Tujuhbelas

671 107 1
                                    

"Mama?"

Seorang perempuan berusia pertengahan lima puluhan dengan celana warna moka dan blus warna putih gading berdiri dengan gelisah di lobi hotel tempat Rhea menginap. Perempuan itu berbalik. Wajahnya tampak kalut dengan kedua tangan saling meremas satu sama lain.

"Rhe!" Eva menyongsong putrinya dengan sedikit raut lega. "Mama kenapa ada di sini?"

Rhea memegang kedua sisi lengan mamanya,"kita ngobrol di restoran,"

"Mona, Rhe. Mona belum ditemukan." Mamanya tampak duapuluh tahun lebih tua saat itu.

Jujur saja menurut sepengetahuan Rhea selama ini, Eva selalu berpakaian layaknya lawyer yang matang.

Sophisticated. Mengintimidasi. Dan kuat. Namun Eva yang dilihatnya siang itu adalah Eva yang pernah dilihatnya ketika Rhea berusia empat tahun. Eva yang stres karena pekerjaan rumah dan ayahnya melarang mamanya itu untuk bekerja di luar rumah. Eva empatbelas tahun yang lalu adalah Eva yang depresi karena harus berkutat pada neraka rumah tangga.

Eva Margaretha Robert adalah lulusan hukum universitas swasta terkemuka di Jakarta.

Dulunya Eva adalah kebanggaan keluarga karena tumbuh menjadi anak perempuan yang ceria, mandiri, berani, dan tegas. Oma Rika bahagia melihat Eva tumbuh dengan baik, setelah sebelumnya kehilangan Winona, putri sulungnya yang waktu itu meninggal diusia dua Minggu karena terkena penyakit kuning.

Otomatis, Eva menjadi harapan dan  tumpuan keluarga. Eva selalu menjadi murid yang gemilang di sekolah. Sejak TK hingga kuliah. Ia juga tumbuh menjadi pribadi  yang pandai bergaul.

Teman- temannya sangat banyak. Oma Rika bahkan pernah bercerita pada Rhea bahwa setiap Jumat sore, Eva membawa paling nggak  tujuh orang temannya untuk mampir ke rumah. Lalu oma akan menyajikan roti kelapa dan kue-kue buatannya. Nggak  hanya itu, Oma Rika pasti membungkuskan untuk dibawa pulang oleh masing- masing anak. Hingga kemudian, teman sekelasnya hampir semuanya ingin mampir ke rumah Eva.

Sampai suatu hari, Eva pulang dengan berlari penuh semangat. " Ma!"

"Eh, udah pulang?" oma Rika masih mengenakan celemek yang bertabur tepung. Eva memeluk ibunya erat. " Kenapa Eva? Kamu mau beli buku lagi?"

Eva menggeleng. Masih memeluk kaki oma Rika. Oma adalah sosok perempuan yang bertubuh tinggi dan  ramping. Selalu mengenakan rok selutut berlipit dan blus warna putih berbahan lemas. Rambutnya dikuncir rendah di belakang tengkuk. Dengan tahi lalat besar di pipi kanan.

Opa Robert adalah arsitek yang sering berpergian. Entah itu masih di sekitar Jakarta, atau Bogor. Paling jauh ke Bandung. Jadi untuk mengisi waktu luang, Oma Rika membuka usaha katering kue, roti, kue- kue basah tradisional, atau nasi kotak, nasi tumpeng. Namun saat itu usahanya masih berskala rumahan dengan dibantu satu tetangganya, yaitu ibunya Mpok Zainab. "Temen Eva ada yang ibunya mau pesan kue buat acara."

"Oh, ya?" mata Oma Rika melebar.

"Heem." Eva mengangguk penuh semangat. Saat itu usianya masih sepuluh tahun. "Aku udah kasih nomor telepon."

Oma Rika mengelus puncak kepala Eva, tersenyum penuh sayang.

Sejak saat itu, pesanan kue- kue selalu datang bila ibu teman- temannya mengadakan acara keluarga atau arisan. Menurut mereka, kue- kue, roti, dan nasi kotak bikinan Oma Rika sangat enak . Dan karena itu, usaha rumahan itu bertambah maju.

Lalu, tepat  ketika Eva berusia 15 tahun, lahirlah Elora.

***

Secangkir teh earl grey mengepul di hadapan Eva, sementara untuk mendinginkan emosinya, Rhea memesan iced coffee avocado. Gadis itu melipat kedua tangan di atas meja. Persis bocah TK saat mau pulang sekolah.

No RegretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang