Derran dan Kirana kini sudah sampai di kediaman Ibunda Derran, suasananya masih asri karena banyak pepohonan rindang di sekitar pekarangan rumah.
Ting! Tong!
Derran membunyikan bel, dan tak perlu waktu lama akhirnya Rossa membukakan pintu. Tercetak jelas raut kebingungan di wajah Rossa, "ayo masuk!" ujar Rossa dengan ramah.
Kirana bersalaman dengan Ibunda Derran, sekarang Kirana mengerti, dari mana asalnya wajah tampan Derran. Melihat Rossa saja cantik sekali, Kirana jadi merasa kurang percaya diri.
"Kamu duduk dulu ya, Bunda buatkan minuman."
Sesampainya di dapur, Rossa melihat Derran yang sedang minum air putih. Sepertinya anak itu sangat kehausan hingga meminum hingga tandas satu gelas besar berisikan air.
"Kamu tumben inget pulang, Gas. Mana bawa perempuan hamil juga."
Derran sudah takut dan gugup bukan main, tangannya bergetar. Ia takut untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Dia temen Agas, Bunda."
"Memang hamil?"
Derran mengangguk. "Iya."
"Lah kamu gak di marahin suaminya? Orang hamil malah kamu bawa ke sini." Bingung Rossa.
"Dia hamil anak Agas, Bun," cicit Derran. Ia harus jujur dengan Rossa, ia tak mau merahasiakan hal ini lebih lama.
"A-apa?"
"Maafin Agas, Bu ... "
Plak!
"Jangan panggil saya Bunda!" teriak Rossa, wanita itu marah besar. Bahkan teriakannya terdengar hingga luar, Kirana tentu terkejut karena teriakan Ibunda Derran.
"Siapa yang sudah ngajarin kamu seperti itu? SIAPAAA AGAAS?" Dada Rossa naik turun menahan emosi yang membuncah, tangannya bergetar karena menampar wajah anaknya. Derran menunduk takut, ia bersimpuh di kaki sang Ibunda sambil meminta maaf.
"Maafin Agas, Bunda. Tolong!"
"Agas menyesal, Agas udah nyoba buat perbaikin semuanya. Agas mohon! Jangan marah, Bunda!" Mohon Derran, cowok itu menangis sesenggukan di kaki Rossa.Rossa menangis, wanita itu menyeka air matanya kasar. "Kenapa kamu melakukannya?"
"Agas dendam, Agas marah saat tahu jika ia adalah anak dari Yurika, selingkuhan Jordi. Agas yang waktu itu mabuk berakhir nidurin Kirana, Agas menyesal, Bunda. Tapi ternyata Agas selama ini salah paham, bahwa ternyata Kirana bukanlah anak kandung Yurika. Melainkan keluarga terhormat Adinata."
Mata Rossa membola. "Adinata kamu bilang?"
"Kamu berani sekali menghamili putri mereka?" bentak Rossa, tak habis pikir dengan anaknya.
"Bunda sering mewanti-wanti kamu buat gak main-main sama anak gadis, kamu ternyata gak pernah dengerin Bunda!"
"Agas minta maaf, tolong maafin Agas!"
Rossa yang melihat anaknya duduk bersimpuh di kakinya itu merasa sakit, apakah ia tak pecus mendidik anaknya selama ini? Wanita itu menunduk, merengkuh tubuh Derran yang masih bergetar. Sementara itu, tanpa mereka ketahui. Kirana menyaksikan semuanya, semuanya tampak menyakitkan, hingga ia tanpa sadar ikut menitikkan air mata.
***
"Sudah berapa bulan?" tanya Rossa sambil mengelus perut Kirana.
"Enam bulan," jawabnya.
"Wah, sudah lama, ya. Terus jenis kelaminnya apa?"
"Laki-laki, Bunda." Kirana kini memberanikan memanggil Rossa dengan sebutan Bunda. Karena wanita itu yang memintanya tadi.
"Semoga tidak seperti ayahnya, ya. Semoga seperti kamu saja, biar baik dan pintar. Bunda masih ingat pidato kamu waktu acara kelulusan," puji Rossa. Kirana hanya bisa tersenyum canggung, namun di lain sisi, ia juga merasa nyaman.
"Terima kasih, Bun."
"Aduh cantiknya, bisa-bisanya si Agas nyakitin kamu sampai hamil besar seperti ini. Memang anak kurang ajar!"
Derran mendengar semuanya, cowok itu hanya bisa meringis pelan saat sang Ibunda dengan terang-terangan memakinya. Ia sadar kesalahannya memang sangat fatal.
"Kamu ke sini sudah izin sama orang tua kamu?" tanya Rossa, Kirana mengangguk. "Sudah, Bun. Tadi Derran yang minta izin."
***
Setelah makan malam, Kirana dan Derran tengah menikmati acara televisi. Sebenarnya yang mereka tonton adalah film box movie, sudah hampir tengah malam, namun mereka belum berniat tidur.
Sebenarnya Kirana tidak ada agenda menginap, namun karena di luar hujan deras, dan dengan paksaan Rossa, akhirnya ia setuju untuk menginap.
"Kamu gak tidur? Udah malem, Ran."
Kirana menggeleng, masih setia menonton televisi. Derran menggeleng pelan, cowok itu tetap lanjut menyelesaikan tugas kuliahnya. Kirana dari belakang mulai mengintip pelan, tapi bukan tugas Derran yang ia lihat, melainkan aroma Derran yang menguar dan menenangkan.
Ia tanpa sadar mulai mengendus baunya, ia merasa rasa mualnya tadi mulai hilang ketina menghirup aroma Derran. Ia benci mengakui hal ini, tapi aroma kesukaannya sekarang adalah aroma Derran.
"Kamu ngapain?"
Kirana hampir tertangkap basah tadi jika tak cepat mengelak, ia menggeleng pelan. "Gak ngapa-ngapain."
"Udah malam, Ran. Kamu mending tidur, kamar tamu itu di sebelah sana." Dari pada ia semakin menggila karena aroma Derran, akhirnya Kirana masuk ke kamar untuk berusaha tidur. Namun nyatanya ia malah semakin terbayang akan sosok Derran.
"Gue kenapa, sih?" Kirana tak ingin mengakui jika lambat laun rasanya cinta itu kembali naik ke permukaan dan mengalahkan rasa bencinya.
***
Kirana berusaha membuka mata saat merasa sinar matahari mulai menerobos masuk lewat celah jendela, ia menguap pelan. Ia baru bisa tidur sekitar pukul dia dini hari, jadi ia lumayan mengantuk.
Saat ia menoleh, ia melihat sebuah kotak parfum di sana. "Parfum siapa?"
Ketika ia membukanya, barulah ia tahu jika itu adalah parfum Derran. Jadi, semalam cowok itu sadar jika Kirana mengendusnya? Ah, dia malu sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry | Completed [✓]
Fanfiction[헨드리 - NCT Hendery] Follow Dulu Sebelum Baca! *** Hidup di keluarga yang menjadikan kesempurnaan adalah patokan, membuat Kirana menjadi gadis yang kehilangan jati dirinya. Banyak orang iri padanya karena dia cantik dan pintar, tapi sebaliknya, Kiran...