▼・ᴥ・▼|
|
|
~~~~~
|
•
|
•Jam masih menunjukkan pukul 05.30 pagi dan di dalam kamar yang didominasi oleh warna abu-abu itu, terlihat seorang pria tengah berjongkok memandangi paras cantik yang masih terlelap dihadapannya.
Bias cahaya matahari pagi yang mengenai wajah gadis itu entah mengapa membuatnya semakin nampak mempesona.Namun lagi-lagi dan entah sudah yang kesekian kalinya, fakta itu ditepis kuat oleh pria seperti Evan yang memiliki gengsi setinggi mount Everest. Bahkan akal sehatnya mengatakan Lila lebih unggul dari segi apapun dibandingkan dengan pacarnya sendiri. Tapi seperti biasa hatinya menolak keras semua pikiran itu.
Gadis itu cantik, polos, dan menggemaskan secara bersamaan. Masih muda, ceria, dan penyayang adalah kombinasi yang sempurna. Jangan lupakan suara indah yang dimilikinya, sungguh pria normal manapun akan sangat mudah untuk jatuh hati pada gadis dengan feminin energi yang terpancar kuat seperti Lila. Namun tidak dengan dirinya.
"Cih! muka doang polos, dalemnya kaya sengkuni manipulatif banget. " desisnya sebelum berdiri meninggalkan Lila yang terlihat masih nyaman dalam tidurnya.
Tanpa pemuda itu sadari gadis yang sedari tadi terlihat meringkuk disofa itu sebenarnya sudah lama bangun dan mendengar semua perkataannya.
Terluka? tentu saja. Tapi ia sudah sangat terbiasa dan hampir kebal dengan mulut jahanam suaminya.Lila membuka matanya dan duduk dengan malas. Ia menatap kosong pada jendela kaca besar di depannya. "Bukannya sengkuni itu cowo? jadi kayaknya lebih miripan ke kamu deh van. " monolog gadis itu lirih, mencoba meluapkan sedikit emosinya.
🌹🌹🌹
Dimeja makan...
"Istri kamu mana? kok belum turun juga? harusnya sih cideranya udah sembuh ya, atau jangan-jangan.... "
Evan menaikkan sebelah alisnya tak paham dengan maksud mamanya."Nggak tahu ma, Evan nggak perduli juga mau dia salto, kayang, atau mau lompat dari jendela sekalian juga ga masalah. " jawab pria itu sambil mencomot potongan apel lalu memakannya dengan santai. Mencoba mengabaikan tatapan maut yang tengah dilayangkan oleh sang mama.
"Ooh, pengen cepet-cepet jadi duda ternyata anak kesayangan mama ini. "
"Oh iya jelas dong, coba mama bayangin, CEO Sanjaya Corporation Evandro Leonard Sanjaya sang duda muda tampan rupawan dan kaya raya. Siapa coba yang nggak mau sama Evan? "
Bukkkkk!
Tepat setelah Evan mengucapkan kalimat terakhirnya, sebuah sendok sayur besar melayang mengenai kepalanya.
"Ma! mulai deh KDRT nya. Sakit banget lagi. " keluhnya sembari menggosok-gosok belakang kepalanya.
"Siapa yang ngajarin kamu narsis begitu? mana si CEO muda yang katanya cool dan penuh wibawa itu hah? boong banget. Padahal aslinya bentukan jamet kuproy begini. " sinis Clara.
"Gara-gara si Lila lila le gong itu mama selalu menganaktirikan Evan. " jawabnya dramatis.
Angel menatap kakaknya itu prihatin.
"Abang yang sabal ya, walau abang nyebelin banet kita nda akan mengabang tili kan abang kok. Iya kan Mel? " Emel mengangguk mengiyakan.Sedangkan Evan sendiri hanya bisa cengo menatap kedua adiknya itu.
Duo bocil itu agak merasa kasihan melihat Evan di lempar sendok sayur oleh mama mereka tadi.
"Van, mama beneran nanya ini loh. Istri kamu masih sakit? " tanya Clara terlihat cemas.
Evan merasa muak terus ditanyai soal Lila. Ia menatap mamanya jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tempest of Love (REVISI DULU GUYS)
Teen Fiction"Nikah sama anak tante, maka otomatis kamu bisa keluar selamanya dari rumah itu. " "Hah? Ni-nikah? Diusia ini? " "Tante juga bisa lindungi kamu dari keluarga itu. Gimana? " Evandro Leonard Sanjaya... "Lo nggak usah mimpi buat dapetin hati gue. Jiwa...