Bagian keempat

13.4K 1.5K 71
                                    

Haris berusaha memfokuskan pandangan, silaunya cahaya membuat ia tak bisa melihat jelas dimana dirinya sekarang berada. Seingatnya ia tadi berada dikamar mandi.

Perlahan Haris membuka mata, ia melotot tak percaya ketika melihat dirinya berada ditempat- yang ia sendiri pun tak tau tempat apa ini. Semuanya putih, tempat ini seperti tak memiliki ujung.

"Apa ada orang?!"

Haris berjalan maju, ia tak tau pasti akan pergi kearah mana karena semuanya tampak sama "PERMISI? APA ADA ORANG?!"

"WOY!"

Ia tertunduk, bertumpu lutut "Ini gue dimana lagi?"

Baru beberapa langkah ia berjalan tapi rasanya begitu lelah, sebenarnya tempat apa ini? Ia baru melangkah sekitar 6/7 langkah tapi sudah serasa lari maraton. Energinya benar benar dikuras habis "Haus.. "

"Haris" Suara lembut mengalun ditelinganya, Haris berbalik "H-haruto?"

Haruto tersenyum teduh, lelaki itu mengangguk dengan poni yang ikut bergoyang, berjalan mendekat kearah Haris yang masih menatapnya "Aku Haruto, tokoh utama dalam cerita yang kamu baca"

"-Tapi mulai sekarang, kamu tokoh utamanya. Raga dan Duniaku telah seutuhnya menjadi milikmu Gentala Haris Bagaskara"

Haris masih tak mengerti dengan alur kehidupan yang ia jalani, bagaimana bisa dirinya yang manusia sebenarnya bisa masuk kedalam dunia fiksi? Ini konyol!

"Kenapa? Kenapa harus gue?"

Haruto memiringkan kepalanya, menatap Haris dengan tatapan polos, mata lentik itu mengerjap pelan "Bukannya kamu yang berdoa pada Tuhan agar menggantikan peranku?"

Haris terdiam sesaat, sejak kapan ia berdoa hal konyol seperti itu?! Ia hanya berucap-

-Kalau gue jadi Haruto, gue akan buat mereka nyesel seumur hidup. Dan gue bakalan getokin kepala mereka tiap hari pake gayung lope.

Astaga jangan bilang "Gue kan cuma berandai bukan berdoa?"

"Kamu tau ada kalimat yang menyatakan bahwa 'Ucapan adalah do'a'. Itu benar benar adanya Haris. kamu jangan pernah berucap sembarangan, bisa saja Tuhan benar-benar mengabulkan do'a mu"

Haris meraup wajahnya frustasi, ia menepuk bibirnya dengan brutal. Memang kebiasaan buruk Haris yang selalu berbicara tanpa memikirkan akibatnya.

"Bodoh!"

"Bodoh!"

"Haris bego!"

Sekarang, ia sungguh menyesal.

Haruto menepuk pelan bahu Haris, membuat gerakan tangan Haris terhenti dan mata lelaki itu terpejam. Waktu seakan terhenti, hingga Haris kembali membuka matanya dan melihat ia saat ini tengah ada didalam ruangan yang begitu pengap "Kita dimana?"

Haruto masih setia berada di samping nya, tatapan lelaki itu menatap lekat kedepan "Lihat" Tangan haruto mengarah kedepan, dimana ada seorang anak kecil berusia sekitar 5-6 tahun yang tengah mendapati siksaan dari Ayahnya.

Haris mengikuti arah pandang yang haruto tunjuk.

Ia mundur beberapa langkah, dengan mulut terbuka Haris menatap syok kedepan.

I'm (Not) Haruto || TRANSMIGRASI BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang