Sebelumnya Author ingin mengucapkan banyak-banyak terimakasih untuk kalian para readers setia pembaca Amala. Tanpa dukungan dan masukan dari kalian mungkin cerita ini tidak akan sampai dititik ini setelah dua tahun hiatus.
Dengan dorongan yang kuat dari pembaca saya sebagai Author akhirnya melanjutkan cerita ini lagi, dengan ide baru dan juga semangat yang baru. Sekali lagi terimakasih dan selamat membaca episode terakhir dari ceritaku yang berjudul AMALA.
3 Hari telah berlalu. . .
Suara dorongan pintu yang terbuka tidak memberikan kesan apapun pada wanita cantik yang sedang duduk dikamar, memandang kosong keluar jendela yang terbuka lebar dengan tirai yang tertiup hembusan angin.
Sinar matahari yang sangat hangat menyentuh kulit tangannya. Banyak hal yang terus dipikirkannya setelah insiden yang menimpanya tiga hari yang lalu.
Saat terbangun diranjang rumah sakit, dia hanya diam, enggan bertanya, tersenyum ataupun menangis. Itu semua membuat suaminya khawatir dan sedih.
Jika dia bertanya Marvis tentu akan menjawab semua pertanyaannya. Jika dia tersenyum Marvis tentu akan membalasnya dengan senyuman hangat, dan jika dia menangis menumpahkan semua kesedihannya Marvis tentunya akan menghapus airmatanya berada disisinya sampai dia merasa lebih baik.
Namun kali ini berbeda, semua itu tidak terlihat diraut wajah istrinya. Hanya wajah datar dan tatapan kosong yang dimiliki istrinya kali ini.
Dengan semua lamunan itu Amala tidak menyadari jika ada seseorang yang sekarang telah duduk disampingnya.
"Sweetie. ."
Dia menoleh ke arah Marvis, lagi-lagi hanya wajah datar yang diberikan istrinya itu.
Dengan perlahan Marvis menggenggam tangan istrinya, penuh dengan kelembutan seolah dia wanita paling rapuh didunia ini.
"Tolong katakan sesuatu sweetie, jangan hanya diam dengan semua hal yang mengganggu pikiranmu."
Amala melihat tatapan lembut dari wajah suaminya.
"Marvis. ." Ucapnya lemah hampir tak terdengar. "Aku ibu yang jahat, aku belum sempat melihat wajahnya tapi aku sudah kehilangan dia."
Perkataan itu, membuat hati Marvis ikut teriris sakit, bukan hanya Amala yang merasakan kehilangan namun juga dirinya. Tetapi Marvis tidak larut dalam kesedihan seperti istrinya, jika dia ikut bersedih siapa yang akan menguatkan.
"Kamu bukan ibu yang jahat Mala. Hanya saja tuhan belum mempercayakan dia pada kita."
Amala mendesah lelah. "Ini semua salahku, aku tidak bisa melindungi anak kita."
"Tidak ada yang salah Mala. Jika ada, orang yang harusnya disalahkan adalah aku. Aku tidak bisa melindungi kalian berdua."
Amala menitihkan air mata mendengar perkataan suaminya.
Marvis yang melihat itu memeluk Amala, mengusap lembut punggung wanita itu. Marvis tau bagaimana perasaan istrinya sekarang, jika bisa dia ingin menggantikan posisi Amala.
"Menangis lah sweetie jika itu membuatmu lega."
Sesuai perkataan suaminya Amala menangis, sekeras mungkin meluapkan semua kesedian yang dia pendam selama beberapa hari ini.
Marvis ikut menitihkan air mata. Baginya, Amala ibu dan wanita yang hebat, dia mampu menjalani kesulitan dihidupnya selama ini. Sekarang tugas Marvis hanya perlu menjaganya, memberikan kebahagiaan sebanyak mungkin, hingga wanita itu kembali tersenyum ceria seperti biasa.
"Jangan menyalahkan dirimu lagi sweetie, aku yakin tuhan akan memberikan anak yang tampan dan cantik untuk kita setelah ini. Misya akan sedih jika melihatmu terus seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
AMALA Istri Kontrak Sang CEO
Ficción GeneralAMALA hanyalah wanita biasa hingga takdir merubah hidupnya . Amala rela menjadi wanita malam untuk menyelamatkan nyawa anaknya . Apapun akan dia lalukan untuk satu satunya harta yang dia miliki,walaupun Amala harus menjual dirinya sendiri . Misya Ar...