Dalam balutan jaket bomber warna hitam dan celana jins yang juga berwarna senada, dengan percaya dirinya bercampur amarah dan keinginan untuk mencekik Rhea karena berani- beraninya perempuan itu menyembunyikan kehamilannya dari orang yang paling bertanggungjawab, Arkan turun ke Winona.Sore itu toko roti sedang sepi.
Biasanya pembeli baru akan memadati toko tersebut sekitar pukul lima hingga jam delapan malam.
Di dalam toko hanya ada Nana dan Adi, sedang mengobrolkan entah tentang apa. Nana kaget melihat sosok yang tahu- tahu saja menerabas masuk dan kini menjulang di depan konter . Seketika mukanya pucat.
Ia menoleh ke arah Adi yang ikut mengangkat bahu. Sementara muka datar dan dingin milik Arkan seperti nggak bisa lagi diajak berkompromi--- siap mengobrak- abrik tempat ini seperti Ultraman yang sedang menumpas musuh. Atau Gozila yang sedang ngamuk dan ingin menginjak- injak kota yang berada di bawah kakinya. "Selamat sore," ujarnya dingin. Tajam.
Arkan hanya menaikkan sebelah alisnya. "Mau beli apa?"
"Nggak usah sok basa- basi," ucapnya dengan nada dingin. Saking dinginnya, Nana sampai bergidik merinding. "Di mana Rhea?"
Seolah punya radar super, Regan muncul ke area toko. Cowok itu barusan menunggui kakaknya yang sedang tidur sore di paviliun. Dua orang berparas tampan bertemu di toko roti yang sarat harum mentega, gula, susu, selai, dan banyak lagi. Nana terpana. Dia seperti sedang berada dalam set drama Korea, di mana dua orang pria tampan sedang saling melotot demi dirinya. Padahal bukan.
"Dia nggak ada di sini." Ujar Regan tawar.
Dia nghak menyangka, bahwa pria yang membuat kakak perempuannya menderita hingga nggak karuan beberapa bulan belakangan adalah pria yang tengah berdiri di hadapannya ini.
Sejak dulu, Regan paling mengagumi Arkan diantara para sahabat kakaknya yang hanya segelintir orang itu.
Meskipun Aru jauh lebih sopan, namun menurut Regan, kesopanan itu amat berjarak. Sementara sejak dulu dia mengenal Arkan sebagai pribadi yang asyik walau terkadang sikapnya agak dingin juga. Yang selalu mengantarkan Rhea pulang jika Aru tidak dapat mengantarkannya pulang karena ada urusan lain.
Arkan mengerutkan kening. Samar- samar mengenali sosok yang berdiri di hadapannya dengan postur tubuh tegak menantang.
Tahu- tahu, saat masih berhadap- hadapan dengan Regan, Rhea muncul dari dalam toko roti itu dengan raut wajah cemas. "Re..." kemudian suaranya menghilang seperti ditelan angin. Tatkala mendapati pria yang beberapa bulan ini sengaja dihindarinya.
Namun segalanya sudah terlambat. Rhea tertegun di dekat etalase berisi aneka donat. Sementara Arkan tertegun dan membatu di tempatnya berdiri.
Tatapan matanya tertuju pada perut Rhea yang membukit. Dalam balutan daster warna putih bermotif bunga paisley kecil-kecil, dalam pandangan Arkan, Rhea tampak lugu seperti anak SMA. Dan pria itu tiba- tiba saja begitu merindukannya. Sampai mau mati rasanya.
Matanya berkaca-kaca. Dia kemudian berjalan pelan mendekati Rhea. Tanpa sepatah kata pun.
***
"Kenapa kamu nggak bilang?" tuntut Arkan, setelah lima belas menit mereka hanya saling diam di halaman belakang ruko tersebut.
Mata Arkan yang kini tampak mencekam itu mengamati tubuh Rhea yang semakin kurus. Mungkinkah kehamilan yang dijalani perempuan itu begitu sulit? Sehingga menggerogoti tubuh perempuan yang kini menatapnya dengan sedikit rasa takut bercampur curiga.
"Kenapa gue harus bilang? Ini anak gue. Lo nggak tahu kalau gue hamil. Dan lo nggak berhak tahu."
"Apa yang ada di pikiran kamu , Rhe?" sergah pria itu dengan gusar. "Jelas itu anak aku. Aku punya andil."
KAMU SEDANG MEMBACA
No Regrets
ChickLitAwalnya, persahabatan itu berjalan baik antara Rhea Shakuntala dan Erwin Andaru meskipun nyatanya Rhea menyimpan perasaan khusus pada pria itu. Namun, sejak Daru pulang dari Aussie, segalanya sudah terasa berbeda. Sehingga Rhea harus mencari apa ya...