"Bangunlah...," kata Theta membangunkan Juna tepat jam 3 subuh. "Ayo kita bicara di balkon."
Juna yang tampak masih sedikit terkantuk menuruti permintaan Theta. Sambil mengusap kedua matanya ia langsung menggigil ketika berada di balkon.
"Kenapa harus di luar sini, Pak? Apa anda tidak merasa kedinginan?" tanya Juna menggigil.
"Udara segar menjernihkan pikiranmu. Ayo," kata Theta sambil menunggu untuk menutup pintu balkon. "Sekarang beri tahu aku, apa semalam kau melihat seseorang selain kita berdua saat melawan sekumpulan monster?"
"Mmm... ada, tapi itu sebelum kita melawan para monster itu. Saat aku mengikuti anda, aku berhenti sejenak melihat seseorang dari kejauhan berdiri di atas tiang lampu. Ia hanya mengangguk kepadaku lalu pergi begitu saja. Kalau anda tanya bagaimana wajahnya aku tidak tahu pasti, karena dia menggunakan penutup mulut dan tudung yang menutupi kepalanya," jawab Juna panjang lebar.
"Mengangguk?" tanya Theta terfokus pada reaksi orang tersebut.
"Ya. Aku rasa itu semacam kode untuk terus mengikutimu, Pak. Dan benar saja, tidak begitu lama aku mendengar suara tebasan pedang oleh anda dan monster-monster itu," lanjut Juna dengan memperagakan kejadian itu.
Theta berpikir bahwa orang itu yang melakukannya, tetapi yang membuatnya bingung adalah reaksi yang orang itu berikan kepada Juna. Motifnya menjadi aneh, antara orang itu adalah kawan atau lawan bagi Theta dan Juna.
"Baiklah, soal orang itu sudah cukup. Sekarang apa yang kau tahu soal monster-monster itu?" tanya Theta menguji pengetahuan Juna.
"Seperti yang kubilang kemarin, untuk pertama kalinya aku melihat monster seperti itu. Aku berlatih memanah dengan sasaran buatan dan hewan buruan, sementara kemarin itu merupakan suatu tantangan baru untukku. Tidak aku sangka monster itu benar-benar ada," jawab Juna begitu ekspresif.
"Monster itu tidaklah benar-benar monster, mereka diciptakan oleh kreasi si ahli sihir. Dengan kata lain, wujud mereka adalah kehendak dari penyihir itu sendiri yang membuatnya," kata Theta menjelaskan yang sebenarnya.
Juna mencoba mengingat-ingat dari awal saat ia bertemu Theta sampai apa yang dibicarakan Theta sekarang. Hal yang terbesit di pikirannya adalah sihir menjadi poin yang selalu muncul saat ia bersama Theta.
"Apakah anda seorang Penumpas Sihir?" tanya Juna mencoba menebak-nebak.
Sekilas Theta tersenyum tipis, namun senyum itu hanya terlihat sekejap saja.
"Tidak juga, aku hanyalah seorang pemuda yang ikut terbawa arus takdir kepada persoalan ini," jawab Theta kemudian beralih menghadap ke pemandangan kota. "Tapi..., ini bukanlah keinginan awalku. Impian dan harapan... dulu aku memilikinya."
"Apa yang terjadi?" tanya Juna perlahan kehilangan sifat energiknya.
"Semua berawal dari sebuah ikatan..." Tiba-tiba Theta mengeluarkan benda yang biasa ia bawa, ia menggenggamnya hingga bergetar dan menatapnya dengan tajam. "Dan belati ini..."
Juna yang melihat ekspresi Theta pun kini tidak mampu berkata apa-apa. Seakan Juna menahan diri untuk tahu beban apa yang Theta pikul di masa itu hingga ia menjadi seperti ini. Theta tidak lagi melanjutkan ceritanya, begitu pula dengan Juna yang berhenti bertanya.
Suasana seketika menjadi hening, perlahan Theta menyimpan belatinya kembali. Ia menghela napasnya sejenak, kemudian kembali memasuki ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith in You : The Seeker
FantasyKehidupan yang kamu dambakan itu... Dengan mudahnya lenyap tepat di hadapanmu, Tidak ada harganya lagi. Frustrasi? Depresi? Bukan... Kata-kata tidak dapat mewakili perasaanmu kala itu, Bisa hidup setelah semua itu terjadi pun... Sungguh merupakan su...