TWENTY-SIXTH - ANAK ITU

94 15 0
                                    

Twenty-sixth

        "---Selamat pagi anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru dari Bandung."

Suara ribut kelas menandakan antusias semua orang yang ada di kelas itu. Apalagi yang lebih menyenangkan dari pada ada murid baru di sekolah kita. Lagi pula kelas Hani dan Gheo tidak pernah kedatangan murid baru semenjak tahun pertama. Kedatangan murid baru di semester akhir tahun Ketiga mengingatkan Hani tentang Gheo dulu.

"Sama kaya lo---" bisik Hani kedekat telinga Gheo yang sekarang menyunggingkan senyumnya.

"Menyenangkan!" Ucap Gheo dengan senyum liciknya.

Hani hanya mendelik sudah bisa menebak niat jahil Gheo, apalagi kalau murid itu perempuan pasti akan Gheo pacari tidak lebih dari seminggu.

Julukan Playboy di SMA ini memang cocok di sematkan untuk laki-laki itu. Kadang Hani juga tidak habis pikir kenapa dia bisa menyukai laki-laki seperti Gheo.

Suara langkah kaki terdengar memasuki kelas, Hani dengan segala ke kepo-an nya sudah memiringkan tubuhnya agar bisa melihat lebih awal ke pintu masuk ruangan.

Kaki yang pertama masuk di ikuti tubuh yang menjulang sudah memberikan jawaban kalau murid baru itu adalah seorang laki-laki.

"---Yes! Cowok." Hani melirik kearah Gheo menjulurkan lidahnya dan menggerakan jempol tangannya seolah mengejek laki-laki di sampingnya itu.

"Yaelah..." celos Gheo.

Hani menyunggingkan senyumnya merasa senang sekali bisa mengejek anak itu. Namun sedetik kemudian saat dia kembali memalingkan wajahnya ke depan kelas gadis itu terdiam membeku di tempatnya.

"---Anak itu!" Celos Hani dalam hati.

"---Nah anak-anak Nak Gilang ini baru saja pindah ke Jakarta karena orang tuanya di pindah kerjakan ke sini. Silahkan Nak Gilang perkenalkan diri." Guru itu tersenyum lebar menepuk pundak Gilang.

Suasana kelas tidak serame tadi, mungkin karena murid baru yang datang tidak seperti yang mereka bayangkan, Gilang terlihat seperti anak normal pada umumnya bahkan lebih terlihat culun dari pada anak-anak kota.

Tapi bisa Hani pastikan menggunakan mata jelinya itu bahwa Gilang berpotensi mengalahkan cogan yang ada di sekolah ini jika sedikit saja gayanya di rubah. Kulit laki-laki itu putih langsat khas orang Bandung dan rambutnya sedikit ikal.

Entah kenapa Hani tiba-tiba sudah memikirkan skenario di kepalanya untuk merubah anak itu dan membuat orang tercengang dengan bakatnya itu.

Nataline menyuruhnya mencari bakat, dan Hani sekarang mengetahui apa yang dia sukai sekarang. Yah, dia menyukai Fashion.

"---Hai teman-teman, perkenalkan nama saya teh Gilang, umur 17 tahun. Hatur nuhun." Ucap anak itu terlihat sangat gugup.

Anak-anak tertawa mendengar logat Gilang yang terdengar asing di sana. Begitu pun dengan Gheo yang tertawa terbahak-bahak.

"Sudah-sudah, kalian jangan membulli anak baru yah. Awas saja kalau ada yang ketahuan mengganggu Gilang." Ucap guru di depan.

"Nak Gilang boleh cari tempat duduk yang kosong yah!"

Gilang mengangguk.

"---Oke karena Bu Misya belum datang kalian boleh membuka pelajaran dengan membaca bab sebelumnya. Ibu pergi dulu." Guru itu hendak melenggang pergi dari sana.

Namun Gilang buru-buru menahan tangan guru itu.

"Kenapa?"

"Mau salam Bu---"

Lagi-lagi kelas tertawa melihat tingkah Gilang yang menurut mereka sangat kampungan.

🧩🧩🧩

"---Teh makasih yah udah nemenin aku!" Gilang tersenyum sumringah.

Dia pikir pertama kalinya masuk ke sekolah baru tidak akan ada orang yang mau berteman dengannya. Syukurlah dia bertemu dengan gadis yang dia temui kemarin di pasar malam.

"Teh? Jangan panggil gue gitu lagi, emang gue Teh kotak apa?" Ucap Hani kesal.

"Teteh itu yah Teteh, ehk maksud nya Kakak---Kalau dalam bahasa sunda!" Gilang menggigit bawah bibir nya.

"Tapi kan gue bukan senior lo---" ucap Hani melanjutkan jalannya.

"Gak papah atuh teh, lagian Gilang juga paling bontot waktu di sekolah dulu, baru ulang tahun kemarin." Gilang terkekeh. Sepertinya kebiasaan lama tidak bisa dia hilangkan ketika pergi ke kota.

"Aghk...., yaudah terserah lo, mau lo panggil gue teteh kek apa kek terserah---" kesal Hani.

Kalau bukan karena ide besarnya itu dia tidak akan mau mengajak Gilang mengelilingi sekolah.

"Makasih teteh---" cengirnya sekali lagi.

"Ouh iyah, ini ruangan BK." Tunjuk Hani.

Gadis itu kembali berjalan mendahului Gilang.

"Yang ini perpustakaan, dan sebelahnya gudang." Lanjut Hani.

"Wah--- Keren ruangannya."

Hani menghentikan langkahnya sehingga tanpa di sengaja Gilang sedikit menabrak tubuh gadis itu.

"Maaf teh---"

"Lo bilang ini keren?" Tunjuk Hani kearah gudang sekolah, di sana tempatnya barang-barang rusak dari lab di simpan.

"Iyah besar dan rapih, gak kayak di sekolah aku yang dulu---"

Hani menaikan alisnya. Kalau memang anak kampung bisa berkata seperti itu maka berita yang berlalu lalang di TV tentang sekolah yang buruk di desa itu memang ada.

Jika di pikir lagi, sekolah Hani memang cukup bagus meski tidak semewah High school seperti sekolah Nataline. Pantas saja Nataline betah di sekolah dan jarang bermain dengannya.

"Oke kita lanjut---" ucap Hani kembali berjalan menuju lapangan.

Sekarang sedang jam istirahat dan tentu saja banyak anak berlalu lalang di lapangan, entah untuk sekedar bermain atau menuju kantin sekolah.

Namun tidak heran kalau diantara mereka ada yang mengosipkan Hani, tentu saja karena Hani pun sudah terbiasa dengan hal itu. Gosip dan Hani dua hal yang tidak bisa di pisahkan.

"Tumben gak sama pawangnya?!"

"Kasian sekali anak baru itu, baru masuk udah jadi target jalang---"

"Tapi bagus deh yah, mereka cocok dari pada sama Tuan Muda Gheo Mastana."

Hani menghela napas kasar, dia tetap berjalan tidak perduli dengan hal itu. Seperti yang psikolog nya pernah bilang, orang yang berkata kasar juga orang yang memiliki luka, itulah mereka berkata kasar.

Namun tidak bagi Gilang, laki-laki itu sedikit terganggu dengan bisik-bisik di kanan dan kirinya.

Bahkan Gilang tidak berhenti ber-istigfar mendengar kata-kata frontal yang terdengar oleh telinganya.

"Teh, orang-orang di sini kok jahat yah?" Gilang merapatkan tubuhnya mendekati Hani dan memegang ujung lengan seragam gadis itu.

"Ha..ah--- baru tau lo? Hidup di Jakarta emang gini. Yang lemah mati duluan." Celosnya.

Gilang membulatkan matanya. Dengan siapa dia berbicara ini, jangan-jangan Hani pun bagian dari orang jahat itu.

"---Tenang aja jangan tegang dong, gue bukan orang jahat." Hani terkekeh.

Gadis itu mengelus rambut Gilang yang seperti seekor kucing ketakutan. "Gue bukan orang jahat. Tapi gue pernah menjadi orang jahat---" ucap Hani menyunggingkan senyumnya.

🧩🧩🧩

Note : jangan lupa vote dan komen yah :)

Makasih.

__LittleGrey.

It's alright, This is loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang