5. Rumput Keempat: Fano Gentala

37 4 0
                                    

"Fano mau jadi lelaki baik, yang gak membuat perempuan nangis apalagi melukai perempuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Fano mau jadi lelaki baik, yang gak membuat perempuan nangis apalagi melukai perempuan."

•Happy reading•

Kata orang, rumah itu tempatnya kita mendapat kehangatan. Tempatnya kita melepaskan lelah dan berlindung. Namun bagaimana jika justru sebaliknya? Rumah malah menjadi tempat sumber masalah, sumber kelelahan, juga sumber kesakitan sendiri, tidak ada perlindungan, hanya ketakutan yang dirasa.

Itu semua terjadi kepada seorang anak yang bernama Fano Gentala. Seorang anak lelaki yang merupakan teman Nanda dan memiliki satu adik perempuan.

Fano dengan adiknya berbeda umur 2 tahun. Pada awalnya, hubungan keluarganya baik-baik saja, ia merasakan keharmonisan. Setiap hari sang mama akan memberikan bekal makanan untuk sekolah, lalu ayahnya mengantar ia pergi. Ketika libur ia dan keluarga akan pergi menghabiskan waktu bersama dengan hal sederhana seperti pergi ke taman ataupun memasak resep masakan baru. Namun sejak Fano menginjak kelas 5 SD, semuanya berubah. Keharmonisan itu hilang, tergantikan dengan ketakutan yang menyelimuti. Fano hanya tahu bahwa keharmonisan itu hilang diakibatkan oleh pengkhianatan.

"Mama gak masak lagi?" Tanya Fano dengan tenang ketika pulang sekolah. Ia melihat adiknya tengah meringkuk ketakutan di bawah meja. Ia menarik adiknya dengan lembut agar keluar.

"Gimana mama mau masak kalau ayah aja gak makan di rumah?"

Kalimat yang dilontarkan adiknya membuat Fano terdiam. Ia paham akan situasinya. Mungkin seperti biasa, ayahnya pergi kepada wanita lain.

"Kamu duduk dulu di meja, kakak ada roti sisa waktu istirahat kelas, kamu makan dulu sambil nunggu kakak masak." Fano meletakkan tasnya di meja makan dan mengeluarkan roti sisa yang masih dapat dimakan.

"Kakak lebih butuh," adiknya menolak roti yang diberikan Fano. Ia paham jika kakaknya lelah sehabis sekolah, lebih membutuhkan roti itu sebagai energi.

"Umur kakak lebih tua dari kamu, otomatis lebih kuat. Gak masalah kalau gak makan."

Adiknya tersenyum simpul, kalimat itu sering dilontarkan sang kakak. Ia merasa kakaknya egois terhadap diri sendiri, lebih mementingkan orang lain padahal dirinya sendiri sedang sekarat. "Kak, meskipun umur kakak lebih tua dari Fina, kakak itu tetap masih anak-anak. Kakak masih sekolah dasar, sama kayak Fina. Keadaan kakak saat ini juga rapuh, jangan terlalu memaksakan diri hanya karena posisi sebagai seorang kakak, kakak harus sayang sama diri sendiri."

Fano terdiam, ia mengerti dengan kekhawatiran Fina--adiknya. Fina memanglah lebih muda darinya, tetapi tidak memungkiri bahwa pemikiran adiknya juga bisa dewasa diakibatkan keadaan yang menimpa mereka.

"Justru karena aku kakak kamu, kakak lebih mentingin kamu. Kalo ada apa-apa sama kamu, kakak yang luka Fin, kamu yang kakak punya dan bisa nemenin kakak di keadaan kacau begini." Fano mengelus surai adiknya dengan lembut. "Sekarang kamu makan aja rotinya. HAP!" Fano mendekatkan rotinya ke mulut sang adik dan tidak ada penolakan, adiknya memakan roti tersebut.

7 ProblematicsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang