Dua Puluh Delapan

1.4K 143 12
                                    

Dev dan Regan menatap kedua pria itu dengan gusar. Dev lebih nggak percaya dengan apa yang terjadi. Dia merasa kecolongan. Ketinggalan berita.

Sejak tadi, gadis itu menggeleng. Nggak habis pikir. Bergerak- gerak gelisah, bergantian mengawasi Arkan dan Aru. Kemudian menyugar rambutnya. "Boleh ngerokok nggak sih?"

Rhea langsung melotot. "Lo sejak kapan ngerokok?"

"Nggak. Tapi keadaan ini..." Dev melambai ke sekitarnya, "bikin gue stress. Gue nggak pernah menduga, bahkan dalam impian terliar gue sekali pun, bahwa lo bakalan tidur dengan dia..." dagunya menunjuk ke arah Arkan yang berdiri  diam di belakang Rhea dengan ekspresi dingin. Sementara Aru, masih menatap dengan nggak percaya pada Rhea yang sekarang duduk santai di kursi rotan di teras paviliun itu.

Kehamilan memang membuatnya tampak luar biasa. Meski pun tubuhnya terbilang kurus kering, namun wajahnya tetap terlihat glowing. Lekuk tubuhnya  terlihat lebih feminin dan...

"Singkirkan pikiran jelek lo!" Arkan menghardiknya dengan  tatapan seolah ingin mencolok mata Aru dengan garpu. Pria itu seolah- olah paham betul bahwa teritorinya sedang diusik. Dia benci bila miliknya dipandang orang dengan sembarangan.

Sebetulnya, Arkan adalah orang yang sangat posesif menjaga sesuatu yang sudah jadi miliknya.

Kalau memungkinkan, dia akan kencing di sekeliling Rhea untuk menandai bahwa gadis itu termasuk dalam teritorialnya. Siapa pun yang mengganggunya, akan menerima akibat yang nggak tanggung- tanggung.

"Kalian ini," Dev masih bergerak gelisah. "Sangat bar- bar." Dev mengangkat kedua tangan, pertanda dia sudah menyerah pada keadaan. Mulutnya gagal mengungkapkan betapa kaget dirinya dengan fakta yang barusan terbongkar.

Rhea dengan Arkan?

Well, kalau dipikir- pikir, kenapa enggak?

Ingatan Dev kemudian kembali pada masa- masa mereka masih berseragam. Ketika Aru sibuk dengan segala kegiatan ekstrakulikuler di sekolah yang bejibun itu, Arkan lah yang menjadi sopir cadangan bagi Rhea. Pun ketika Aru malah sibuk pacaran dengan Jenna dan semakin menjauhi mereka, Arkan tetap ada buat Rhea.

Dia manggut- manggut. Sebuah pemahaman secara perlahan merasuki kepalanya.

Rupanya, segalanya memang sudah terjalin bertahun- tahun di antara mereka.

Antara Aru, Rhea, Arkan.

Persahabatan yang dulu solid, kini rusak sudah. Dev mungkin menjadi orang yang terakhir mengetahui ini semua. Sahabat macam apa dia? Kenapa nggak menyadari ada sesuatu yang tersembunyi di antara jalinan persahabatan yang selama ini tampaknya baik - baik saja.

Dev kemudian melayangkan tatapan menuduh pada Arkan. Seharusnya sejak dulu ia tahu, bahwa pria itu diam- diam punya love interest sama Rhea. Dev masih ingat ketika Arkan harus diomeli habis - habisan oleh Pak Ruslan yang murka lantaran Arkan tawuran dengan Agress. Gadis itu cukup meyakini bahwa itu semua dilakukan Arkan karena kesal Agress menyakiti Rhea.

Pria itu tetap kekeuh menutupi segalanya dari mereka. Selama ini, nggak ada yang menyadari,  bahwa apa yang saat itu dilakukannya nggak lain dan nggak bukan adalah untuk Rhea.

Bukan karena iseng.

Pandangan gadis itu kemudian hinggap pada Aru yang sedang meringis karena Regan dengan sengaja menekan keras bekas luka tonjokan yang dilayangkan oleh Arkan tadi.

Aru juga punya andil dalam masalah ini.

Kalau saja sejak dulu lelaki itu mengakui perasaannya pada Rhea, semuanya nggak akan jadi begini.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang