THIRTY-FIFTH - RESMI

126 14 0
                                    

Thirty-fifth

        Hani bisa melihat mata memerah dan berkaca-kaca dari laki-laki itu. Gheo bahkan memalingkan wajahnya tidak ingin Hani melihat kesedihannya.

"---Gue gak tau apa yang mau gue katakan Han, gue tau itu mimpi lo. Tapi kenapa gue juga gak rela lo pergi gitu aja."

Hani mengembangkan senyumnya. Dia tau akan jawaban yang Gheo ucapkan itu. "Gue ngerti, itu sebabnya berat buat gue kasih tau soal ini---"

Gheo mengangguk dan membalikan badannya kemudian memeluk Hani erat. "Tidak ada yang berubahkan?"

Hani menepuk punggung anak itu dan membalas pelukannya dengan erat pula.

Malam itu, entah berapa lama. Tetapi Hani hanya menghabiskan waktunya bersama Gheo melihat pemandangan alam yang ada di halaman Villa milik Gilang.

Kata orang masa kini harus lebih bisa kita nikmati tanpa memikirkan masa depan. Hani tidak tahu masa depannya seperti apa, apalagi memikirkan masa depan dirinya dan Gheo akan dibawa kemana. Yang pasti Hani tidak akan pernah menyesali keputusannya saat ini meski pun di masa depan dia akan terus berjuang untuk hidupnya.

🧩🧩🧩

Hari ini adalah hari terakhir Hani bekerja di Cafe itu. Gheo tidak datang menemuinya, kata Nataline beberapa hari ini Gheo jarang keluar rumah. Laki-laki itu juga kelihat murung di tambah dengan pekerjaan Neneknya yang sudah selesai di luar kota.

Jelas emosi Gheo tidaklah stabil, pasti Neneknya itu melarang Gheo untuk bermain-main di luar dan mengecamnya dengan berbagai pelaturan.

Diluar tampak ada mobil yang terlihat mewah terparkir begitu saja. Hani sedikit menengok keluar merengut tidak mengerti apa yang sedang di lakukan orang di dalam mobil itu sehingga menghalangi pemandangan Cafe nya.

Namun Hani mengenyahkan pikirannya itu dan lebih memilih beres-beres meja di hari terakhinya. Lagi pula Cafenya akan tutup sebentar lagi, untuk apa Hani memperdulikan orang itu.

Sementara di dalam mobil, terlihat wanita tua dengan pakaian kebayanya sedang menurunkan kaca mata hitam yang dia pakai sedari tadi.

"Benar ini tempatnya?"

"---Iyah Kanjeng Ibu!" Jawab supir yang berada di depannya.

Wanita tua itu menghela napas panjang sebelum akhirnya sedikit menyikap kebaya dan kemudian turun dari mobilnya perlahan.

"Tunggu sampai saya keluar dari sana---"

"Baik Kanjeng Ibu."

Wanita tua yang tidak lain dan tidak bukan adalah Srikandi itu berjalan dengan anggun menenteng tas di tangan kirinya.

Sebelum benar-benar membuka pintu Cafe, Srikandi menatap Hani dari depan kaca restoran. Srikandi menutup matanya sebentar, seperti yang dia duga. Gadis yang di sukai cucunya tersebut adalah gadis miskin yang bahkan tidak bisa merawat dirinya dengan baik.

Sebenarnya dimana pikiran cucunya itu sehingga bisa tergila-gila dengan sosok Hani yang miskin, punya jejak kriminal dan tidak cantik sama sekali.

Dari pada terus berbicara dengan pikirannya sendiri, Srikandi akhirnya membuka pintu Cafe dan seketika itu pula Hani menyadari ada yang masuk kedalam Cafenya.

Hani menghela napas, padahal ini sudah sangat malam, niatnya pulang cepat sepertinya tidak terjadi.

"Selamat datang di Cafe kami, selamat memesan---" Hani mengembangkan senyumnya menyambut tamu yang mungkin saja tamu terakhir yang akan dia layani sebelum berangkat ke luar negri.

It's alright, This is loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang