BAB 2 - Hidup terus berjalan.

24K 2.4K 30
                                    

5 Tahun Kemudian.

***

Puspa berlari, mengambil jaket dan helm, mengenakannya sambil lalu. Tidak lupa sepasang kaos tangan dan masker melengkapi penampilannya pagi ini. Ia melihat ke arah jam yang menunjukan pukul setengah delapan pagi, artinya ia memiliki waktu dua puluh sembilan menit untuk sampai di kantornya tepat waktu.

"Brengsek!" umpatnya ketika kakinya menginjak kerikil kecil di depan rumah. Padahal seharusnya kerikil itu tak bersalah, dirinya-lah yang salah karena tak menyapu rumah. "Ya Tuhan, please hari ini baik sama gue doong," mohonnya lebih ke arah paksaan.

Hari ini adalah hari terakhir masa magang di sebuah perusahaan baru tempatnya bekerja. Dia sudah menghabiskan banyak waktu, tenaga dan pikiran sebagai bentuk perjuangannya selama tiga bulan di perusahaan itu. Setengah jam dari sekarang adalah waktu dimana keputusan akhir nasib hidupnya selama beberapa tahun ke depan. Didepak dan menjadi pengangguran dengan banyak cicilan, atau kontrak satu tahun dengan gaji yang cukup besar.

Jika boleh memilih tentu saja Puspa berharap ia akan mendapatkan opsi kedua. Dia masih punya cicilan rumah yang cukup memusingkan kepala!

Puspa menstater motor bebek butut miliknya yang sudah mulai rewel. Ia sempat menyimpulkan doanya terkabul ketika mesin motornya bisa hidup dalam tempo waktu yang sesingkat-singkatnya. Tapi tiba-tiba ia terpaksa menarik kembali kalimat syukur yang baru saja ia ucapkan dalam hati.

Blubub ... blubub ...

"Ya Tuhaaaaan! Kenapa motor gue harus macet di saat genting seperti sekarang?!" tanyanya marah entah ditujukan untuk siapa. Hampir saja Puspa menangis dan merutuki kesialannya pagi ini, tapi tiba-tiba ia masih teringat dengan beberapa cicilan rumah yang harus ia bayar setiap bulan. Sebuah fakta yang cukup mampu membuat semangatnya kembali membuncah. Dia harus bekerja!

Tangan Puspa mengotak-atik ponsel genggam yang ia rogoh di dalam tas. Masih ada satu-satunya harapan yang bisa Puspa gadang-gadangkan.

"Sesuai aplikasi ya, Teh?"

Abang ojek onlen!

"Ya ya, hayuk Aa. Saya sudah telat," jawabnya gesit.

Puspa kembali berfikir bahwa Tuhan masih sayang pada dirinya. Abang gojek kali ini sangat mumpuni di dalam bidang salip menyalip. Bahkan helm Puspa sempat tertarik sedikit ke belakang karena terbawa angin saking ngebutnya si Abang gojek. Gila memang! Pembalap Rossi saja lewaaat.

Ciiittzzz.

"Makasih A'," ucap Puspa. "Saya kasih tips-nya lewat aplikasi ya?"

"Beres bossque, nuhun."

Puspa berlari memasuki kantor. Ia langsung menuju ke arah ruang SDM yang semalam diinformasikan kepadanya melalui email.

"Hampir telat lo," bisik Ayuk. Teman Puspa yang sudah lama bekerja di perusahaan AD corporate. Salah satu teman satu fakultas yang memiliki gelar sama, yaitu sarjana psikologi. Teman yang membawanya masuk ke dalam perusahaan ini. Jika tidak ada Ayuk, entah Puspa mengemis pekerjaan kepada siapa.

"Motor gue mogok, setan bener!"

"Ssttt, gue ke depan dulu."

Mereka berkumpul di sebuah ruangan dengan karyawan magang sebanyak sepuluh orang dari berbagai macam divisi dan penempatan. Informasi yang baru saja Puspa terima, karyawan magang yang dipanggil pagi ini adalah karyawan yang diterima sebagai karyawan kontrak. Puspa bersyukur, ia masuk ke dalam karyawan yang terpanggil.

"Mulai detik ini, setelah kalian menandatangi kontrak dengan AD Corporate maka kalian sudah resmi menjadi salah satu anggota keluarga di perusahaan ini." Manager SDM kami yang jika tidak salah bernama Pak Dimas. Laki-laki itu menjelaskan beberapa peraturan dan kewajiban yang harus dipatuhi sebagai karyawan. "Kalian siap?"

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang