FIFTEENTH - PANDANGAN LAIN

92 14 1
                                    

Fifteenth

"G...gue mau ke kelas dulu Nat!" Ucap Gheo ragu. Dia masih melihat Hani yang menyembunyikan wajahnya di balik lutut kakinya.

Nataline mengangguk, dia juga tidak tau harus melakukan apa sekarang, jam pulang sekolah sudah berbunyi barusan, mungkin karena itu Gheo ingin mengambil tas mereka.

Namun sebelum laki-laki itu beranjak pergi dari sana tiba-tiba pintu UKS terbuka menampak-kan sosok Ridwan yang berdiri di ambang pintu.

"Tidak perlu--- kalian semua akan kembali ke kelas!" Ucap Ridwan menghampiri keberadaan mereka.

"Tapi Wan...?" Nataline khawatir.

Ridwan menatap Nataline dan mengangguk-kan kepalanya seolah dia mengatakan bahwa dia akan menyelesaikan semuanya.

"Ayo bangun--- banyak kerjaan yang harus kita lakukan. Lo dah janji sama gue mau bantu nyebarin brosur buat pementasan nanti. Lo yakin kan akan dapet adek kelas paling banyak dan bikin kelas kita jadi pementas terbaik tahun ini?" Tutur Ridwan.

Hani tidak bergeming sama sekali. Gadis itu terus saja menunduk seakan tidak mendengar apapun.

"Ayo ikut gue---" Ridwan mencekal tangan gadis itu sehingga Hani mau tidak mau mengangkat kepalanya.

"Gue gak perduli Wan, gue gak mau kesana...!"

Ridwan menghela napas kasar namun malah menarik Hani lebih kencang lagi sehingga gadis yang duduk di ranjang itu mau tidak mau turun menyeimbangkan dirinya.

"Wan gue gak mau---!" Kesal Hani sambil terus mengusap air matanya.

"Heh Ridwan jangan bawa dia!" Teriak Gheo yang mulai mengejar Ridwan bersama dengan Nataline.

Namun Ridwan tidak mendengat dan dia terus menyeret Hani sampai ke ruangan kelasnya.

Brukk...

Pintu yang di dorong keras membuat banyak pasang mata langsung menatap kearah depan kelas.

Ridwan melepaskan cengkraman tangannya terhadapa Hani tepat setelah Gheo dan Nataline sampai disana.

"Ridwan lo---!" Kata-kata Gheo tertahan kata tangan Ridwan terangkat seolah menghentikan omelan yang akan anak itu lontarkan.

"Dengar semuanya...! Liat dia." Tunjuk Ridwan kearah Hani.

Gadis itu mematung dan dengan wajah sembab-nya dia bisa melihat berbagai macam ekspresi dari teman-teman sekelasnya.

"Kalian liat dia sebagai apa?"

"Apapun itu yang di katakan Sherafin dan di sebarkan Caca itu hanya rumor saja. Kalau pun memang benar memangnya kenapa?"

"Apa gadis ini pernah nyelakain kalian? Apa hidup kalian susah karena latar belakangnya? Lihat dia sekali lagi---" Ridwan menatap nanar kearah Hani yang sekarang merasa bingung dan merasa sangat malu.

Hani merasa inilah akhirnya. Dia tidak akan lagi punya keberanian untuk kembali ke sekolah.

"Dia teman kita! Dia--- yang meski sering membuat masalah selalu membantu gue tanpa gue sadari. Begitu pun dengan lo Sherafin--- dia yang diam-diam bilang ke gue kalau gue jangan bilang ke guru kalau lo di bully karena nanti lo bisa aja malu. Lo juga Ca! Lo lupa kalau gak karena dia lo mungkin akan terjerumus dengan mantan sampah lo itu..."

"Pikirkan lagi! Apa anak dari seorang wanita yang mungkin kurang baik dulunya sama tidak baiknya dengan wanita itu?"

"Teman-teman! Kita masih di bangku SMP, apa yang kita cari? Apa tugas kita? Kita hanya perlu belajar, bermain dan tentu saja saling mengsuport satu sama lain, bukan mengurusi latar belakang keluarga kita."

It's alright, This is loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang