BAB 5 - Beautiful Tears 1

20.6K 2.4K 90
                                    

"Satu ice coffe medium, please."

Puspa membayar dan menunggu kopi yang ia pesan di sudut ruang berdinding kaca. Weekend begitu cepat berlalu, senin yang rempong ada di depan mata. Ia memutuskan membeli ice coffe untuk sekedar membuat matanya tetap terbuka. Minggu kemarin ia pergi ke rumah ayahnya untuk melepas rindu, tetapi laki-laki itu ternyata sedang berlibur dengan keluarganya. Dan Puspa berakhir dengan liburan yang hanya sekedar di rumah dan membaca buku.

"Ice sepertinya bukan pilihan yang tepat di waktu hujan."

Puspa mendapatkan pesanannya. "Yaa, negatif x negatif bisa jadi positif, dingin x dingin bisa jadi menghangatkan."

Barista perempuan yang sudah cukup Puspa kenal terlihat ragu mendengar jawaban Puspa. "Aku tidak berfikir seperti itu," ucapnya menunjukan ketidaksepakatan dengan kalimat yang baru saja Puspa sampaikan.

"Yaa, aku hanya mengarang bebas. Aku sedang ingin saja," jawab Puspa sambil menunjukan es kopi dinginnya.

"Oke. Good luck untuk hari ini."

Puspa mengucapkan terima kasih lalu menyeruput kopi di tangannya sedikit. Ia melangkahkan kakinya ke arah bangunan yang sudah lebih dari tiga bulan ia jadikan tempat mencari rezeki. Ia meletakan payung pada tempatnya lalu membenahi pakaian yang terkena cipratan air hujan. Setelah merasa cukup rapi, Puspa kembali melangkah.

"Sudah berapa persen pembangunan pabrik?"

Suara yang tidak asing terdengar dari arah belakang tubuhnya. Puspa beralih haluan, sedikit berlari cepat ke arah toilet lobby. Ia menyembunyikan tubuhnya di sana, sesuatu yang tidak baik jika dia harus bertemu dengan laki-laki itu.

Kenapa harus mereka berada di tempat yang sama pagi ini? Rutuk Puspa dalam hati. Ia memutar tubuhnya untuk lebih masuk ke dalam. Tapi tiba-tiba ...

Buugh.

Suara tangis memenuhi lorong menuju ke arah toilet lobby.

"Maaf," ucap Puspa.

Ia menemukan seorang anak kecil berusia sekitar lima tahunan menangis sesenggukan. Sialnya, anak kecil itu menangis karena terkena tumpahan es kopi miliknya.

"Hati-hati kalau jalan dong, Mba," ucap seorang wanita berseragam yang bisa Puspa kenali sebagai pengasuh anak laki-laki itu.

"Maaf," ucap Puspa sekali lagi. Ia berjongkok di hadapan anak kecil itu sambil membenahi pakaiannya yang terkena tumpahan kopi. "Apa ada yang sakit?"

Anak kecil itu menggeleng, jawaban yang membuat Puspa merasa lega.

"Apa yang terjadi?" Suara yang menjadi penyebab tragedi pelariannya kini justru terdengar jelas di balik tubuh Puspa yang sedang berjongkok. Tubuh Puspa menegang, bersamaan dengan wangi parfum yang mendominasi mengubah situasi menjadi lebih mencekam.

"Papaaaa," panggil anak kecil itu mendekat.

"Maaf, Pak. Tadi den Axel pipis, lari terus nubruk Mbaknya, terus ketumpahan es kopi."

Puspa masih membeku, ia hanya mendengarkan setiap percakapan yang terjadi antara laki-laki itu dan pengasuh anaknya. Tubuhnya terlalu sulit untuk merespon kejadian yang begitu cepat pagi ini.

"Bisa kamu ambilkan pakaian ganti Axel?" suara laki-laki itu lagi.

Si pengasuh bayi melihat ke arah Puspa dengan tatapan menusuk. Apa maksudnya? Apa laki-laki itu menyuruhnya?

Puspa tahu ia salah, berlari menghindari sumber suara lalu berakhir bertabrakan dengan seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa.

"Hey," panggil pengasuh itu.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang