▼・ᴥ・▼
|
|
~~~~~
|
•
|
•Evan terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan karena ucapan adik-adiknya. Ia menatap memelas pada Sandra dengan tatapan seolah berkata,
"Jangan didengerin ya sayang, mereka masih bocil. "
Namun sepertinya Sandra tetap merasa kesal. Gadis dengan dress ketat berpotongan dada rendah itu hanya melirik sekilas ke arah pacarnya dan kembali memasang raut datar pada wajahnya yang sudah memerah entah karena marah atau malu, atau mungkin keduanya.
Evan tak kehabisan akal, ia meraih dompet dari dalam saku celananya dan mengeluarkan black card miliknya dari dalam benda persegi itu.
Evan memang paling tahu cara membujuk kekasihnya itu. Bertahun-tahun mereka bersama membuat Evan hafal dengan sifat dan watak Sandra. Ia juga paham betul jika Sandra sebenarnya adalah perempuan materialistis dan sangat gila harta.
Namun meski begitu, Evan tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Selagi itu bisa membuat orang yang disayangi nya bahagia dan ia masih sangat mampu kenapa tidak? Lagipula hartanya tidak akan habis hanya untuk menuruti semua kemauan kekasihnya itu.
huh.. memang Evan itu sangat naif dan bodoh jika berurusan dengan perempuan.
Sandra sampai speechless melihat kartu keramat itu berada tepat dihadapan nya. Ya, karena biasanya kartu itu selalu dipegang oleh mama Evan, tante Clara yang tak pernah menyukainya.
Jika saja Clara tidak menghalangi dan mau memberikan restu dengan mudah kepada mereka berdua, pasti sudah sejak lama Sandra memaksa kekasihnya itu untuk segera menikahinya.
Sandra tersenyum sangat lebar bergelayut manja dilengan kekar Evan. "Aaaa sayang.. kamu kok baik banget sih, aku jadi makin sayang deh sama kamu. "
Evan tersenyum membelai lengan sang pacar lembut sembari membisikkan kata-kata manis membuat Sandra semakin tersipu.
Mereka hanyut dalam keromantisan sampai lupa jika masih ada dua makhluk imut titisan intel sedang menatap jengah kearah mereka berdua.
"Ngel, nanti kita aduin te mama kaya biacana, oteee " Sindir Emel membuat Sandra kembali menekuk wajahnya.
Baru sebentar Sandra melayang ke langit ketujuh karena kata-kata manis kakaknya, lalu sekarang dia seperti dihempas jatuh ke rawa-rawa oleh kalimat pedas adik-adiknya.
"Otee Em, talok bica kita lebih-lebihin aja bial bang Papan didantung di jemulan cama mama hihihi " Jawab Angel lalu mereka terkikik bersama di bangku belakang.
Evan merasa lelah mendengar celotehan Angel dan Emel yang suka sekali mengancamnya.
Hebat sekali didikan mamanya bisa membuat adik-adiknya menjadi anak cerdas dan badas di usia empat tahun.
Padahal baru beberapa menit yang lalu mereka mengalami kejadian menegangkan.
Bukannya trauma tapi malah asyik menjahili Evan dan Sandra.
"Diem atau abang turunin kalian di pinggir jalan terus abang suruh ngemis biar abang semakin kaya. "
"Coba aja kalo belani. " Tantang Emel diangguki Angel.
Evan tak menghiaraukannya dan kembali menatap pada Sandra yang semakin merajuk padanya.
"Udah ya.. Mereka masih kecil, belum bisa bedain mana yang bener dan mana yang salah. " Hibur Evan lagi, seraya mencium puncak kepala gadisnya dengan sayang.
Emel dan Angel yang melihatnya lantas menutup mulut mereka berlagak ingin muntah.
Sandra yang masih terganggu dengan ucapan Emel dan Angel pun mencoba memaksakan senyumnya, lalu setelahnya perempuan itu meraih tangan hangat Evan yang tengah mengelus punggungnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempest of Love (REVISI DULU GUYS)
Teen Fiction"Nikah sama anak tante, maka otomatis kamu bisa keluar selamanya dari rumah itu. " "Hah? Ni-nikah? Diusia ini? " "Tante juga bisa lindungi kamu dari keluarga itu. Gimana? " Evandro Leonard Sanjaya... "Lo nggak usah mimpi buat dapetin hati gue. Jiwa...