Minggu, 22 Oktober 2023.
Tepat ketika fajar mulai terlihat, Theta menghirup udara segar sambil sesekali merenggangkan tubuhnya di balkon. Terlepas dari segala sesaknya aktivitas manusia, udara subuh menjelang pagi merupakan udara terbaik untuk menyegarkan pikiran dan hatinya. Secara teknis, udara subuh belum bercampur baur dengan berbagai polusi udara. Sementara secara spiritual, udara subuh juga belum bercampur baur dengan nafasnya orang-orang bermuka dua dalam artian tertentu. Itulah apa yang Theta percayai dari sedikit banyak hal yang pernah ia pelajari.
"Sambil jogging sepertinya boleh juga. Mungkin Ina-..."
Ucapan Theta tertahan dengan lidahnya yang seperti baru saja tergigit, terbesit untuk melatih staminanya kembali dengan bantuan Inaya seperti dulu. Namun dengan cepat ia membantah dirinya sendiri dengan menggeleng kepalanya cepat. Keadaan sudah tidak lagi sama, seharusnya ia sadar akan hal itu.
Tok! Tok! Tok!
Spontan Theta menoleh ke arah pintu kamarnya dengan tatapan waspada setelah mendengar suara ketukan itu. Mendatangi seseorang di jam-jam seperti ini tentunya bukanlah hal yang biasa.
"Theta...." Panggil seorang wanita pelan.
Mata Theta seketika melebar karena mengenali suara itu. Ia langsung melepas kewaspadaannya, dan segera membukakan pintu. Tepat di hadapannya kini, ia akhirnya bisa bertemu kembali dengan wanita yang ia khawatirkan keberadaannya selama ini.
"Asih. Ke mana saja ka-..."
Ucapan Theta seketika tertahan dengan Asih yang langsung memeluknya erat dan menempelkan wajahnya di dada Theta. Theta tertegun tidak tahu harus merespons seperti apa. Ia merasa dipeluk oleh kembalinya anak kecil yang telah lama tersesat. Mencoba melepas pelukan itu pun, Asih justru memeluknya semakin erat hingga sulit untuk dilepaskan.
"Sih... aku akan mendengarkan jika kamu mau cerita." Kata Theta pasrah, kemudian Asih mengangguk pelan dengan tetap memeluknya erat.
"Terima kasih... sudah menolongku, Ta..." Kata Asih sedikit gemetar. "Aku minta maaf... karena selalu menghilang tiba-tiba tanpa aku sadari."
"Ya... tidak apa-apa, Sih. Yang penting kamu baik-baik saja saat ini." Kata Theta sambil mengelus kepala Asih pelan.
Asih tersenyum singkat, namun perlakuan baik dari Theta justru membuatnya tidak bisa menahan isak tangisnya.
"Soal ingatanku... aku mulai mengingat berbagai hal secara sekilas. Tapi... terlalu sulit bagiku untuk memahaminya...."
"Contohnya?"
"Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, bahkan nama asliku pun tetap tidak terlintas. Tetapi semakin banyak yang aku ingat... aku semakin takut... aku takut dengan jati diriku... aku juga takut kehilangan kamu, Ta...." Kata Asih terisak.
"Tunggu... aku tidak begitu paham. Apa yang sebenarnya kamu ingat?!" Tanya Theta menggebu-gebu.
Asih menggeleng kepalanya pelan di dada Theta. Ia kemudian mundur melepas pelukannya. Dengan kedua pipinya yang sudah dibasahi air mata, ia menatap Theta sayu dengan senyuman yang tampak ia paksakan.
"Agar semua itu tidak terjadi..." Kata Asih berjalan mundur mendekati pintu. "Maaf... aku harus pergi lagi. Selamat tinggal...."
"Asih!" Panggil Theta mengejar Asih yang langsung berlari meninggalkannya.
Ketika Theta mendekati area lift, ia yakin Asih tidak menggunakan lift karena angka lift yang ditunjukkan saat ini begitu jauh dari lantai 7.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith in You : The Seeker
FantasyKehidupan yang kamu dambakan itu... Dengan mudahnya lenyap tepat di hadapanmu, Tidak ada harganya lagi. Frustrasi? Depresi? Bukan... Kata-kata tidak dapat mewakili perasaanmu kala itu, Bisa hidup setelah semua itu terjadi pun... Sungguh merupakan su...