Part 29 - Andai Semuanya Terkuak Lebih Cepat

476 92 144
                                    

"Kenapa lo ikut?"

Kirana yang tengah menggigit kuku-kuku jarinya itu spontan menoleh. "Apa?"

"Kenapa lo ikut ke sini? Lo gak lupa, kan? Siapa yang udah bikin lo kayak sekarang?"

Malvin menatap Kirana dengan serius, sedang yang ditatap malah menunduk. "Pada akhirnya, gue tetep gabisa bohongin hati gue, Vin."

Sekarang Malvin mengerti, Kirana sudah jatuh pada kubangan pesona Derran. Tapi di lain sisi, Malvin juga mengerti bahwa Kirana tak sepenuhnya memaafkan Derran, Kirana seperti dilanda kegundahan, membenci dan mencintai Derran di waktu yang bersamaan.

"Kayaknya lo belum cerita tentang kejadian tadi," ucap Malvin, Kirana kebingungan, memang ia harus bercerita tentang apa? Di persekian detik, akhirnya Kirana paham apa yang dimaksud oleh Malvin. Ini pasti perkara kericuhan yang terjadi di rumahnya tadi.

"Mereka bukan orang tua kandung gue," jawab Kirana. Ia menjelaskan semua kronologi kejadiannya, entah mengapa hanya dua orang yang selalu membuat Kirana merasa nyaman ketika bercerita. Yang pertama adalah Ellena, dan yang kedua adalah Malvin.

"Jujur, gue gak bisa berkata-kata. Hidup lo terlalu rumit buat gue pahamin, sekarang lo bisa lebih lega, kan? Bisa lepas dari kekangan mereka."

Kirana menunduk. "Mereka memang bukan orang tua gue, meskipun gue selalu dapat perlakuan gak enak sama mereka dulu. Rasanya masih bimbang buat ninggalin mereka, tapi setelah dipikir-pikir lagi ... Gue gak bisa ninggalin orang tua kandung gue. Walaupun hanya sebentar, gue bisa merasakan kehangatan saat di sekitar mereka."

Malvin mengagguk, semua keputusan berada di tangan Kirana bukan? Tetapi, ada satu hal yang membuat Malvin penasaran. Rasanya berat untuk bertanya, tapi ia harus menanyakan hal ini.

"Gimana kandungan lo, Ran?"

Mata Kirana membola, jadi ... Malvin sudah mengetahuinya ya? Ia tersenyum getir. "Baik, kayaknya ...."

Malvin sadar, ada nada keraguan di sana. Malvin menatap langit-langit rumah sakit, mengehela napasnya panjang. "Pilihan lo kedepannya apa?"

"Gak ada pilihan lain selain gugurin bayi ini, Vin. Meskipun Derran mau tanggung jawab, gue gak bisa. Masa depan gue masih panjang, gue juga gak mungkin keluar rumah dengan keadaan perut yang membuncit, gue pengen raih impian gue. Kalo dia ada ... Dia bakal halangin jalan gue buat raih itu semua," jawab Kirana. Rasanya berat untuk memilih, ia terlalu banyak memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk.

"Tapi lo tahu, kan? Derran rela kayak tadi demi anaknya ... Dan ... Demi lo." Malvin terpaksa mengatakan yang sebenarnya pada Kirana, rasanya permasalahan mereka terlalu rumit. Akan tetapi, Kirana tak memberi respon dengan perkataan Malvin.

"Lo pengen tahu sesuatu, gak?"

Sepertinya perkataan Malvin kali ini cukup membuat Kirana penasaran, melihat bagaimana Kirana sekarang menatap Malvin. Tapi setelahnya Kirana berusaha biasa saja, Malvin mengerti jika sebenarnya Kirana ingin tahu.

"Derran sebenernya gak benci sama lo."

Berhasil, mata Kirana kini menatap Malvin. Sorot matanya kebingungan, "maksud lo?"

"Masalah Claudy, pelakunya udah ketemu kok. Pelaku yang sebenarnya adalah pelayan yang waktu itu minta tolong ke elo, dia salah satu musuh orang tua Clau. Dan jadiin lo kambing hitam biar bisa lepas dari tuduhan, tapi cuma Derran aja yang rasanya gengsi buat minta maaf sama elo."

"T-tapi ...."
" ... Kalo misal dia udah gak benci gue, kenapa malam itu?"

"Dendam, dia dendam sama Nyokap lo, Ran." Malvin bercerita tanpa menatap Kirana, cowok itu menatap lurus ke arah pintu ruangan di mana Derran dirawat.

"Derran, dia anak hasil kecelakaan ... Sama kayak bayi yang hidup di rahim lo. Tapi kisah dia beda, Bokap dia gak mau tanggung jawab atas perlakuannya sama bundanya Derran. Mereka memang sepasang kekasih, namun sangat disayangkan, Bokap Derran lebih milih selingkuhannya dari pada tanggung jawab sama bayi yang dikandung bundanya Derran."

"Lo ...." Belum sempat Kirana melanjutkan ucapannya, Malvin sudah memotong pembicaraan terlebih dahulu.

"Lo pengen tahu siapa selingkuhan Bokap Derran?" tanya Malvin. Kirana menggeleng pelan, ia tak mengerti.

"Yurika."

Seketika itu, Kirana berdiri dari tempatnya. "Lo jangan bercanda!"

"Muka gue kelihatan kalo lagi bercanda? Itu alasan kenapa Derran ngerasa dendam sama lo. Tiap lihat lo ... Dia ngerasa lihat Nyokap lo, Ran. Dendam dia terlalu besar sampai ngelakuin hal menjijikkan waktu itu, di dunia ini ... Derran cuma punya Bundanya, orang terhebat yang Derran punya."

"Tante Rossa namanya, dia wanita terhebat yang Derran punya. Ketika dunia menatapnya kotor, Tante Rossa memilih buat tetap pertahanin bayinya. Merelakan semuanya hancur demi darah dagingnya. Dan sekarang ... Lo bisa lihat Derran tumbuh dengan baik, kan?"

" ... Gue salut sama dia, dia rela masuk RS buat mempertanggungjawabkan perbuatannya sama lo. Janjinya seumur hidup adalah buat gak jadi kayak bokapnya, dan dia berusaha untuk itu. Dia tahu rasanya hidup tanpa seorang Ayah, dia juga gak mau lihat lo bernasib kayak Tante Rossa, Kirana."

Tanpa Malvin sadari, air mata Kirana lolos begitu saja. Terisak pelan, merasa terlalu banyak kejutan hari ini. Ternyata cinta tak cukup untuk mengetahui bagaimana hidup Derandra sebenarnya.

"Dia udah berusaha buat hilangin rasa benci itu, tapi mendengar lo pengen gugurin darah dagingnya ... Mungkin rasa benci dia ke elo semakin bertambah."

"Tapi gue gak tahu, respon Derran nanti pas dia tahu kalo lo sebenarnya bukan anak kandung Yurika. Mungkin dia akan dilanda rasa bersalah yang semakin besar ke elo," imbuh Malvin. Sedangkan Kirana, ia merasa sesak di dada. Andai semua ini terungkap lebih awal, andai ia lebih cepat mengetahui kebenarannya. Semua masalah rumit ini tidak akan terjadi, semuanya pasti berjalan baik-baik saja.

****

Suasana mencekam kini tengah menyelimuti kediaman Rendy, Pras tanpa disangka membawa sang Pengacara. Rendy tentu saja merasa ketakutan, ia tak ingin bernasib malang dengan mendekam di penjara.

"Jadi, ada yang ingin kalian sampaikan?" tanya Pras.

"Baik, saya mengaku! Kirana memanglah bukan anak saya, s-saya terlalu naif sampai menukar bayi saya waktu itu ...." Yurika menarik lengan Rendy, ia tak siap untuk jujur.

" ... Saya dan Istri saya merasa marah saat tahu anak kandung kami tak sempurna fisiknya, hingga ide gila muncul di benak kami. Yang kami pikirkan hanya ... Bagaimana pandangan dunia jika orang terhormat seperti saya mempunyai anak yang cacat, saya memang terlalu bodoh!" Pada akhirnya, Rendy mengatakan semuanya. Ia tak ingin masalah ini terjadi berlarut-larut, lebih baik ia menyelesaikannya sekarang.

"Saya minta maaf telah menjadikan Kirana sebagai objek obsesi saya tentang kesempurnaan, saya menyesal dengan itu."

Pras dan Kamila saling tatap, "jadi?"

"Saya sudah ikhlas jika Kirana akan ikut dengan kalian, asal jangan bawa masalah ini ke ranah hukum. D-dan saya juga punya satu permintaan sebelum kami benar-benar pindah."

"Apa itu?"

"Tolong pertemukan kami dengan anak kandung kami, kami ingin minta maaf padanya. Mungkin, memperbaiki kehidupan kami menjadi lebih baik ke depannya. Kami akan merawatnya dengan baik, dan pergi dari Jakarta."

Permintaan Rendy berhasil membuat Kamila tertegun, benar ... Mereka belum mengatakan yang sebenarnya pada Laura, entah bagaimana respon gadis itu nanti. Kamila juga sangat menyayangi Laura, namun ia juga menyayangi Kirana. Tapi, Kamila juga tak bisa egois untuk bisa memiliki keduanya. Bukankah Laura adalah hak orang tua kandungnya?

"Baik, tapi ... Kami tidak bisa membawa Laura kemari karena gangguan penglihatannya, mungkin jika kalian mau, silahkan datang ke kediaman Adinata."

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang