Setelah semua mengisi amunisi kita pun kembali melanjutkan perjalanan ke puncak gunung Ciremai atap tertinggi sejawa barat, trek yang kita lewati sekarang benar-benar berbatu dan tanpa pepohonan
Jadi langit seperti benar-benar berada diatas kepala kita, luar biasa bukan
Karena jalur pendakian yang berbatu, aku dan tim yang paling depan tidak terlalu jauh jaraknya, karena memang kita harus hati-hati terutama tim yang paling depan agar tidak berpijak dibatu yang akan longsor kebawah, dimana hal itu akan membahayakan orang yang berada dibawahnya
“Cong, awas cong” kata Febi memperingatiku dan Hanung jika ada batu-batuan kecil yang longsor kearahku dan Hanung
“Wiihhhh” gumamku ketika berhasil menghindari batu yang mengarahku
Karena tidak adanya pohon-pohon tinggi disepanjang jalur pendakian, angin yang berhembus cukup kencang, hawa dingin ditambah angin kencang perpaduan yang sangat cocok bukan
Beberapa kali hidungku pun mengeluarkan cairan bening karena dingin yang aku tahan, membuatku sedikit hilang fokus dari jalur pendakian
“Hati-hati Dytha” kata Hanung memperingatiku karena aku tergelincir karena batu yang aku pijak tidak kuat menahan bobot tubuhku
“Tengkyu mas” ucapku ke Hanung karena telah menahan tubuhku agar tidak jatuh
“Wait Mas” kataku memilih untuk istirahat sejenak karena sepertinya hidungku sedikit tidak bisa terkontrol
Febi terus melanjutkan perjalanan karena dia tidak tahu aku yang memilih berhenti sejenak, tapi dari sini aku masih bisa melihat tim depan yang sepertinya akan sampai di pos pendakian selanjutnya
“Kamu bawa masker gak Dytha?” Tanya Hanung sambil mengatur nafasnya
“Yaahhh, enggak Mas” kataku
“Habis pos selanjutnya jalurnya sudah berpasir dan berbatu” kata Hanung memberi tahu “Pakai masker buff saya dulu biar terhindar dari pasir” lanjutnya sambil melepas buff yang ia lilit ditangannya
“Mas Hanungnya bagaimana?” tanyaku ini beberapa kali aku merepotkan Hanung untuk meminjamkan barang-barangnya
“Ini” kata Hanung sambil menunjukkan masker buff yang berada dilehernya yang tertutup oleh jacket hijau army yang dipakainya
“Mas tangannya dingin banget, jadi gak enak nih pakai sarung tangan mas Hanung” kataku ketika Hanung memakaikan buff ke leherku dan tangannya menyentuh kedua pipiku
“Gak papa Dytha” kata Hanung tersenyum agar aku tidak merasa bersalah
“Gantian nih mas Hanung pakai dulu biar gak kedinginan” kataku memberi solusi
“Gak papa Dytha” kata Hanung lagi sambil merapihkan rambut panjangku yang tertiup oleh angin, sentuhan macam apa ini kok hati bersorak bergembira
“Mas itu tangannya dingin loh nanti kalau ada apa-apa bagaimana” kataku sedikit khawatir, ya khawtir kalau ketua open tripnya kenapa-kenapa nasib semua orang bagaimana
“Kalau begini bagaimana?” Tanya Hanung menautkan tangannya ke tanganku yang berbalut sarung tangan membuatku tubuhku bereaksi seperti tersetrum, yaiyalah bor ini tangan belum pernah ada yang sentuh seperti ini setelah 4 tahun aku putus dengan mantan pacarku saat aku kuliah “Kamu gak kedinginan begitupun dengan saya, bagaimana?” lanjut Hanung menyadarkan ku
“Hhhmmmm oke Mas” kataku singkat
“Mas Hanung Dytha pacarannya nanti kalau sudah sampai basecamp aja” teriak Febi yang berada diatas kita
“Si bencong ganggu momen aja deh” keluhku membuat Hanung terkekeh
Setelah kurang lebih 45 menit berjalan ditemani hawa dingin serta trek yang terus menanjak dan berbatu, akhirnya kami telah sampai di pos pendakian terakhir karena kurang dari satu jam lagi puncak gunung ciremai berada di depan kita
Ternyata pos goa walet, goa nya itu berada dibawah kita berdiri saat ini, sebenarnya di pos goa walet itu dulunya dijadikan tempat camp karena jadi peraturan sekarang tidak dperbolehkan lagi mendirikan tenda di pos ini
“Astagfirullah” ucapku kaget melihat sosok bayangan hitam besar yang berada dimulut goa, ngeri banget deh “Mas lanjut lagi yuk” ajakku ke Hanung untuk kembali berjalan menuju puncak
“Yang lain masih istirahat Dytha” kata Hanung
“Aku paling depan aja Mas” kataku yang masih takut karena tadi melihat sosok dimulut goa
Aku memilih untuk berjalan duluan meninggalkan yang lain serta Hanung karena tidak ingin melihat sosok mahkluk aneh yang membuatku takut, aku terus berjalan menjauhi kelompokku
Ku coba tarik buff Hanung yang berada di leher ku sampai ke hidungku untuk menghindari hawa dingin serta pasir dari trek yang aku lewati, seketika rasanya aku sedang mencium Hanung karena memang buff ini bau Hanung banget
Tanpa kusadari aku sudah berjalan jauh meninggalkan yang lain membuatku kembali ketakutan, walaupun hari sudah sedikit terang karena sebentar lagi matahari akan terbit, tetapi berjalan sendirian digunung seperti ini ngeri juga ya
Sambil menikmati suasana dingin aku berhenti sejenak di pinggir jalur pendakian sambil menunggu yang lain, kuperhatikan pemandangan disekitarku terdapat banyak tanaman bunga abadi alias edelwais, cantik satu kata untuk bunga edelwais ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Gunung : Gudytha & Hanung
RomanceBercerita tentang wanita bernama Alyena Cesna Gudytha yg baru pertama kali mengikuti acara open trip ke gunung berdasarkan iklan yg ia lihat ketika scroll tiktok yg diketuai oleh Hanung Pramudya yg setiap tahunnya pasti mengadakan open trip bebas u...