10

1.3K 222 45
                                        

Chika dan Vian menunggu dengan cemas serta khawatir ketika Eve belum juga membuka kedua matanya sejak empat jam yang lalu. Keduanya sangat menanti Eve sadar untuk memastikan keadaan dia baik baik saja.

Dokter telah memeriska Eve, dan menurut dokter kondisinya baik dan hanya butuh istirahat total. Eve juga tidak di pasangkan selang infus. Hanya tinggal menunggu dia bangun dan jika anak itu tidak mengeluh sesuatu maka nanti dia bisa langsung di perbolehkan pulang ke rumah.

Vian menatap istrinya yang masih terpukul itu. Setelah Chika meninggalkannya bersama Eve, Eve tiba tiba jatuh pingsan dan membuat mereka khawatir. Bersyukur Eve hanya mengalami shok ringan dan di perbolehkan pulang.

"Jangan takut. Dia baik baik aja."
Ujar Vian. Dia mengusap bahu istrinya.

Namun seperti nya Chika sangat menyesal telah memarahi dan bahkan membentak Eve tadi. Makanya dia terus menangis sejak tadi.

"Yang sudah berlalu ya sudah. Kita ngga bisa putar balik. Untuk sekarang kita harus fokus sama kesehatan Eve. Itu yang penting."

"Aku takut. Takut untuk melihat dia bangun dan nantinya akan menyakitinya lagi."
Kata Chika sesenggukan.

"Setelah dia bangun, lebih baik kita ngga bahas masalah tadi, biar dia ngga inget lagi. Nanti kita ajak dia jalan jalan aja, ya ?."

"Aku takut, Vian."

"Husssh. Jangan takut. Ada aku disini. Kita hadapi sama sama."

Sekitar sepuluh menit, akhirnya Chika bisa tenang. Dia sudah tidak menangis lagi.

"Kamu ngga kasih tahu Jinan?."

"Buat apa ? Kan dia bukan lagi papanya Eve."

"Setidaknya dia pernah jadi papanya Eve. Dia juga pasti kangen sama anaknya."

"Mantan anak. Dia anak kamu Vian, bukan anak Jinan."

"Iya iya. Gitu aja di protes."

"Ya habisnya kamu pakai segala sebut nama Jinan. Aku tuh ngga suka."

"Kenapa ?. Ngga suka kenapa kamu nikahi dia dulu?."

"Itu karena emergency aja. Udah!! Jangan bahas itu lagi. Aku ngga suka."

"Iya iya. Maaf deh."

"Lagipula aku ngga mau sampai Jinan tahu kalau Eve sakit gara gara aku bentak dan aku kasih tahu dia kalau ternyata dia bukan anak Jinan. Aku ngga mau Jinan tahu itu. Jadi biarin dia ngga tahu."

"Aku ikut keputusan kamu. Tapi aku ngga akan melarang Jinan datang kesini setelah dia tahu Eve disini."

"Dia ngga akan tahu. Udah Vian, jangan bahas dia. Katanya kita harus fokus ke Eve!."

"Iya iya."

Vian akhirnya diam. Keduanya kembali fokus menunggu sampai Eve sadar.

Di waktu yang bersamaan Jinan tengah berada di cafe milik Cindy untuk makan siang. Memang aneh sih, ketika orang lain memilih makan siang dengan menu nasi dan lauk pauk, atau nasi padang, bakso, soto dan banyak menu makanan lainnya yang cocok di santap siang hari, Jinan justru memilih makan siang hanya dengan disert box yang di jual di cafe milik Cindy ini.

Napsu makannya tidak hilang, hanya beda haluan. Apalagi dia selalu ingat Eve jika tengah makan siang seperti biasa nya, karena di setiap jam makan siang, keduanya pasti akan makan bersama, entah di rumah atau di restoran. Jadi, makan siang di cafe milik Cindy adalah pengalihan dari ingatannya tentang Eve.

"Nan, mau nambah lagi ?."
Cindy kembali menghampiri meja Jinan ketika pelanggannya mulai sepi lagi.

"Ah. Udah cukup. Ini udah kenyang."

Will You Be My Mother ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang