Kalau aku tahu musim panasku akan aku habiskan dengan membaca artikel sampah dari koran Prophet agar bisa memberitahu infonya pada orang bodoh yang berhenti berlangganan korannya, sepertinya aku harus mulai bertanya soal keputusanku, seperti misalnya, kenapa aku bisa-bisanya pacaran dengan orang bodoh itu.
Harry tersenyum membacanya, matanya terpancang pada suratnya sambil duduk di sebuah ayunan yang kini sedang terayun pelan. Cuacanya kini tak lagi panas, namun itu berarti sebentar lagi matahari sudah akan tenggelam. Dia harus membaca seluruh surat Draco sebelum dirinya kembali.
Minggu ini juga tidak ada apa-apa, tapi kalau misal ada sesuatu, aku yakin mereka pasti cepat-cepat mempublikasikannya, seperti mengomentari topi Fudge, atau memanggilmu dengan panggilan bodoh.
Sekarang sih, panggilan 'Anak yang Bertahan Hidup' sudah membosankan.
Harusnya mereka mempekerjakan aku. Aku ini pintar sekali soal mengarang nama. Iya kan, Scarhead?
Hanya dengan kata-kata itu, Harry sudah bisa membayangkan seringaian lebarnya dengan sempurna. Harry langsung menghela napas dengan penuh kerinduan. Kenapa sih, bulan September belum juga tiba? Mungkin dia bisa mengajak Draco ketemu di Diagon Alley segera setelah daftar buku yang mereka butuhkan datang.
Sepertinya aku sudah menunaikan tugasku sebagai reporter, jadi sekarang aku mau menunaikan tugasku yang lain sebagai pacar.
Harry hampir saja dapat mendengarkan helaan napas Draco lewat suratnya.
Maaf kalau aku terlalu blak-blakan, tapi aku benar-benar rindu padamu. Perasaanku tergambar jelas di wajahku sampai Ibuku bertanya padaku apa aku baik-baik saja. Aku malu sekali rasanya, jadi sebagai gantinya, kamu juga harus merindukanku sebesar aku merindukanmu.
Hati-hatilah dan jangan membuat masalah. Walaupun meledakkan tubuh bibimu seperti tahun ketiga terdengar menyenangkan, aku berharap kamu tidak mengulanginya. Kecuali kalau kamu mengundangku untuk menyaksikannya, sih.
Itu saja suratku.
Dari pacarmu,
Draco.
Harry kembali menghela napas dengan gembira saat dirinya bangkit berdiri, sambil bersandar sedikit pada ayunannya. Setelah membiarkan kepalanya bersandar di tali ayunan, dia tersenyum, menikmati perasaannya sendiri.
Sampai sebuah suara tawa mengacaukan semuanya. Menyadari bahwa suara tawa itu adalah suara Dudley dan komplotannya, Harry langsung menegakkan tubuhnya dan berhenti tersenyum.
"Oh, kamu rupanya," kata Dudley. Dia dan komplotannya mencibir pada Harry, namun cibirannya sama sekali tidak memiliki efek yang sama dengan para Slytherin. Fakta yang membuat Harry hampir tersenyum geli. Dudley menyeringai. "Apa tuh? Surat dari cowokmu ya?"
Harry tertawa, sampai membuat kaget semuanya. "Kamu benar sekali, Ickle Diddykins," Harry melipat suratnya hati-hati dan menyimpannya di saku. "Suratnya memang dari cowokku. Karena untungnya, aku punya pacar, tidak seperti kalian para pecundang."
Teman-teman Dudley tampak kebingungan, menatap Dudley seperti menunggu perintah. Namun sepupunya itu malah melongo seperti ikan, mungkin antara tersinggung karena dipanggil begitu, atau kaget karena Harry mengaku punya cowok.
"Aku punya cewek!" Salah satu teman Dudley protes. Semuanya langsung memandangnya. "A-aku beneran punya, dia—"
"Diam!" Dudley memotongnya. "Orang aneh ini tidak pacaran dengan siapa-siapa. Kalau pun dia benar punya pacar, pasti pacarnya sama anehnya dengan dia."
Harry menggelengkan kepalanya geli. "Iya deh, terserah kamu, Diddykins."
"Jangan panggil aku begitu!" Dudley membentak.
Harry mengedikkan bahu. "Kan Ibumu sendiri yang memanggilmu begitu."
Dudley menatapnya tajam, sebelum dia menyeringai kembali. "Kamu sih, mana tau rasanya punya Ibu. Iya, kan?"
Suasana hati Harry langsung memburuk. "Diam."
"Aku mendengarmu setiap malam," Dudley melanjutkan. "Ibu! Ayah! Tolong aku! Dia akan membunuhku!"
Teman-temannya tertawa berderai di belakangnya.
"Diamlah, Dudley," ancam Harry dengan rahang yang menggertak.
"Dimana Ibumu, Harry?"
Harry sudah mengepalkan tangannya. Namun sebelum dia dapat melakukan apapun, sinar matahari seperti sirna tiba-tiba, tergantikan oleh angin dingin yang berhembus di taman itu. Teman-teman Dudley langsung ribut mengedarkan pandangannya dengan raut wajah ketakutan. Salah satu dari mereka malah sudah berteriak-teriak soal badai.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Dudley takut.
"Tidak ada," jawab Harry, sama khawatirnya karena cuaca yang berubah tiba-tiba ini tidak terlihat normal. Harry lalu menatap sepupunya itu sungguh-sungguh. "Ayo pergi dari sini."
---
Pintunya terbanting di belakangnya saat Harry berderap memasuki kamar dengan murka. Dengan umpatan keras, dia menendang ranjangnya, yang alih-alih membuatnya merasa lebih baik, malah membuat Hedwig kaget dan makin membuatnya merasa bersalah. Harry segera minta maaf, sebelum duduk di atas ranjangnya.
Dia sempat dikeluarkan dari sekolah. Tongkat sihirnya akan dipatahkan. Namun ternyata dia masih diberi kesempatan, melalui persidangan. Tapi bagaimana kalau dia tetap dikeluarkan? Dia tidak akan bisa kembali ke Hogwarts, bersama dengan Ron dan Hermione, juga Draco.
Harry membiarkan dirinya sendiri terbaring di atas ranjang, dengan tangan yang terkulai di dekat buku yang ditinggalkannya di sana. Harry mengangkatnya, sekali lagi mengagumi sampul buku berwarna birunya.
Dia terkejut saat Draco memberinya hadiah buku cerita anak-anak untuk ulang tahunnya. Si rambut pirang itu menjelaskan bahwa buku cerita itu sebenarnya sangat umum untuk anak-anak penyihir, dan dia tidak bisa membiarkan Harry tidak tahu apa-apa soal itu. Dan juga, salah satu ceritanya terinspirasi dari kisah Linfred dari Stinchcombe, jadi Draco pikir, Harry pasti akan menyukainya.
Harry memang menyukainya, namun dia ingin suara elegan Draco yang membacakan bukunya. Bayangan itu membuatnya semangat dan tersenyum dari waktu ke waktu, namun ketika melihatnya kini, Harry hanya merasakan keputusasaan. Jika dia benar-benar dikeluarkan dari sekolah, entah apa yang terjadi setelahnya.
Dengan helaan napas, dia meninggalkan kacamatanya di nakas samping ranjangnya dan membaringkan tubuhnya kembali di samping buku kecil itu.
.
To be continued
.
T/N: I finally decided buat upload ulang di akun sendiri ya, teman-teman. Kemarin nggak bisa langsung karena aku kan baru ambil alih translate-nya di chapter 6 sebelum Jess deaktif, jadi kemarin ngebut translate dari chapter 1-5 dulu.
Mungkin hari ini, aku upload sampai chapter 5 sambil ngedit. Terus besok aku upload lagi sampe chapter 8 (atau 9? Di akun jess sampe chapter berapa sih aku lupa?). Baru setelah itu aku upload seminggu sekali di hari Jumat. Hopefully bisa lancar ga delay sampe chapter 30, walaupun translate-nya barengan sama DIAOA series, soalnya jujur udah nyetok sampe chapter 17 aku translate-nya haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ The Owlery #2 (INA Trans)
FanficSetelah Harry dan Draco berpacaran dan menunjukkannya pada dunia, ternyata tidak lantas membuat kehidupan mereka jauh lebih mudah di tahun ke lima. . "Pacarku bukan seorang gadis. Pacarku Draco. Er, Draco Malfoy." Mata Ginny langsung membulat besar...