya, awalnya ia takut jika Cakra menganggap dirinya sebagai saingan.
Di sisi lain, Harsa menatap Nanda serius. "Kamu..."
Nanda menggeleng. "Nggak Sa, kita gak main dulu hari ini. Saya harus belajar dulu."
"Yaudah, ayo!" Pak Shaidan pergi bersama Nanda.
"Main?" Fano bingung. "Perasaan kita jarang main, cuman kadang-kadang doang Nanda pulang bareng kita."
"Fano gatau? Katanya Nanda tuh jualan setiap pulang sekolah," tutur Aji.
"HAH??" perkataan Aji mendapat respon aneh dari teman-temannya.
"Kamu tahu darimana?" Harsa bertanya.
Aji diam sejenak, "Gatau jelas sih, tapi kata tetangga sering liat Nanda di pasar."
Ketiga anak itu pun melangkahkan kakinya menuju jalan pulang. Cakra terdiam, agak sedikit aneh dengan suasananya. Biasanya jika ada Nanda pasti ramai tak karuan, tak jarang mereka jadi pusat perhatian orang-orang yang lewat karena Nanda. Namun, kalaupun tak ada Nanda, biasanya Harsa yang akan aktif. Tapi sekarang, Harsa terdiam, ia hanya berbicara basa basi. Entahlah ini normal atau tidak, Aji dan Fano terlihat santai.
"Sa, kamu sakit?" Fano tiba-tiba saja mendekat dan menyentuh dahi Harsa.
Harsa merasa risih, ia menghindar dari Fano. "Sehat wal'afiat, kenapa?"
"Fan, kita gak lewat pohon jambu kan?" tanya Aji.
Cakra linglung, baru saja tadi damai kenapa sekarang malah berulah.
Fano berpikir sejenak, mengingat-ingat apakah tadi melewati sebuah pohon jambu. Setelah berpikir mata Fano terbelalak. "Jujur, anjeun saha!(kamu siapa)"
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Problematics
أدب الهواةHidup kalian seperti apa? "Semuanya berantakan, gak ada yang mulus," begitu jawab mereka. Kisah mereka yang tidak semulus itu dibalut dengan canda tawa ria. Gunanya sih buat nutupin berantakannya itu. Istilah singkatnya mereka pake topeng. ~~•~~ ...