▼・ᴥ・▼
|
|
~~~~
|
•
|
•
Lila masih asyik bergelung dengan selimutnya. Suara lantunan panggilan ibadah untuk mengawali harinya mengalun merdu menembus gendang telinga mengusik tidur gadis yang masih terlelap di sofa dengan kaki menjuntai ke lantai.
Walaupun sedang kedatangan tamu bulanannya, Lila sudah terbiasa bangun pagi. Jadilah sekarang ia terduduk sambil mengucek matanya yang terasa masih buram saat beberapa detik yang lalu dipaksa terbuka.
Hampir saja tubuh rampingnya kembali terhuyung jika tangannya tidak sigap berpegangan pada kepala sofa. Ya, sofa di apartemen Evan lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan sofa yang ada di rumah mertuanya. Lila harus bisa menjaga keseimbangan saat terlelap jika tidak ingin tubuhnya tiba-tiba menggelinding dan masuk ke kolong meja di depan sofa.
Lila mencoba meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Badannya rasanya remuk seperti habis melakukan latihan militer.
Bagaimana tidak, jika pria berstatus sebagai suami yang tak menganggapnya lebih dari seorang babu itu benar-benar merealisasikan julukan itu kepadanya.
Suami kejam itu tak tanggung-tanggung memperlakukan dirinya bak pembantu sungguhan. Lila jadi tahu alasan kenapa Evan menolak saat ditawari jasa pindah rumah oleh Clara. Ternyata sengaja menolaknya agar bisa menyiksa dirinya.
Belum selesai Lila melakukan pekerjaan yang pria itu titahkan sebelumnya, namun Evan sudah kembali teriak-teriak memanggilnya untuk tugas berikutnya.
Dan jangan lupakan semua omelan yang tidak berhenti keluar dari mulut pedas suami dakjalnya itu. Jika tidak memikirkan dosa, mungkin Lila sudah melompat dari jendela saking frustasi nya.
Gadis yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan yang dipakainya kemarin itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
Mencari sosok yang bertanggung jawab atas semua rasa pegal dan kebas diseluruh tubuhnya. Namun tak ada siapapun selain dirinya diruangan yang masih agak asing dimatanya itu. Jangankan mengganti baju, Lila bahkan tak sadar kapan ia mulai terlelap di atas sofa sampai subuh.
Lila melirik pada jam kecil diatas nakas yang menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia berjalan perlahan menuju kamar mandi untuk menghilangkan rasa lengket diseluruh tubuhnya karena Lila tidur dalam keadaan lelah juga berkeringat.
Ditatapnya cermin besar yang sukses menunjukkan wujudnya.
Lila menghela nafas gusar melihat pantulan dirinya yang sudah sangat persis menyerupai zombie dengan mata merah yang lelah, rambut acak-acakan bak singa, juga kantung mata besar yang menghitam seperti panda."Padahal baru hari pertama loh ini. "
"Aaaaaa! Aku bisa mati muda kalo terus-terusan kayak gini. " erangnya dengan tangan yang sudah menjambak rambutnya sendiri frustasi.
Ceklek
"Bu..babuuu! Udah bangun lo? Buruan bikin sarapan, gue mau joging! "
Lila melirik tajam kearah suara yang berhasil melenyapkan ketenanganya itu.
Membatalkan niat awalnya untuk mandi, Lila berjalan dengan langkah lunglai menuju dapur melewati Evan yang sempat terkejut melihat bentukan dirinya yang sangat kumal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempest of Love (REVISI DULU GUYS)
Teen Fiction"Nikah sama anak tante, maka otomatis kamu bisa keluar selamanya dari rumah itu. " "Hah? Ni-nikah? Diusia ini? " "Tante juga bisa lindungi kamu dari keluarga itu. Gimana? " Evandro Leonard Sanjaya... "Lo nggak usah mimpi buat dapetin hati gue. Jiwa...