Pengumumannya tertempel di Papan Pengumuman di hari terakhir Liburan Paskah, dengan tulisan tebal yang menandakan bahwa pengumuman itu sangat penting, membuat para siswa bertukar pandang dengan khawatir.
"Konseling karir," Harry menghela napas, kepalanya ia sandarkan pada dinding batu di sebuah ceruk. Awalnya dia enggan menggunakan petanya lagi, karena peta itu milik Ayahnya dan perasaannya pada Ayahnya begitu rumit sekarang, begitu pula dengan Sirius atau Remus. Namun berkat petanya, dia dapat menemukan ceruk ini, tersembunyi di balik permadani dinding di lantai enam, dimana dia dan Draco bisa belajar bersama dengan damai.
Draco mengangkat wajahnya dari buku yang ia baca di pangkuan. Dia tengah duduk di depan Harry, bersila dengan elegan. Atau itu cuma karena pikiran bias Harry? "Kenapa memangnya konseling karirnya?"
"Maksudku, apa kamu sudah punya ide mau jadi apa setelah lulus?" tanya Harry, sembari mengambil coklat dari kotak yang dikirimkan Ibu Draco ketika paskah. Pacarnya itu tidak pulang ke rumah, memilih tinggal di sekolah untuk persiapan ujian. Tentu saja, Harry juga bagian dari alasan mengapa Draco tidak pulang, dan Harry bangga karenanya.
"Well, sebenarnya aku tidak perlu bekerja," ujar Draco angkuh. "Tapi aku suka Ramuan, jadi mungkin aku akan melanjutkan studi ke sana. Atau mungkin Alkimia."
Harry bisa membayangkan Draco melanjutkan studi Ramuan, mengingat dia begitu nyaman berada di depan kualinya. Tapi Harry sendiri bingung. "Kurasa aku ingin jadi Auror," ujarnya sambil memasukkan coklatnya ke dalam mulut. Rasanya enak sekali, seperti biasanya.
"Auror?" ulang Draco. Dia lalu menutup bukunya dan menatap Harry sambil berpikir. "Kurasa sikap pahlawanmu cocok di tempatkan di sana," membuat tawa Harry terdengar di detik setelahnya. "Kamu juga mahir di Pertahanan, kan?"
"Tapi?" tanya Harry, merasa bahwa Draco masih ragu-ragu.
Draco memutar matanya. "Tidak ada tapi, aku cuma berpikir kalau kamu sebenarnya bisa juga jadi guru Pertahanan, melihat kamu bisa memimpin Laskar kecilmu itu." Pacarnya mengedikkan bahu. "Tapi bisa juga kamu jadi guru kalau sudah pensiun dari Auror."
'Seperti Moody' pikiran itu terbersit di otak Harry, namun tidak dia utarakan karena sejatinya, yang menjadi guru mereka selama setahun adalah Pelahap Maut bernama Barty Crouch Jr. dan hal itu adalah kenangan buruk bagi mereka berdua.
"Intinya sih, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, Harry," komentar Draco, sembari mengambil coklatnya sendiri dan mendekatkannya ke bibir, membuat mata Harry mengikuti arah coklatnya. "Aku yakin Departemen Auror pasti akan senang kalau bisa mendapatkan Si Hebat Potter. Siapa tahu, bisa jadi mereka malah tidak memerlukan NEWT-mu," tambahnya, sebelum menggigit coklatnya.
"Menurutmu begitu?" tanya Harry sambil tersenyum. Dia tahu Draco sedang menggodanya, tapi terkadang, mengikuti permainan Draco malah lebih seru.
"Oh, aku tahu," ujar Draco sambil menyeringai. Dia lalu terdiam sebentar, dengan alis terangkat sedikit. "Harusnya sih iya, tapi kalau lihat sikap Fudge saat ini, sepertinya malah NEWT-mu harus dapat O semua deh."
Mendengarnya, Harry langsung mengernyit. Dia tidak terpikir sampai kesana, sesungguhnya. Masa depannya masih terasa begitu jauh dan kabur bagi dirinya. Lebih mudah rasanya untuk fokus pada masa kini, di ceruk rahasia mereka berdua dan coklat lezatnya. Harry pun menghela napas lagi.
"Kalau aku sih tidak akan terlalu khawatir soal itu, Harry," suara Draco menyadarkannya lagi, dia menemukan mata perak pacarnya menatapnya. "Saat ini, yang kamu harus pikirkan adalah OWL-mu, baru memikirkan NEWT di tahun depannya lagi."
Kata-kata Draco mengandung sedikit kebohongan, dan nada Draco menyiratkan bahwa dirinya tahu Harry sadar. Karena ada banyak yang perlu dikhawatirkan selain OWL dan NEWT di masa depannya. "Yeah," tapi Harry hanya menjawab begitu, tidak ingin merusak suasana dengan diskusi yang berat. "Mungkin aku akan bilang pada Profesor McGonagall saat konseling karir nanti kalau aku tidak mau bekerja, dan jadi pengangguran kaya sepertimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ The Owlery #2 (INA Trans)
FanfictionSetelah Harry dan Draco berpacaran dan menunjukkannya pada dunia, ternyata tidak lantas membuat kehidupan mereka jauh lebih mudah di tahun ke lima. . "Pacarku bukan seorang gadis. Pacarku Draco. Er, Draco Malfoy." Mata Ginny langsung membulat besar...