Beberapa penumpang yang sedang beristirahat dalam bis mulai terbangun, kenek berteriak memberitahu bahwa bis sudah sampai di pelabuhan. Seperti yang diinstruksikan Anton, Arya dan Puspa akan ke Bali menggunakan perjalanan darat.
Setelah sampai di Surabaya pagi tadi, keduanya melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi selama delapan jam menggunakan bis. Dan sekarang ini mereka sudah sampai di Pelabuhan Ketapang. Rencananya, mereka akan melintasi samudra menggunakan kapal feri untuk sampai ke Bali. Orang yang bangun pertama kali adalah Arya. Ia mulai membuka matanya yang terasa lengket. Perjalanan mendadak dan berlangsung lama membuat tubuhnya lelah. Ia melihat ke arah Puspa yang tidur di dalam dekapannya.
Pasti wanita itu pun kelelahan hingga tidak sadar menyenderkan tubuhnya ke Arya untuk mendapatkan kenyamanan. "Puspa," panggil Arya.
Mengenal Puspa sejak dulu, Arya tahu hal tersulit dari seorang Puspa adalah bangun dari tidurnya. Wanita itu pelor, dimana pun tempatnya bisa tertidur dengan mudah tapi sangat sulit untuk dibangunkan. "Kita sudah sampai." Arya masih mencoba membangunkan Puspa, ia mengusap-usap tubuh Puspa dan memanggil wanita itu lirih.
"Emmmmhh."
See? Wanita itu bergerak tapi hanya untuk menyamankan tidurnya di dalam pelukan Arya. Puspa semakin melingkarkan tangannya di tubuh Arya untuk mencari kenyamanan. Kepalanya ia masukan ke sela-sela tubuh Arya yang hangat.
Tanpa Arya ketahui, tidur Puspa saat ini adalah tidur terpulasnya dalam lima tahun belakangan ini.
"Kita harus melanjutkan perjalanan ke Bali."
Saat pertama kali membuka mata, Puspa terkejut mendapati posisi keduanya yang dekat. Ia beranjak duduk, membuat jarak untuk mereka berdua. "Maaf."
Arya hanya menanggapi dengan tersenyum singkat.
Keluar dari bis, keduanya langsung berjalan menuju pelabuhan dengan beberapa penumpang lainnya yang memiliki tujuan sama. "Ada banyak calo di sekitar sini, mungkin akan sedikit membuatmu tidak nyaman." Arya menawarkan genggaman tangan agar keduanya tidak terpisah, tapi Puspa menolak.
Arya memilih membeli tiket sendiri lalu mereka berdua masuk ke dalam kapal. Jam enam sore, kapal mulai berlayar. Perjalanan laut keduanya saat ini sekitar dua sampai tiga jam, Puspa tidak memilih tidur. Wanita itu lebih memilih menikmati pemandangan laut dari tempatnya duduk.
"Kamu harus memakai selimutmu, cuacanya dingin," tegur Arya yang datang sambil membawakan dua cup pop mie panas di tangannya. Laki-laki itu mengatakan tidak ada yang lebih nikmat dari makan mie di tengah lautan.
"Yang punya sakit asma itu kamu. Kalau sampai kambuh, akan sangat merepotkan."
"Oh, jadi asmaku sangat merepotkan? Pantesan kemarin males-malesan bantuin aku pas serangan."
"Ck, udah di bantuin juga," kesal Puspa. "Bilang terima kasih aja enggak."
"Terima kasih, Puspa," ucap Arya tulus. "Lebih baik sekarang kamu pakai selimutmu."
"Kamu yang punya asma, Mas."
"Kita hanya punya satu selimut, tidak mungkin aku membiarkanmu kedinginan."
Puspa akhirnya mengalah, menerima selimut yang diberikan Arya untuk menyelimuti tubuhnya. Mereka menghabiskan pop mie dalam diam, lalu membuang mie itu yang tinggal bungkusnya saja.
"Mas," panggil Puspa setelah mereka berdua kenyang.
Keduanya duduk berseberangan. Arya memejamkan matanya meskipun tidak tidur. Dia hanya sedang mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. "Heemm." Arya membuka matanya sekilas, menatap Puspa yang sedang mengarahkan perhatiannya ke arah laut.
"Ibuk sudah menikah lagi. Dua tahun setelah kita berpisah, ibuk memutuskan untuk menikah dan tinggal di Desa. Aku kembali sendiri."
Arya tak menanggapi, seperti dulu Arya hanya mendengar setiap lantunan cerita yang keluar dari bibir kekasihnya.
"Awalnya aku benci, kenapa semua orang meninggalkanku? Tapi saat melihat senyum ibuk, senyum yang tak lagi pernah terlihat saat masih bersama bapak atau setelah perceraian dengan bapak. Aku jadi merasa egois jika harus memaksakan ibuk untuk tidak menikah lagi."
"Dan pas banget waktu itu ada yang membeli rumah ibuk dengan harga tinggi di atas pasaran. Bahkan bisa sampai di pakai buat DP rumah yang kutinggali saat ini, sisanya untuk ibuk bangun rumah di Desa."
"Maafkan aku, pasti banyak sekali kesedihan yang kamu lewati seorang diri setelah aku pergi."
Puspa mengangguk dengan bibir bergetar. Lima tahun yang lalu adalah masa tersulit untuknya, dia yang biasanya memiliki tempat untuk melepaskan semua beban hidupnya harus berusaha untuk tetap bertahan seorang diri. "Kamu jahat," ucap Puspa dengan lelehan air mata yang lancar.
"Aku minta maaf." Arya pun mengulang-ngulang permintaan maafnya.
"Mas," panggil Puspa lagi. Kali ini mata wanita itu menaut ke arahnya.
"Aku di sini."
"Aku takut."
"Takut apa?" tanya Arya.
Puspa cukup lama diam, sedang menimbang kalimat yang ingin ia ucapkan. "Semuanya ... aku takut, takut menjalani hidup sendiri." Hanya dengan Arya, Puspa bisa mengungkapkan semua rasa, semua yang tak pernah ia keluarkan di dalam otaknya.
"Kamu harus tahu kalau kamu tidak merasakan hal itu seorang diri. Percayalah, aku pun merasakan hal yang sama." Mata Arya kini sudah terbuka lebar, ia melepas tautan mata keduanya dan memilih melihat ke arah gelapnya malam.
Keduanya kembali hening, hanya ada suara debur ombak dan angin laut yang kencang. Cukup lama, mereka menikmati kesendirian, berbicara dengan diri mereka masing-masing.
"Do you still love's me?" tanya Arya tiba-tiba.
Arya menunggu dan Puspa mematung. Dalam hidup Puspa lima tahun belakangan ini, kata 'cinta' sangatlah haram untuk diucapkan. Tapi melihat Arya yang menunggunya dengan tatapan penuh pengharapan memaksa Puspa untuk menelan ludahnya berkali-kali.
"Abaikan pertanyaanku," putus Arya akhirnya, karena Puspa yang tak kunjung memberikan jawaban. "Ceritakan hal lain yang kamu lalui tanpa diriku," pinta Arya. Dia sudah lelah untuk bersedih. Dia berharap kesempatan bersama Puspa saat ini hanya untuk menciptakan kenangan indah.
"Cerita apa?" tanya Puspa.
"Apapun itu."
"Aku bingung."
Arya berfikir, mencoba mencari pembahasan yang menarik agar suasana malam ini tidak hanya tentang kesedihan. "Ceritakan tentang bagaimana kamu bisa di AD Corporate."
"Ah, jangan. Alasan aku berada di perusahaanmu sangat menyakitkan. Aku ingin melupakannya. Mungkin aku akan cerita saat pertemuan kita pertama kali, yang di tempat meeting? Apa kamu sudah melihatku waktu itu?"
Arya menggeleng dengan senyum penuh makna. "Aku sudah melihatmu jauh sebelum pertemuan itu. Aku melihatmu pertama kali saat kamu duduk bersama dengan beberapa karyawan baru di masa pembekalan."
"You see me?"
"Tentu saja, wanita berkucir kuda yang selalu mampu mencuri perhatianku."
"Terus? Kamu nggak nyapa aku? Atau apa gitu?"
"Aku pengecut, nggak berani."
"Jadi pertemuan kita di tempat meeting itu pertemuan kedua kita dong."
"Untukku itu lebih, karena aku sering melihatmu diam-diam."
Puspa tertegun mendengar kalimat Arya. Jadi selama ini, laki-laki itu sering melihatnya diam-diam? "Es kopi dingin yang sering diletakan di meja, apakah itu dari kamu?"
"Memang ada yang bisa membuatkan es kopi dingin seenak takaranku?" tanya Arya balik.
Puspa menggeleng.
"Terus? Masih nanya?" tanya Arya memastikan.
Malam ini, ada begitu banyak hal yang mereka sampaikan. Tentang kehidupan lima tahun saat keduanya terpisah jarak dan rasa, dan tentang perasaan yang tersisa.
![](https://img.wattpad.com/cover/312700483-288-k939283.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)
RomansaCerita selesai. Lengkap. ❤️ Puspa pernah berharap Arya adalah jawaban dari setiap doa yang ia langitkan. Sebuah pemberian terindah dari dunia yang seringnya mengecewakan. Tetapi pada akhirnya, laki-laki itu justru menjadi salah satu cobaan dari seki...