PART 32 - Menyesal?

17.1K 1.6K 19
                                    

Malam ini Pak Brama bersama Anton mendatangi kediaman Miller. Ia membawa sekitar tiga pengawal termasuk Anton untuk melindungi dirinya. Miller bisa sewaktu-waktu membunuhnya, tapi demi keselamatan Arya, dia akan mengambil resiko itu. "Maaf aku mengganggumu malam-malam."

"It's oke, take your time."

Mr. Miller duduk di kursi ruang kerja dengan kedua kaki menyilang. Satu putung rokok terselip di sela-sela jemari tangan kekar itu. Asap yang mengepul ke atas menambah kesan bahwa drama yang terjadi saat ini tidaklah main-main.

"Aku yakin kamu sudah paham dengan maksud kedatanganku malam ini."

"Lebih baik aku mendengar penjelasan darimu langsung untuk lebih jelasnya."

"Tentu ini tentang Arya, lepaskan dia."

Mr. Miller terkekeh meremehkan. Dia berdiri untuk mendekat ke arah Pak Brama dan Anton yang berdiri di belakangnya. "Tentu tidak akan semudah itu. Dia menyakiti anakku dengan pergi bersama kekasihnya."

"Jangan membuat sebuah kesimpulan dari otak Ivy, Miller. Kita semua tahu bagaimana cara putrimu untuk mengikat putraku."

"Jangan merendahkannya."

"Dia yang merendahkan dirinya sendiri!"

"Tutup mulutmu, Bramaa!! Kamu  tidak tahu siapa lawan yang kamu hadapi saat ini!" marah  Mr. Miller tercetak jelas di wajahnya. "Tidak ada yang boleh menyakiti putriku."

"Sama dengan dirimu, aku sebagai ayah juga tidak akan membiarkan ada orang yang menyakiti anakku," tegas Pak Brama. "Selama ini ia tersakiti bertahan di samping Ivy. Aku yakin kamu juga sudah tahu tentang fakta ini. Jangan berpura-pura bodoh tentang bagaimana Ivy bisa hamil."

"Aku menutup mataku untuk melihat bagaimana anakku bisa hamil yang terpenting adalah laki-laki yang melakukannya harus bertanggung jawab."

"Apa kamu yakin yang harus bertanggung jawab disini hanyalah Arya?" tanya Pak Brama menantang. "Putrimu sudah dewasa untuk mengenal kata pertanggung jawaban."

Miller tak berniat menanggapi kalimat Tn. Brama.

"Lepaskan anakku, Miller. Atau aku akan menyambut tantangan perangmu."

"Pergilah, Brama. Aku akan mendapatkan Arya dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak berjanji untuk melakukan hal yang sama pada kekasihnya," ancam Mr. Miller.

"Dia bukan kekasih Arya."

"Bohong!"

"Ivy yang merebut Arya dari wanita itu."

"I don't care!"

Pak Brama menekan perasaan marah di dadanya. Meladeni Miller yang kuat dan angkuh memang tidak akan mudah. "Seperti dirimu yang melindungi Ivy, aku juga akan melindungi Arya dan gadis tidak bersalah yang menjadi korban keegoisan anakmu. Aku akan melindungi mereka hingga titik darah penghabiskanku."

Pak Brama meninggalkan ruang kerja Mr. Miller. Ia berjalan ke luar rumah dan menghentikan langkahnya saat melihat Ivy dan istri Miller di sana.

"Aku tahu kamu wanita baik," ucap Pak Brama ke arah Ivy. "Jadilah wanita yang bertanggung jawab untuk setiap tindakan yang sudah kamu lakukan."

"..."

"Mungkin ayahmu tidak menanamkan hal ini pada dirimu tapi sebagai ayah mertua aku berkewajiban menyampaikan. Setiap perbuatan memiliki konsekuensi, Ivy. Jangan menunggu sampai semuanya semakin bertambah runyam."

Setelah mengatakan itu, Pak Brama benar-benar pergi meninggalkan kediaman Miller.

***

Di dalam hidup ada begitu banyak penyesalan yang terjadi. Kenapa dulu aku memilih itu? Kenapa dulu aku melakukan itu? Apapun itu selalu berujung dengan, jika waktu dapat diulang lagi aku pasti tidak akan melakukan hal bodoh itu.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang