16. Nostalgia

30 4 0
                                    

•Happy reading•

Sedari dulu Nanda dan teman-temannya saat bulan puasa punya tradisi bersama. Yaitu ngabubur beurit alias ngabuburit. Tradisi dimana mereka akan pergi bersama sore-sore membeli takjil.

Biasanya Nanda hanya akan pergi berempat yang beranggotakan Harsa, Fano, Aji, dan dirinya. Jika sedang tidak bersama mereka maka Nanda bersama anak-anak pasar yakni Reyhan dan Shaka sekalian mencari keuntungan seperti biasa. Namun akhirnya Nanda kedatangan anggota baru yakni Cakra.

Pertama kali datang ternyata arah rumah Cakra melewati daerah gang rumah Nanda. Tak jarang jika pulang atau dalam beberapa kesempatan mereka bertemu.

"Ngitungin apa Nan?" tanya Harsa.

"Ngitungin dosa kamu," jawab Nanda santai.

"Pake apa sampe bisa kehitung dosanya?"

"Mata batin," Nanda menjawab.

Jangan dianggap serius, Nanda itu hanya menghitung uang receh untuk membeli takjil.

"HAHHAHA muka kamu putih banget," Nanda tiba-tiba saja tertawa mengagetkan Harsa. Siapa yang tidak tertawa, penampilan Harsa sangat lucu, mukanya putih dengan taburan bedak yang tak rata. "Itu muka atau donat? Kayak donat yang ditaburi gula tepung." Nanda masih aja tertawa dengan penampilan Harsa.

Harsa cepat-cepat menepuk-nepuk wajahnya, menghapus juga meratakan bedak yang ada di wajahnya. Sebenarnya Harsa sudah jarang dibedaki oleh mama, kebiasaan itu sudah tidak dilakukan karena Harsa merasa dirinya sudah besar dan malu untuk dibedaki. Namun tadi ia dibedaki oleh Teh Helena dengan embel-embel akan diberikan tambahan uang jajan.

"Kita jadi kan ngabubur beurit?" Harsa mengalihkan topik.

"Jadi, tapi ini lagi nunggu yang lain. Nunggu Cakra juga, katanya dia ikut aja sekalian ngenalin kehidupan sekitaran sini."

Nanda dan Harsa setia menunggu, tadinya ingin menjemput Cakra tapi harus putar arah. Repot kalo kata Harsa, alhasil ia menunggu saja sembari saling adu debat dan jahil dengan Nanda.

"Itu mereka!" Harsa menunjuk.

"Untung yang jemput anak baik, coba kalo kalian? Dikira Cakra mau diculik mungkin," Fano datang langsung mencibir.

Saat menjemput Cakra sedang bersama mamanya. Mamanya sangat ramah, berbanding terbalik dengan Cakra yang cuek bebek. Mama Cakra berpesan untuk pergi dengan hati-hati.

"Iya deh anak bageur(baik)," Harsa menjawab.

🌱

Mereka sampai di pasar sore yang jaraknya tidak terlalu jauh. Ada banyak barang dagangan yang dijual, Cakra sendiri cukup takjub karena pertama kali. Biasanya untuk berbuka puasa akan ada mama yang memasak atau ia sekeluarga akan pergi makan di mall.

Dari banyak barang dagangan yang ada, yang membuat Cakra tertarik adalah kelomang.

"Kamu mau beli itu?" tanya Aji. Ia memperhatikan binar mata Cakra ketika menatap kelomang yang dijual.

Cakra menggeleng, "Itu kenapa kelomangnya dikasih nafas buatan?"

hah..

hah..

Cakra menatap dengan aneh, penjualnya memberi nafas buatan, anak-anak yang membeli juga melakukan hal yang serupa.

"Itu biar kelomangnya bangun, keluar dari cangkang," jelas Aji. Mereka hanya menatap pedagang kelomang dari jauh, takut jika mendekat disangka akan membeli.

7 ProblematicsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang