Liam bangun dari duduknya, berjalan ke arah dapur meninggalkan Justin yang masih asik membaca bukunya. Tidak merasa terganggu karena sandaran kepalanya pergi. Justin memposisikan bantal sofa senyaman mungkin untuk sandaran kepalanya.
"Kau mau aku bawakan sesuatu?" tanya Liam dari dapur.
Justin bangkit dari posisinya menjadi duduk. Melihat Liam dari partisi penghubung antara dapur dan ruang tengah tempatnya bersantai.
"Bawakan jeruk yang di kulkas tolong" Jawab Justin.
Liam membuka kulkas dan mengambil satu mangkuk buah penuh jeruk. Berjalan dengan santai membawa dua kaleng minuman bersodan jeruk dari dapur.
"Masih membaca itu?" tanya Liam menunjuk buku tebal yang di peganv Justin.
"Emmm, mungkin nanti aku lanjutkan membacanya. Mau nonton sesuatu di tv? " kata Justin.
Tanpa menunggu waktu lama, Liam menyalaka tv dan mencari tonton yang sekiranya asik untuk di tonton berdua dengan Justin. Sedangkan Justin hanya melihat tv yang bergantk ganti Chanel tanpa tau arah tujuan, dengan mulutnya yang masih asik mengunyah jeruk yang dibawa Liam.
"Kamu hanya menggantj ganti chanelnya tanpa tau apa yang akan ditonton" Kata Justin protes, karena sudah lelah melihat chanel tv yang terus berganti ganti.
"memangnya kamu mau menonton apa?" tanya Liam.
"Entahlah, barbie mariphosa mungkin" Jawab Justin asal.
"Hahahaha kamu lucu" Ucap Liam mengusak gemas surai hitam milik Justin.
Justin hanya menekuk bibirny menggemaskan. Dan melihat itu Liam mendaratkan ciuman sinvkat di bibir Justin.
"Jeruknya manis" kata Liam berdalih.
"Kau curang" kata Justin.
Liam hanya tertawa melihat Justin yang menggerutu. Tv yang menyala hanya menjadi penyamar suara hujan yang turun dengan deras di malam ini. Liam dan Justin asik berbincang membahas saingan bisnis Liam yang sangat tidak menyukainya.
Malam semakin larut, hujan semakin deras. Kantuk menghampiri dua insan yang sudah berpindah dari sofa ke ranjang tempat tidur.
Hujan semakin deras. Pintu besar itu bergerenyit terbuka perlahan. Sepelan mungkin tanpa mau menimbulkan suara. Sesosok pria bertubuh tegao dan tinggi masuk kedalam dengan keadaan yang basah kuyup karena hujan.
Berjalan menaiki tangga, meninggalkan jejak air di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Wajahnya berkedut menahan emosi. Mata yang melotot tajam. Menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua. Membuka satu persatu pintu yang ada disana bermaksud mencari kamar pribadi sang empunya rumah.
Menggenggap erat pistol yang berisi penuh peluru.
Brakkk..
Pria besar itu mendobrak pintu kamar. Mengagetkan Liam dan Justin yang sedang terlelap dengan damai.Dorr..
Satu peluru bersarang di tepat dikaki Liam, merubah warna selimut putih itu menjadi merah."AAAA" Justin berteriak terkejut karena melihat kejadian sepersekian detik di depan matanya.
Nafasnya memburu melihat wajah orang yang di cintainya sedang berduan dengan pria lain yang sangat dibencinya.
Justin memandangnya dengan tajam. Seseorang dari masa lalu yang sangat tidak ingin di lihatnya kembali, kini berada tepat di depan matanya.
"Apa yang kau lakukan, kau gila Brian" teriak Justin marah kepada laki laki bernama Brian tersebut.
"Justin, kembalilah padaku, ku mohon" katanya memelas.
Sedang Justin tidak memperdulikannya. Tangannya megangi bagian kaki Liam yang mengeluarkan darah.
"Kau lelaki gila, PERGI KAU DARI SINI" teriak Justin marah.
Wajahnya memerah, sorot matanya tajam menatap Brian yang terlihat kecewa mendengar jawaban yang keluar dari mulut Justin.
"Kalau aku tidak bisa memilikimu, maka tidak ada yang bisa" kata Brian. Mengarahkan pistolnya ke jantung Liam.
Sekali tarikan, suara tembakan terdengar begitu nyaring. Menembus badan menuju jantung. Merenggut seketika nyawa seorang pria yang memeluk dengan erat.
"I love you" kata tetakhir Justin begitu lirih, dan sangat jelas terdengar. Begitu perih untuk di dengar di telinga Liam.
Senyuman yang begitu cerah namun begitu pilu untuk di lihat, begitu hangat namun begitu dingin secara bersamaan.
Tubuh yang hangat itu terasa sangat dingin, dengan otot otot yang menegang melihat kekasihnya yang mulai lemas tak berdaya di pelukan Liam.
Brian memantung melihat kejadian yang diluar dari banyangannya. Melihat Justin yang terkena tembakannya wajahnya menjadi pucat pasi, sedih di tinggalkan orang yang sangat di cintainya.
Liam memeluk erat tubuh Justin yang kaku. Air matanya mengalir deras, tidak terima ditinggalkan oleh kekasih hatinya. Brian yang melihat kesempatan itu, keluar melarikan diri dari kamar itu.
Dorrr...
Sebuah peluru bersarang tempat di kepala Brian, sesaat dia sudah berada di depan pintu berniat untuk kabur. Tubuhnya terjatuh, darah perlahan keluar dari bagian kemapalanya membasahi lantai.Liam berdiri dengan raut wajah marah memgang pistol yang barusaja diguakannya membunuh Brian yang telah membunuh belahan jiwanya. Dengan pikiran yang kalut Liam membakar rumahnya dan kembali kekamar. Memeluk jasad Justin erat. Suara pelatuk memekakkan telinga berdengung menembus setiap membran di swl otak.
"I LOVE YOU" terucap dengan lembut mencium pucuk kepala psangannya. Memeluk dengan hangat kedinginan.
"TIIDAAAAKKKKK" Teriak Frank saat melihat dengan jelas peluru itu, air matanya mengalir melihat tragedi didepan matanya.
Api semakin besar dan besar setiap saatnya. Membakar segalanya yang ada disekitarnya. Menyelimuti dua insan yang terlihat begitu romantis namun begitu memilukan.
Frank berpindah keluar rumah. Bersama sosok Liam dengan wujudnya yag tampan di sebelah Frank. Air mata Frank tidak berhenti melihat rumah besar itu sepenuhnya dilahap api, api yang sangat besar merah menyala.
"Kau bisa membantuku? " tanya Liam lembut menatap Frank, berusaha menghapis air matanya.
"Apa yang bisa ku bantu" jawab Frank yang masih tersedu sedu.
"Ada sebuah guci di bawah tangga masuk rumah, kau bisa taburkan abunya di sungai besar itu, itu tempat paforit kami semasa hidup" kata Liam menjelaskan maksudnya.
Frank pun menyanggupi permintaan Liam. Frank sangat tulus ingin membantu Liam, dan ketulusan hatinya itu disarakan oleh Liam.
"Mari ku antau kau kembali ke rumahmu" ucap Liam mengulurlan tangannya.
Frank menyambut tangan itu, tiba tiba sebuah cahaya kekuningan menyelimuti Frank. Berbeda dari sebumnya, rasanya tubuh Fank sangat ringan, terasa hangat dan nyaman. Membawa rasa kantuk sehingga Frank memejamkan matanya, menikmati rasa nyaman yang menjalar di tubuhnya.
"Jangan lupakan janjimu Frank" ucap Liam lembut dan hangat di pendengaran Frank.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNTOUCHABLE
Fiksi RemajaCerita ini hanya imajinasi gue yang dituangkan dalam bentuk tulisan untuk dibagi ke kalian semua. Mereka semua anak sma kecuali Mae Jennie. Bersekolah di sma paling elit di jakardah GMM INTERNATIONAL HIGH SCHOOL, yang isinya kebanyakan orang orang k...