BAB 3 - Sisi lain Puspa.

22.5K 2.5K 16
                                    

Dengan langkah tegap Puspa mengikuti arahan senior divisi yang ditugaskan untuk menemani orientasinya. Mereka berjalan-jalan memutari beberapa bagian kantor yang dianggap penting untuk diketahui karyawan baru, seperti : tempat mesin fotocopy, pengambilan ATK, tempat produksi hingga QC dan beberapa tempat lainnya.

AD Corporate bergerak di bidang produksi sparepart otomotif, properti hingga bisnis Investasi yang kini mulai dirambah para direksi. Sebagai staff HR Puspa tidak terlalu paham dengan produksi, yang perlu ia pahami adalah menghitung kebutuhan karyawan dan memastikan perusahaan mendapatkan karyawan terbaik begitupun sebaliknya.

"Nah, setelah kita berputar-putar akhirnya kita sampai di ruangan kita sendiri. Welcome to Human Resource Departemen, Puspa."

Semua orang berdiri menyambut puspa di ruangan seluas seratus meter ini. Puspa menemui satu persatu temannya lalu berkenalan, walaupun dia belum tentu bisa mengingat namanya. Entah kenapa Puspa terlalu sulit untuk mengingat nama orang.

Ruangan ini terdiri dari tujuh orang, Puspa masuk ke bagian perekrutan karyawan berbeda dengan Ayuk yang masuk kedalam bagian perhitungan kompensasi dan penilaian kerja. Sedikit kecewa sebenarnya tapi Puspa tetap bersyukur.

"Puspa duduk di paling depan ya," ucap salah satu senior Puspa yang bernama Mba Dwi.

"Baik, Mba. Terima kasih."

"Hati-hati lho, Puspa. Kalau duduk paling depan pas ujian nggak bisa nyontek," celetuk seorang wanita berambut pirang. Di perusahaan ini menjunjung azas kebebasan, jadi kalian bebas datang ke tempat kerja dalam bentuk apapun yang penting masih dalam batas sopan.

"Memangnya Puspa sama kaya lo yang suka nyontek, Sep?" jawab seorang laki-laki yang duduk di samping meja Puspa.

Tawa mengisi ruangan yang tak terlalu besar ini, sesuatu yang membuat Puspa merasa nyaman.

"Gue Raka nggak pakai buming, lo bisa panggil gue Raka saja tanpa embel-embel yang lain," ucap laki-laki itu memperkenalkan.

"Oh ya, Puspa," jawabnya canggung. Padahal seharusnya semua orang di sini sudah tahu siapa namanya.

"Kalau malam itu namanya Rara bukan Raka lagi," ucap wanita berambut kontras tadi. Sekali lagi tawa kembali meramaikan ruangan.

"Sssttt, sudah sudah ayo kembali bekerja," tegur Mba Dwi yang dituruti semua orang.

Puspa mendudukan tubuhnya di kursi kerja sambil melihat beberapa fasilitas yang bisa ia gunakan. Satu PC keluaran terbaru dengan printer di setiap tiga tempat duduk. Di belakangnya ada almari besi yang cukup untuk menyimpan beberapa berkas.

"Suka kopi? Mau ke pantry dulu?" tawar Raka. "Gue ngantuk nih."

"Bo—boleh."

"Sip."

Raka membawanya ke pantry yang berada tidak jauh dari ruang kerja keduanya. "Sebelumnya kerja di mana?" tanya Raka sambil memasukan kopi ke dalam mesin ekspresso.

"Di Bimatara."

"Oh, kenapa keluar?"

"Alasan personal."

"Habis putus cinta?" tanya Raka dengan senyum tengil.

Puspa hanya menggeleng, tak berniat menjelaskan lebih karena itu termasuk kedalam wilayah privasinya.

"Siang ini kita ada rapat dengan petinggi perusahaan, katanya direksi mau menyampaikan langsung beberapa target dan plan kita ke depan. Lo tahu kan perusahaan ini mau membuka pabrik baru di kawasan Cikarang. Lo ikut saja nanti."

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang