Thirty-ninth
•
"Ouh dia pulang minggu ini? Cepet banget, emang urusannya udah beres?" Tanya Nataline, wanita itu sedang selonjoran kaki di sofa sementara Hani duduk di bawah sofa beralaskan karpet tebal sedang menyantap cemilan di depannya.
"Gue juga gak tau, dia pengen cepet-cepet urus pernikahannya---"
Nataline terdiam, dia yang sedang memakan anggur meletakan buah itu kembali ke mangkuknya.
"Kamu beneran yakin?" Tanya Nataline untuk kesekian kali.
Hani mengangguk-kan kepalanya. "Dia orangnya baik, terlampau baik Nat. Mana mungkin gue bisa ninggalin dia."
Nataline terdiam. Hani benar juga, tetapi bukankah mengambil keputusan untuk segera menikah dengan laki-laki itu terlalu cepat. Bahkan Nataline bisa melihat bahwa Hani masih menyimpan perasaan terhadap Gheo.
"Pokoknya lo tenang aja, gue bakalan bahagia sama Kak Revan---"
Nataline mengangguk. Dia tidak bisa memutuskan hal apa yang bisa temannya itu lakukan sesuai kehendaknya. Tetapi Nataline tetap mendo'akan anak itu agar dapat menemukan rumahnya. Sebuah tempat untuk menetap bukan untuk berpindah-pindah.
🧩🧩🧩
"Lagi-lagi lo kesini? Gak takut jadi bahan gosip karyawan gue?" Tanya Ditya.
Bukan tanpa alasan Ditya berkata seperti itu, pasalnya Gheo sering datang ke perusahaannya hanya untuk curhat saja, tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Hal tersebut menimbulkan banyak gosip dikalangan karyawannya.
Apalagi seorang tuan muda seperti Gheo datang ke perusahaannya sudah menjadi angin segar bagi mereka yang melihatnya bahkan penampilan Ditya yang selalu di puja-puja itu sekarang terkalahkan.
Namun kekhawatiran Ditya bukan soal itu, malah itu bagus bisa membuat istrinya Nataline tidak lagi merasa cemburu saat dirinya di kantor. Ditya hanya khawatir karena terlalu dekat, Nenek laki-laki itu akan mencium bau persekongkolan diantara keduanya.
"---Keputusan gue itu, apa gue yakin dengan semua ini?"
Ditya menghela napasnya, sudah dia bilang semua keputusan apapun memiliki resiko masing-masing.
Yang pasti, apakah Gheo bisa menerima resiko itu atau tidak. Menikah dengan gadis yang di jodohkan dengan dirinya mungkin akan terlihat ideal, tetapi apakah Gheo bisa bertahan dalam hubungan tanpa cinta itu.
Melupakan seorang wanita bagi pria adalah tidak mungkin, dia akan selalu memikirkan cintanya itu. Keputusan untuk menikah dengan orang lain semacam melanjutkan hidup saja.
Itu yang Ditya rasakan selama hidupnya. Kalau tidak bertemu dengan Nataline mungkin dia akan menikah dengan siapa saja, hidup dengan penuh kekosongan.
"Kenapa lo keras kepala Yo? Tinggal balik badan kejar Hani lagi, bilang! Apapun yang terjadi lo masih ingin bertahan sama dia. Lo sekarang sudah mengambil alih perusahaan terbesar di keluarga lo, apa yang lo takutin--- tapi emang sih, kalau gue masih takut sama Nenek lo!" Ucap Ditya serius.
Wanita itu memang sudah tua bahkan memiliki banyak uban, tetapi pemikirannya tidak pernah tua bahkan setiap harinya terus bertambah pintar saja, sakit pintarnya dia bahkan bisa membunuh banyak orang yang tidak dia sukai termasuk keluarganya sendiri.
"Dia bilang mau nikah? Sama siapa? Sama cowok yang di Australia itu?"
"Namanya Revan---" ucap Ditya.
Gheo mengangkat dagunya. "Lo kenal dia?"
Ditya mengangguk, "dia pernah ikut seminar di salah satu perusahaan bareng gue---"
"Bagaimana menurut lo?"
Ditya menaikan alisnya. "Dia laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, hanya saja memang nasibnya kurang baik, tapi dia pekerja keras! Gue yakin, Hani milih dia karena hal tersebut. Di bandingin lo, dia sangat dewasa---"
Gheo terdiam mencerna kata-kata yang Ditya ucapkan. "Kalau saja waktu itu Hani gak nyerah---" celosnya.
Gheo tidak pernah mengatakan hal ini kepada Ditya, dia tidak pernah mengatakan kalau yang menyerah duluan adalah Hani.
Ditya terdiam sebentar sebelum akhirnya berdiri dari duduknya. Dia ingin mengatakan hal ini sejak lama, tetapi dia masih ragu, Ditya takut dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
"---Dia gak nyerah!" Ditya memegang pundak Gheo.
"Lo yang nyerah duluan, lo pecundang yang gak pernah bertanya dan mendesak Hani buat jujur. Lo tau kenapa dia pergi? Karena ngeliat lo sekarat waktu itu. Di bandingkan dengan takut kehilangan lo, Hani lebih memilih untuk menyerah, dan di banding liat lo sedih karena tindakannya, dia lebih memilih lo sakit karena kepasrahannya---"
🧩🧩🧩
Matanya berlinang air mata, Gheo berlari mencari gadis itu, dia benar-benar tidak percaya Hani menyerah karena takut Gheo mati pada saat itu.
Padahal Gheo sudah meyakinkan gadis itu bahwa Neneknya tidak akan mungkin bisa membunuhnya. Gheo yakin, mungkin orang lain bisa berpikir seperti itu, tapi Gheo mengenal Neneknya. Membunuh garis keturuan sama saja dengan membuat dosa besar, dan Neneknya sangat taat dengan adat istiadat kuno yang mungkin satu ini menyelamatkan Gheo dari kematian.
Gheo keluar dari lift lantai tempat apartemen Hani tinggal. Laki-laki itu mengusap air matanya dan menekan bel ketika berdiri di pintu apartemen Hani.
Klik...
Tidak berapa lama pintu terbuka, sosok gadis yang sangat dia cintai selama ini, Hani sedang berdiri tegak menatapnya dengan bingung.
Gheo tidak bisa menahan emosinya sendiri, kerinduan yang telah lama dia pendam dalam dirinya. Gheo langsung mendorong gadis itu masuk kedalam apartemen dan pintu pun tertutup.
Tanpa berbicara apapun, Gheo menyudutkan Hani dan tanpa ijin gadis itu, Gheo menciumnya dengan penuh nafsu.
"Lo..., lepas!" Ucap Hani disela ciuman yang laki-laki itu layangkan kearahnya.
Gheo mulai kehilangan akal, laki-laki itu bahkan sampai berpindah mencium leher Hani.
Hani tersentak, dia tidak tau apa yang terjadi kepada Gheo sehingga dia meledak seperti itu. Namun dengan sisa tenaganya, Hani mendorong Gheo keras sampai laki-laki itu jatuh kelantai dan menatapnya nanar.
"Lo apa-apaan?" Hani menatap nyalang laki-laki yang sekarang duduk di depannya.
Gheo menangkup wajahnya malu. Dia menangi, dia benar-benar menangis dengan saki sekarang.
Hani benar-benar bingung. Dia khawatir dengan Gheo, karenanya Hani dengan cepat menjongkok-kan dirinya dan menepuk punggung Gheo.
"---Lo berantem lagi sama Nenek lo?"
Gheo mengangkat wajahnya yang sudah tidak karuan. Pertanyaan yang sama, pertanyaan yang selalu Hani lontarkan dari dulu saat Gheo terpuruk dan hancur.
Tangis Gheo semakin pecah, laki-laki itu memeluk Hani erat, bahkan tidak memberi celah gadis itu untuk menghindar.
"Gue cinta sama lo, gue sayang banget sama lo Han, dan gue---gue sangat merindukan lo." Ucapnya tersegal.
Hani terdiam, gadis itu menjatuhkan tangannya lemas. Apa yang sedang terjadi, mengapa dia selemah itu hanya dengan mendengar kata-kata Gheo saja.
🧩🧩🧩
Note : jangan lupa vote dan komen yah :)
Makasih.
__LittleGrey.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's alright, This is love
Teen Fiction[ L.O.V.E SERIES - FICTION DEWASA MUDA ] ONGOING • [ Aku tidak pernah merencanakan akan jatuh cinta kepada siapa. Tapi jika bisa memilih aku ingin mengubah takdir dengan tidak bertemu dengan mu di kehidupan ini--- Cleo Hanindya Mahesa.] [ Cinta itu...