Part 25 - Jangan Gila, Ran!

497 67 0
                                    

Dentuman musik kini mengisi outdoor sekolah, seperti yang waktu itu Kepala Sekolah janjikan. Setelah ujian, akan diselenggarakan pesta musik untuk para siswa agar bisa melepas setres mereka.

Konser musik kali ini akan dimulai pukul dua siang sampai selesai, para siswa diharuskan memakai seragam OSIS. Pesta yang meriah, namun tak menghilangkan nilai-nilai kesopanan.

The 99's kini sedang sibuk menjajal alat musik mereka, dan sekalian untuk geladi bersih sebelum tampil. Ada yang berbeda dengan wajah Derran, cowok itu tak kehilangan senyumannya dari tadi.

"Lo, kenapa?" tanya Malvin.

Derran menggeleng. "Gak apa-apa." Derran ingin menyimpan kembali ponselnya, namun Malvin terlebih dulu merampas ponsel itu.

"Balikin!" pinta Derran, akan tetapi, Malvin masih tak peduli. Cowok itu dengan berani membuka roomchat Derran.

"Kirana? Dia bales chat elo?" Malvin hampir tak percaya dengan apa yang kali ini ia baca. Derran spontan membungkam mulut Malvin dengan telapak tangannya, berharap member The 99's tidak mendengarnya.

"Kalian ngapain?" tanya Jovan penasaran. Derran menggeleng sambil tersenyum. masih setia membungkam mulut Malvin, Derran menyeret sahabatnya itu keluar ruangan.

"Bwah! Apa-apaan, sih?" kesal Malvin ketika Derran melepas bekapan tangannya.

"Hustt! Lo jangan keras-keras!"

"Iya-iya, tapi ... Kirana?"

Derran mengangguk, hanya dengan Malvin cowok itu bisa mengutarakan isi hatinya. Malvin akan memberikan ia saran dan mendukungnya, jadi ia merasa rahasianya aman bersama Malvin.

"Bagus, dong."
"Terus kata Tante Sarah, kondisi Kirana juga udah membaik, cuma kadang dia suka kena serangan panik di saat dia ngerasa gak aman."

Belum juga Derran membalas perkataan Malvin, Malvin sudah lebih dulu menarik lengan seragamnya. "Ada apa, sih?" kesal Derran.

"Tuh, sapa gih!" Malvin ternyata melihat Kirana yang baru saja datang, ada yang berbeda dengan Kirana kali ini. Wajahnya penuh dengan lebam, pakaiannya juga tak serapi biasanya.

"H-hai Ki ..." sapa Derran. Tidak ada respon dari Kirana, ia masih berjalan lurus tanpa menggubris Derran. Malvin menatap pemandangan tadi tak percaya.

"Ada yang aneh," gumam Malvin.

"Hah?" Derran kurang bisa mendengar suara Malvin tadi. Malvin yang sadar jika ia terlalu keras, akhirnya menggeleng saja. "Gak apa-apa, ayo latihan lagi!"

"Eh, tapi ... Kirana?"

"Pikir nanti, mending kita show dulu!"

***

"Lo? Lo kenapa, Kirana?" Ellena yang tak sengaja berpapasan dengan Kirana di samping UKS, segera menarik sahabatnya itu untuk masuk. Ia menatap tak percaya dengan kondisi Kirana.

"Ran, lo?"

"Ell ... " Kirana ambruk dalam pelukan Ellena, ia menangis sejadi-jadinya dalam pelukan sahabat yang selalu mendukung dia.

Ellena masih diam, ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Ia menunggu Kirana sendiri yang bercerita, cukup lama Kirana terisak-isak dalam pelukan Ellena. Saat Kirana sudah mulai tenang, Ellena mengajak Kirana untuk duduk di sofa yang ada di UKS.

"Mau minum? Aku bawa air tadi," tawar Ellena. Namun, Kirana menggeleng.

Ellena menghela napas panjang, "apa yang terjadi? Wajah lo?"

"Ditampar sama Ibu."

Jadi, singkat cerita. Kemarin Kirana pulang diantar oleh Kamila, Yurika awalnya biasa saja saat Kirana pulang walaupun keadaannya berantakan. Hal yang membuat Yurika marah pada Kirana adalah, saat ia tahu jika Kamila lah yang mengantar Kirana.

Ditambah, Kamila memberi sebuah ancaman pada Yurika setelah Kirana masuk ke kamar. Tentu saja itu membuat Yurika naik pitam. Akan tetapi, mereka berdua tak sadar jika sebenarnya Kirana tak benar-benar masuk ke kamarnya.

"Saya bisa saja membawa Kirana pulang jika kamu masih semena-mena padanya, karena faktanya Kirana adalah anak kandung saya yang sah!"

Kirana mendengar semuanya, ketika Yurika bertengkar dengan Kamila, awalnya Kirana tak ingin mempercayai hal tersebut. Namun, di sisi lain, Kirana juga ragu dengan sikap ibunya. Ia juga tak bisa merasakan kehangatan seorang Ibu dari diri Yurika. Berbanding terbalik dengan Kamila, walaupun hanya dua kali mereka bertemu, ia bisa merasakan aura yang berbeda. Bahkan, ia dengan mudah menceritakan semua rahasianya pada Kamila. Kenapa ujian datang di saat yang bersamaan?

Ellena menutup mulutnya tak percaya. "Tante-tante yang waktu itu lo tolongin, kan?"

Kirana mengangguk. "Iya."

"Kayaknya lo kudu cari kebenarannya, Ran. Gue bakal bantu kok," saran Ellena. "Kita cari kediaman Tante-tante yang waktu itu, kalo dia punya bukti, berarti semua omongannya benar."

Kirana hanya mengangguk kecil, wajahnya masih murung. "Masih ada yang pengen diceritain?" tanya Ellena.

"G-gue takut," lirih Kirana. Ellena dapat melihat tubuh Kirana sedikit bergetar. "Gak perlu takut! ada gue, Ran."

"Gue h-hamil, Ell. Gue hamil anak Derandra!"

Brak!

"R-ran."

Kirana dan Ellena menoleh ke sumber suara, di dekat pintu, Derran berdiri mematung dengan kotak P3K yang berceceran di bawahnya. Kirana mundur, berdiri di belakang Ellena. "Ayo pergi, Ell!" ajaknya.

"Kirana, lo ... Lo beneran hamil?" Derran mendekat, Ellena yang sadar jika Kirana ketakutan itu sontak meminta agar Derran berhenti melangkah.

"Berhenti!" Ellena tetap melindungi Kirana sebisa mungkin.

"Gue mau bicara sama Kiran, Ell! Jangan hadang gue!"

"Dia takut sama lo, Derran! Jangan bikin dia makin takut!"

"TAPI GUE BUTUH KEJELASAN!" bentak Derran, hal itu membuat Ellena terdiam. Kirana yang tak ingin hal ini bertambah panjang beralih di depan Ellena, seolah menahan rasa takutnya untuk menatap mata Derandra.

"Iya, gue hamil. Puas, lo?" jawab Kirana dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Derran panik, namun ia berusaha tenang. Ia harus menjadi laki-laki yang bertanggung jawab, ini adalah konsekuensinya. Jika ia tak melakukan hal menjijikkan waktu itu, semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Gue bakal tanggung jawab, Ran. Setelah ini gue bakal nikahin lo," ujar Derran.

"Gak! Gak perlu! Memangnya apa yang bisa dilakukan bocah SMA kayak lo, Derran! Masa depan kita masih panjang, gue gak siap buat jadi Ibu di usia gue yang baru jalan sembilan belas tahun!"

"Gue bakal tanggung jawab, Kirana. Apapun bakal gue lakuin demi lo dan janin yang ada di rahim lo."

"Gue gak peduli, Derandra! Gue gak pengen dia hidup dalam rahim gue!" Kirana setengah memekik, dadanya naik turun menahan amarah dan rasa takut secara bersamaan.

"Jangan gila, Ran! Lo mau jadi pembunuh!" bentak Derran, cowok itu terlampau marah hingga membentak tepat di depan wajah Kirana.

Kirana menutup telinganya, ia terkejut dan takut bukan main. Ellena segera sadar dengan keadaan, mendorong tubuh Derran menjauh, memapah tubuh Kirana yang melemas.

"LO PERGI, GAK! LO MAKIN BIKIN DIA KETAKUTAN SAMA SIKAP LO, DERRAN!"

I'm Sorry | Completed [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang