Flashback
Seorang gadis berusia remaja terduduk lemas di balik pintu kamarnya yang sempit. Gadis itu masih mengenakan seragam SMA. Ia menutup kedua telinganya ketika suara-suara teriakan di luar tak kunjung berhenti.
"Kenapa kamu selalu menuntutku? Aku capek!"
"Kamu nggak pernah ngertiin aku, Mas!"
"Aku kerja dapat gaji segitu kamu pun tahu, lalu kamu minta apa? Aku sudah ngasih semuanya ke kamu."
"Tapi itu tidak cukup! Aku sudah bantu ikut jualan, aku sudah ngurus rumah dan kenapa semua kekurangan kamu bebankan ke aku? Biaya sekolah mahal, semua kebutuhan pokok pun juga tidak murah!"
Praaang.
"Aku capek sama kamu!"
"Aku lebih capek, Mas."
Brak.
Suara pintu ditutup keras menghentikan drama sore ini. Suara teriakan itu berhenti, berganti isakan tangis ibunya yang terdengar lirih. Puspa masih duduk di tempat yang sama dengan tatapan mata gamang dan tubuh yang tak bergerak sedikitpun. Hampir setiap hari suara pertengkaran kedua orangtuanya menghiasi kehidupan Puspa remaja. Gadis yang seharusnya tumbuh dengan kasih sayang terpaksa melihat bagaimana kedua orangtuanya yang hidup untuk saling membenci.
Puspa mendekat ke arah ibunya yang duduk lemas di ruang tengah rumah kecil mereka. Beberapa kali ia menemukan tatapan penuh selidik dari beberapa tetangga yang lewat di depan rumah, entah memang benar-benar lewat atau hanya sekedar ingin tahu. "Bu," panggil Puspa.
"Bapakmu Ningruum, Bapakmu."
Puspa duduk di samping ibunya yang menangis. Puspa bingung, apa yang harus ia lakukan? Lama mereka hanya duduk berdua dalam diam, tak ada pergerakan. Puspa duduk di sana sampai tangis ibunya mereda lalu kembali ke kamarnya seperti biasa. Jika pondasinya saja rapuh, kemana Puspa harus mencari perlindungan?
***
"Aw!"
Puspa merasa pusing saat sebuah bola basket terlempar tepat mengenai kepalanya. Wanita itu terjatuh hingga tersungkur karena lemparan yang cukup keras. Beberapa manusia di sana melihat ke arah Puspa kasihan tapi tak ada yang berniat membantu.
"Hey, kamu baik-baik saja?" Seorang mahasiswa laki-laki berpakaian olahraga mendekat. Ia duduk berjongkok di dekat Puspa sambil membantu wanita itu berdiri.
"Saya baik," jawab Puspa cepat. Ia segera berdiri dan berlari menghindari laki-laki itu meskipun dengan kesakitan karena sikunya yang berdarah terkena batu kerikil.
Dalam langkahnya, Puspa menoleh sekilas untuk melihat ke arah laki-laki itu lagi. Terkesiap, Puspa memutar kepalanya cepat ketika masih menemukan laki-laki itu menatap ke arahnya. Ia bergegas mencari unit kesehatan di kampusnya. Lukanya harus segera dibersihkan agar tidak terinfeksi. "Apa aku boleh meminta obat untuk membersihkan luka ini?" tanyanya ke arah petugas yang sedang berjaga.
Kampus Puspa memiliki satu unit kesehatan yang memiliki bilik-bilik dengan ranjang kecil. Biasanya untuk kasus-kasus sederhana bisa dibantu ditangani di sini atau hanya sekedar untuk penanganan pertama.
Petugas wanita itu menyerahkan satu flabot cairan NaCl dan kasa bersih ke arah Puspa. "Mau dibantu?"
"Tidak perlu," jawab Puspa tidak mau merepotkan.
Ia masuk ke dalam bilik paling ujung dan mendudukan tubuhnya di ranjang kecil beralaskan kain putih. Puspa membuka cairan NaCl dan menuangkan di tempat yang sudah disediakan. Dengan cukup kesulitan Puspa membersihkan sedikit demi sedikit luka yang ada di sikunya. Sesekali ia terlihat meringis saat kulitnya terasa perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)
RomanceCerita selesai. Lengkap. ❤️ Puspa pernah berharap Arya adalah jawaban dari setiap doa yang ia langitkan. Sebuah pemberian terindah dari dunia yang seringnya mengecewakan. Tetapi pada akhirnya, laki-laki itu justru menjadi salah satu cobaan dari seki...