Saat sedang keluar dengan Regan, Rhea nggak sengaja bertemu dengan Jenna.
Perempuan yang tampak semakin berkilau itu, menatap ganjil pada Rhea. "Ini anak Arkan ya?" bisiknya di telinga Rhea, membuat tubuh perempuan itu menegang. Kenapa Jenna bisa menebak dengan jitu?
"Nggak usah heran kenapa gue tahu," Jenna tertawa. Untung saja Regan berada agak jauh darinya. "Jangan keras- keras ngomongnya. Ini adik gue belum tahu, Jen. " Regan melihat ke arah keduanya dengan curiga. "Entar bapaknya bisa bonyok," Jenna malah tertawa. "Kapan- kapan kita mesti ngobrol. Gue kerja di Mahasutra Tower. Ada restoran enak di sana," Jenna memegangi kedua tangan Rhea.
Padahal dulunya kedua perempuan itu saling tidak menyukai. Jenna merasa Aru terlalu banyak menghabiskan waktunya mengkhawatirkan Rhea, sementara gara- gara Jenna, Rhea jadi kehilangan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama sahabatnya, Aru.
"By the way, jangan heran kalau gue bisa nebak itu punya siapa." Seraya mengedipkan mata, perempuan itu kemudian pamit pergi. "Itu kak Jenna dulu kan?" tanya Regan penasaran.
Rhea mengangguk. Mengamati Jenna yang kini semakin matang dan menyenangkan. Kemudian ia menggeleng.
"Mau makan di mana nih? Di Marco Padang apa di Pancious? Atau di restoran hot pot? Kakak boleh makan hot pot kan?"
"Pokoknya harus mateng sih."
Regan mengangguk, kemudian kembali menggandeng kakaknya seolah- olah Rhea adalah jompo sekaligus penyandang cacat, membuat perempuan itu ribut. "Gan, lepasin kenapa sih. Gue kan enggak cacat dan bukan jompo. Malu dilihatin orang- orang tuh." Keluh Rhea dengan bibir manyun. Mungkin bagi yang melihat mereka berdua akan punya pikiran bahwa mereka berdua adalah pelaku MBA--- alias Married By Accident.
Soalnya muka Regan betulan kelihatan masih kayak bocah SMA banget. Sementara semenjak hamil ini muka Rhea jadi terlihat glowing sehingga dia kelihatan masih usia 20an, bukannya hampir kepala tiga.
Petaka terjadi ketika kedua kakak beradik itu memasuki restoran Jepang yang mengusung tema hot pot. Saat itu kaki Rhea nggak sengaja tersandung kaki kursi restoran, dan hampir saja jatuh terjerembab, kalau saja tangan Regan nggak sigap memegangi lengan kakaknya.
Cowok itu mengumpat kaget. Napasnya memburu dan raut wajahnya bahkan jauh lebih tegang daripada Rhea sendiri yang nyaris jatuh dan berpotensi bikin janin dalam kandungannya tergencet.
Saat itu sebuah suara yang melengking mengangetkan keduanya. "Ya Ampun! Gusti nu agung! Rhea!" Jerit seorang perempuan berambut panjang dengan muka antagonis mirip pemain sinetron Cut Sara.
Perempuan itu segera bangkit dari kursinya dengan secepat kilat menghampiri Rhea dan Regan. "Ya Ampun, Neng. Kok bisa hampir jatuh begini?" itu sebetulnya adalah pertanyaan konyol yang nggak perlu dijawab. Sepasang mata bulat milik Amaranta itu menatap bergantian antara Rhea dan Regan, kemudian tentu saja perhatiannya teralih pada perut Rhea yang membukit. "Ya Ampun. Padahal kita baru ketemu di Bandung itu empat- lima bulan yang lalu kan? Sekarang kamu udah nikah aja. Udah mau punya baby lagi. Ini suami kamu? Ganteng banget. Mirip ya kalian ini." Amaranta nyerocos seperti tanpa beban dan dosa sama sekali.
Sementara Rhea sudah bisa merasakan angin penasaran berhembus dari hidung adiknya yang tetap berdiri di samping Rhea dan masih memegangi lengannya. "Tapi kok Arkan enggak ada cerita ke aku ya? Dia malahan ngendon melulu di proyek barunya tuh."
***
"Lo jangan berpikir yang bukan- bukan..."
"Gimana maksudnya itu?" Regan mendengus sewot. Amarah sedang menguasai adik Rhea itu--- setelah Amaranta bernyanyi tentang pertemuan mereka di toko pakaian dalam di Bandung, yang juga melibatkan Arkan di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Regrets
ChickLitAwalnya, persahabatan itu berjalan baik antara Rhea Shakuntala dan Erwin Andaru meskipun nyatanya Rhea menyimpan perasaan khusus pada pria itu. Namun, sejak Daru pulang dari Aussie, segalanya sudah terasa berbeda. Sehingga Rhea harus mencari apa ya...