Sepuluh

773 107 0
                                    

"Sebaiknya elo diantar Adi atau siapa begitu, Rhe." Ninis nongkrong di atas sofabed kamar paviliun Rhea, sementara gadis itu sedang mengepak beberapa pakaian ke dalam tas ranselnya. "Nggak bawa koper aja?"

"Cuma seminggu aja. Lagian kayak di Bandung nggak ada yang jual baju aja."

Hening.

"Elo mau bantuin apa mau ngrecokin? Kalo mau ngrecokin, pintu keluarnya ada di sana!" Rhea menukas sebal. Saat ini dia nggak butuh orang yang akan sok- sok an melontarkan kalimat bijak demi menahan kepergian Rhea pasca mengakhiri segalanya dengan Bhisma semalam.

Ninis terus mengawasi mata Rhea yang matanya masih tampak sembab.

Mungkin gadis itu habis menangis semalaman. Selama tiga tahun Ninis bekerja di Winona, dirinya nggak  pernah melihat Rhea mengeluarkan air mata berlebihan, kalau marah sih sering.

Seluruh Winona nggak  mau mengusik Rhea ketika melihat kedatangan Bhisma malam itu, hingga pria itu pulang pada pukul setengah sepuluh dalam keadaan yang nggak lebih baik dari kondisi Rhea saat ini.

"Lo putus sama Bhisma?"

Rhea sempat menghentikan gerakannya sebentar. Tersenyum miris, lalu lanjut mengepak lagi. Hanya dua potong kaus, satu celana jins, satu sackdress. Lainnya bisa di beli di Cihampelas atau Paris Van Java, atau BIP.

Rhea sendiri hanya mengenakan kaus putih polos yang dirangkap hoodie putih dan celana jins abu- abu. Rambutnya diekor kuda.

Mengenakan sneakers hitam. Secara keseluruhan dia mirip anak SMA yang mau pergi karyawisata. Bukan mau mengunjungi panti rehabilitasi untuk riset novel yang sedang dikerjakannya, lalu mampir ke Jatinangor, tempat Regan kuliah.

"Kalo ada yang nyari, bilang gue lagi ke Bali." Katanya cuek.

Mobil travel datang pukul sembilan pagi. Dalam keadaan suasana hati yang buruk, Rhea jelas  menyetir sendiri ke Bandung adalah hal terakhir  yang ada di pikirannya.

Dia memilih untuk duduk santai sambil menikmati pemandangan jalan, atau tidur.

Dia juga nggak  mau diantar Adi atau Aziz. Atau Bang Is.

Dia hanya mau sendiri. Ponselnya dalam mode pesawat. Hanya ponsel Nokia jadul yang bisa dihubungi untuk keadaan darurat di toko roti.
Ponsel untuk komunikasi dengan staff Winona. Nggak ada yang tahu nomor tersebut kecuali, personel Winona, tante El, Regan. Sudah.

Karena lagi dapet, Rhea merasa punggung dan betis ke bawah pegal- pegal. Gadis itu merebahkan kepala demi mengurangi efek PMS yang sedang dideritanya. D ia sudah mengunduh beberapa lagu yang akan menemaninya untuk melalui perjalanan ini.

Playlist- berkutat antara Celine Dion, Phill Collins, Joan Baez, Johnny Cash, Beatles, Bruno Mars dan Coldplay.

Memejamkan matanya, gadis itu mulai menyumpalkan pelantang telinga di kedua sisi telinganya. Dia juga membawa satu novel fantasi untuk menemaninya selama perjalanan itu.

Ia akan menikmati hari- harinya selama di Bandung, bagaimana pun juga.

Perpisahan dengan Bhisma masih menyisakan sedikit penyesalan.  Meskipun dia nggak seutuhnya menyerahkan hati pada pria itu. Meski pun hubungan itu hanya kedok baginya.

Namun nggak  dipungkiri, mereka pernah melewatkan saat- saat bahagia bersama.

Bhisma adalah orang yang baik. Kekasih yang peduli dan perhatian . Saking pedulinya, lelaki itu bingung memilih antara mempertahankan Rhea, atau menuruti keinginan ibunya.

Halimah Soeharso adalah seorang dokter spesialis kandungan. Suaminya, Joko Sapto Soeharso adalah direktur keuangan sebuah perusahaan consumer good. Bhisma hanya dua bersaudara. Adik Bhisma, Berlian Iswandari Soeharso mengikuti jejak ibunya sebagai dokter.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang